Midnight Lucidity (Endgame AU)

204 20 7
                                    

And the arms of the ocean, so sweet and so cold
And all this devotion I never knew at all
And the crashes are heaven for a sinner released
And the arms of the ocean delivered me
-- Florence + The Machine, Never Let Me Go

Ribuan bintang menghiasi langit malam di sebuah pantai awanama. Jauh dari kawasan perkotaan, tak ada polusi cahaya yang mampu menandingi pendarnya. Sinar bulan mengintip dari balik awan kelam, seolah malu untuk meramaikan langit bersama bintang-bintang. Sementara itu, angin darat mendorong ombak untuk mencium bibir pantai. Pepohonan kelapa dan pasir berwarna senada dengan jelaga ikut berdesir diterpa angin.

Di tepi pantai, Anthony Sinisuka Ginting duduk beralaskan pasir bersama salah satu rivalnya, Viktor Axelsen. Butir-butir kehitaman melekat di celana pendek putih dan kaki pria berkulit sawo matang tersebut. Hanya hoodie abu-abu dan kaos hitam yang melindunginya dari suhu dingin. Tatapannya mengarah ke horizon, namun begitu kosong seolah ia sedang berada di tempat lain dalam imajinasi. Sementara itu, Viktor menghubungkan kerlap kerlip bintang di langit dalam konstelasi. Ia tak mempedulikan pasir yang mengotori kemeja putih dan celana denimnya.

Anthony memecah keheningan di antara dirinya dan Viktor. "I wish I could escape to another world, another time, or another universe. Just… anywhere else."

"Why? You've been through hell before. I'm sure you can live in this new world," jawab Viktor tanpa mengalihkan fokusnya dari langit.

Anthony tertegun, memikirkan beribu alasan sembari memandang horizon. Terlalu banyak kebencian di dunia ini. Terlalu banyak bencana. Terlalu banyak kesalahan yang sudah dia perbuat. Terlalu berat beban hidup yang dipikulnya. Ia butuh sandaran. Kawan-kawannya telah sibuk mengurusi hidup mereka sendiri. Orang tuanya takkan memahami. Ia tak ingin merepotkan orang lain. Ia ingin pergi saja, ke manapun itu. Mungkin ke semesta di mana Decimation tak pernah terjadi.

Di antara semua alasan tersebut, tak ada yang terucap oleh Anthony.

"I don't think I can, Vi," Anthony menundukkan kepala. Matanya terpejam sejenak. Kedua tangannya memijat kening yang tak pusing. "So many things have gone wrong and pretending otherwise doesn't solve the problem."

Viktor menghela napas panjang dan menyeka butiran pasir dari rambut pirang kecoklatannya. "You shouldn't think too much about what could've been. The past can't be undone. All you have to do now is survive."

"How am I supposed to survive when it feels like the whole world is against me?" Anthony meninju pasir di bawah tangannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Suaranya mulai serak. "No matter where I go, disaster occurs. I make too many mistakes and get hated for it. I thought I was doing fine, when in fact I'm just as messed up as the sand under our skin."

"Well, I'm here and the weather's fine, doesn't seem like there will be any storm soon."

"No, you're not! You-" Anthony menarik kerah baju Viktor, memaksa manik biru pria itu sejajar dengan manik hitamnya. "You're only inside my head. None of these are real, unless we're in a universe where I had more power over my life," Meski suaranya berapi-api, pemuda asal Cimahi itu tak sanggup menahan air mata. "I don't belong here, Vi. I'm supposed to be with you, instead of being stuck in the middle of fucking nowhere, waiting for the next disaster life's gonna throw at me!"

Sekawanan burung camar beterbangan jauh di atas kepala dua insan tersebut setelah Anthony berteriak.

"I'm- I'm truly sorry, Anthony," Raut muka Viktor berubah muram, seolah seluruh beban hidup Anthony turut dipikulnya. Ia mendekat hingga keningnya bertemu dengan dahi Anthony. "If I could, I would've done more than just messing inside your head," ucapnya dengan suara yang nyaris tertelan ombak, tanpa mengalihkan fokusnya dari Anthony.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

.the second sight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang