XII- & Alfa

521 51 19
                                    

Kicauan burung bersahut-sahutan, membangunkan nya dari tidur lelapnya semalaman.

Jika boleh jujur, Anneth benar-benar menikmati tidur untuk kali ini. Dia tidak harus pusing memikirkan banyak hal dan cukup memejamkan mata kemudian bersiap untuk bermimpi. Kebiasaan insomnia yang mengganggunya hampir setiap malam tidak ia temui pagi ini. Ia terbangun dengan sehat dan perasaan bahagia.

Ah, betapa suasana baru sangat mempengaruhi pola hidupnya dan kesehatan emosinya. Anneth senang dengan  kenyataan hari yang begitu cerah dan segar. Ibukota tidak pernah terlihat sesehat ini.

Yah, hampir seperti pabrik usang yang penuh dengan asap dan polusi. Diam-diam Anneth merutuki birokrasi negara dan para elit-elit politiknya yang sibuk dengan urusan pribadi dan menyamankan diri dibalik kedok reformasi.

Benar-benar perilaku yang tidak patut dicontoh. Begitu pikir Anneth.

Dirapikannya tempat ia berbaring semalaman dan membereskan barang-barangnya yang cukup banyak. Ruangan masih sangat sepi dan kosong. Anneth lamat-lamat memperhatikan seluruh sudut kamar yang akan menjadi teritorinya yang baru. Cukup luas untuk ukuran penjara anak. Opini Anneth berseliweran dalam kepalanya.

Sebenarnya ia mengharapkan kamar yang sempit dan berdesakan dengan fasilitas untuk berbagi. Namun, ini diluar ekspektasinya.

Ranjang yang cukup besar dan bertingkat seperti rumah pohon. Lemari pakaian yang unik diukir dari beton dan menyambung ke dinding kamar. Meja bundar untuk belajar, rak buku kembar berbentuk spiral di kedua sudut menghadap ke luar jendela, serta kamar mandi yang bersih yang  beralaskan batu kerikil danau yang dipadatkan dengan semen. Semuanya sesungguhnya sangat bagus untuk ukuran sebuah tempat terpencil.

Puas mengamati kamarnya, Anneth membuka koper kemudian menyusun barang-barangnya pada tempatnya tersendiri. Sebenarnya Anneth tidak suka repot-repot  membawa banyak barang. Namun ayahnya memastikan agar ibunya memenuhi seluruh keperluan Anneth selama berdomisili disini.

Tiba-tiba senyum yang sedari tadi merekah sirna.

Hanya dengan memikirkan ibunya membuat Anneth sakit kepala. Pertengkaran mereka belum selesai dan akan terus seperti ini. Biarlah, Anneth tidak mau ambil pusing. Lebih baik menikmati hari-hari nya yang baru.

Urusan perang diam diantara ia dan ibunya dipikirkan belakangan saja. Masih ada liburan semester untuk mengurus itu. Kesusahan kemaren biarlah untuk kemaren, hari ini mari melihat-lihat dan berkeliling.  

Digantungkannya pasangan terakhir dari pakaiannya. Kemudian menumpuk buku-buku kesayangannya di atas meja bundar.

Melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan waktu hampir mendekati sarapan, Anneth pun bergegas ke kamar mandi untuk bersiap. Dia bisa melanjutkan beres-beresnya setelah berkeliling dan daftar ulang.

Tanpa ia sadari, mungkin saja kekacauannya akan menggangu calon teman sekamarnya. Tetapi Anneth terlalu enggan untuk mengakui bahwa etika berbagi kamar itu perlu.

Toh, selama ini dia terbiasa sendiri dan mandiri. Dan akan selamanya seperti itu.

_______________________________________

Suara gemericik air terdengar ketika kerikil-kerikil kecil jatuh dan membelah air danau berbentuk hati.

Gelombang air berbentuk bundar semakin melebar di tengah danau ketika benda padat tersebut mengantam permukaan air.

Makalehi [Próta]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang