BAB 3 #SAGA(?)

279 102 119
                                    

Jangan lupa vote dulu sebelum membaca🍭

▪happy reading▪

Hyerin POV

"What's up, bro! Tambah cakep aja, ya lo setelah putus sama adek gue," perkataan yang di ucapkan Kak Milo membuatku tersedak ludahku sendiri. Hei! Tunggu dulu! Memang benar, aku juga berpikir seperti itu. Baiklah, silahkan kalian mengataiku. Serius.

"Ah, bisa aja, lo. Gimana bang kuliah disana, enak?" tanya Daniel sok akrab. Bagaimana tidak? Pasalnya selama ia jadian denganku, yang baru berjalan dua minggu lalu kandas karena ada orang ketiga, Daniel tidak pernah seramah ini dengan orang. Termasuk kakakku.

"Yaah.. Lumayan, lah, Niel. Disana banyak cewek-cewek cantiknya, tapi kagak ada yang secantik adek gue," lihatlah, apalagi yang sedang direncanakannya sekarang ini. Aku hanya memutar kedua bola mata malas saat Kak Milo melihatku dengan menaik turunkan sebelah alisnya. Menyebalkan, huh.

Yang ku lihat, Daniel hanya tersenyum kaku. Ia melihatku dengan raut muka yang tidak aku mengerti apa maksudnya.

"Niel! Yuk, pulang, aku udah selesai makannya,"

Ya, itu Yumna. Ia bergelayut manja di lengan Daniel. Cih, aku langsung membuang muka. Rasanya aku sudah tidak mood untuk makan, padahal memesan saja belum.

"Ekhem. Bro, gue duluan ya, ntar malem gue ke rumah lo, kita PS an bareng," ujar Daniel lalu menepuk pundak Kak Milo yang ditanggapi dengan anggukan. Setelahnya itu, Daniel dan pacarnya pergi keluar meninggalkan Hokben.

"Cielah yang masih belom bisa move on, kasihan," ucap Kak Milo menyindirku. Aku tahu, ia sedang berusaha menahan tawanya.

"Mau mesen apa? Biar kakak pesenin dulu," tawarnya.

"Terserah!" sahutku, ketus.

◾️◾️◾️

Setelah kami makan siang, aku dan Kak Milo memutuskan untuk pulang karena langit yang mendung, menandakan akan turun hujan sebentar lagi.

Sesampainya dirumah, aku langsung masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur Queen Size ku. Ah, lelah sekali hari ini. Lelah tenaga, pikiran, dan... Hati? Eh. Aku memejamkan kedua mataku sejenak. Namun, tak berapa lama kemudian, suara ketukan berasal dari jendela kamarku yang tertutup rapat. Aku lantas membuka kedua mataku lebar-lebar.

TUK.. TUKK..

Suara itu semakin terdengar jelas. Ku dengar, hujan mulai turun dengan derasnya tanpa aba-aba. Suara petir yang menggelegar membuatku terlonjak. Ya, aku takut dengan suara petir. Kilatannya membuat bulu kudukku berdiri.

TUKK!! TUUKK!!

Astaga! Siapa, sih yang iseng melempari kaca jendelaku dengan batu? Tidak, tidak, jika itu orang, tidak mungkin. Pasalnya siapa yang dengan kurang kerjaannya memanjat ke samping jendela kamarku yang berada di lantai dua, dan saat hujan begini, pula!

Karena rasa penasaranku, aku lantas beranjak dari tiduranku dan melangkah menuju jendela kamarku dengan disertai rasa takut. Dengan tangan yang gemetar, aku mencoba mengumpulkan keberanianku, lantas ku singkap gorden yang menutupi kaca jendelaku. Dan... Astaga! Wajah pucat Saga yang pertama kali ku lihat, saat gorden berhasil tersingkap seluruhnya.

Langsung saja cepat-cepat aku buka jendela kamarku lebar-lebar. Angin yang bertiup kencang menerpa wajahku, dingin sekali. Tubuh Saga menggigil, bibirnya gemetaran. Dan, kalau aku tidak salah lihat, ujung bibirnya sobek. Jangan lupakan bahwa ia masih sama denganku, masih mengenakan seragam sekolah. Namun, seragam yang dikenakan Saga telah basah kuyup.

my [not] boyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang