Aku bangun masih dengan kehampaan yang sama. Refleks mengusap-usap sebelah tempat tidurku yang sudah lebih dari dua minggu kosong. Aku kemudian mengecek ponsel kalau-kalau ada panggilan atau pesan masuk. Tapi nyatanya nihil. Kemana dia?
Masih dengan rasa kantuk yang amat sangat, aku berjalan menuju kamar anak perempuanku Aubrey Lee.
"Baby girl, ireona ppali ppali."
"Five more minutes, Mom. I need more sleep."
"Andwae! Wake up now."
Akhirnya gadis kecil berusia enam tahun itupun bangun juga. Ia merentangkan kedua tangannya memberiku isyarat untuk minta digendong. Begitulah Aubrey, anak bontot keluarga Lee ini sungguh manja pada kedua orangtuanya dan kedua oppanya.
Setelah beres membangunkan Aubrey, tugasku pun tidak selesai begitu saja. Masih ada dua oppanya yang juga harus dibangunkan.
"Nev, Brooklyn wake up Huge boys. It's already 6." Tidak ada respon dari kamar anak keduaku dan si sulung.
"Nevada Lee, Brooklyn Lee! Ireona ppali! Bangun sekarang atau Mom bilang ke Appa buat potong uang jajan kalian and no new gadget." Terdengar bunyi gedebugan dari kamar mereka.
"Already awake, Mom. Wait." Mereka menjawab bersamaan.
________________________________________
Anak-anak sudah dengan seragam rapi sedang menikmati sarapan mereka. Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Aubrey berlari kegirangan ke arah pintu. Seolah ia tau siapa yang baru saja membuka pintu.
"Appa... appa... appa is back." Aku dapat mendengar jelas suara riangnya menyapa sang appa.
"Aigoo... uri beautiful ddal."
Winner Lee Seunghoon akhirnya ingat jalan pulang setelah dua hari tidak pulang sama sekali Dan hampir satu bulan bekerja dengan ritme yang amat sangat menyebalkan bagi keluarga kami.
Sejak memberikan jawaban,"Yes, I will." Aku tahu betul resiko menjadi seorang istri dari entertainer sepertinya. Aku tahu mulai detik itu hidupku akan berubah. Aku paham dengan konsekuensinya. Tapi tetap saja, aku tidak menyangka akan semenyebalkan ini hidup bersama laki-laki yang selalu aku panjatkan dalam doaku."Good morning." Sapanya dengan riang, masih dengan menggendong si bungsu Aubrey, ia ciumi kedua anak lelakinya.
"Appa no. We already grown up. No popo." Brooklyn, anak kedua kami selalu protes jika dicium appanya.
"Wae? Nev, never complaints."
Brooklyn menghela nafas,"Kakak sama aku kan beda."
"Ye, araso."
Sampai akhirnya ia bersitatap denganku. Menggodaku dengan wink jailnya. Ia menurunkan Aubrey dan memintanya duduk. Kemudian ia mengambil tempat di sebelahku, membisikkan sesuatu,"My welcome kiss please."
Aku sengaja menghiraukannya karena masih kesal setengah mati. Tanpa diduga, is mengambil tangan kiriku dan mengecupnya sekilas saat anak-anak tidak memperhatikan. Apa-apaan ini. Batinku. Sungguh ia tidak berubah. Di usianya yang sudah kepala empat ini, ia masih saja playful. Namanya juga tukang kardus.
Aku memelototinya memberikan kode,"Jangan aneh-aneh deh. Nanti anak-anak lihat." Tetap saja ia masih menggenggam tanganku.
Sebenarnya bukan hal yang aneh juga di keluarga kami untuk menunjukkan rasa sayang dengan skinship. Namun, entah kenapa akhir-akhir ini rasanya aneh. Sejak awal, Seunghoon tidak pernah merasa canggung memelukku di depan anak-anak. Karena kami berdua meyakini bahwa anak-anak akan merasa lebih bahagia hidup di keluarga yang tidak merasa canggung dalam mengekspresikan perasaan."Already 8, kids. Let's go." Aku mengisyaratkan anak-anak untuk bergegas menghabiskan sarapan mereka.
Beginilah rutinitas pagiku. Dimulai dari memasak sarapan, membangunkan anak-anak lalu mengantarkan mereka menunggu bus sekolah. Terkadang ditambah menyiapkan keperluan suamiku untuk bekerja. Tapi untuk yang terakhir, selama hampir sebulan ini sedang absen. Aku hanyalah ibu rumahan biasa yang ingin selalu berusaha yang terbaik untuk anak-anakku. Sebenarnya, sebelumnya aku adalah wanita karir. Aku adalah seorang guru bahasa Inggris di sekolah anak-anakku. Ya, mereka bertiga bersekolah di tempat yang sama meskipun berbeda tingkat. Si kecil Aubrey masih berada di kindergarten, Nev telah masuk SMA tahun ini dan Brooklyn berada di kelas satu SMP. Oleh sebab suatu alasan, aku menyerah pada karirku. Lebih tepatnya dipaksa Lee Seunghoon untuk menyerah. Aku berhenti bekerja semenjak melahirkan Aubrey. Ada peristiwa traumatis yang membuat suamiku bersikeras memaksaku untuk berhenti bekerja. Dan sebagai istri yang baik, aku pun menurutinya.
"Why so early?" Appanya anak-anak protes.
"Oowww... you forget the schedule Dad. Emang jam segini kok." Si sulung Nev protes.
"Beneran jam segini? Appa beneran lupa deh."
...
...
...
"Honey, you stay here. I'm gonna send the kids to the bus stop." Perintahku padanya
"Wae? What about if I'm in? Sekali-sekali dong ikut antar mereka." Ia kembali protes.
"Your horrible eye bags say no. 2 harian ini udah tidur berapa jam? Lebih ngeri dari Mata panda gitu."
"Aku kan memang bukan panda, sayang. I'm a baby lion." Ia kembali melancarkan jurus winking yang menyebalkan itu.
"Iyain aja deh biar cepet. Pokoknya kamu disini aja jangan kemana-mana. Jaga rumah. Period."
"Alright. Appa stay. Take care kids. Love you." Sebelum benar-benar meninggalkannya di rumah, ku kecup keningnya. Aku bisa melihatnya tersenyum dari sudut ekor mataku. Kemudian samar-samar terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring. Ia pasti sudah kelaparan. Atau mungkin sangat merindukan masakan istrinya?
_________________________________________
Selepas mengantar anak-anak, aku memutuskan untuk mampir ke supermarket membeli beberapa kebutuhan dapur yang hampir habis.
"Hehh... Ceu, laki lu udah pulang? Eyke tadi liat mobilnya. Amankan bang Toyib?" Tiba-tiba ada yang menepuk punggungku dan nyerocos sana-sini.
"Udah tuh. Eyke tinggal di rumah sendirian."
Dwina Tomoyama, tetanggaku sekaligus sahabat karibku selama kurang lebih 20 tahun menetap di negeri ginseng ini. Awal pertemuan kami terjadi di KHU. Kami mengambil kuliah master di kampus yang sama meski berbeda jurusan. Dwina sampai saat ini masih menekuni karirnya di KBRI Seoul. Ia menikah dengan seorang warga negara Jepang bernama Haruto Tomoyama dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang seumuran dengan Nev.
"Lah... kok ditinggal di rumah sih, Ceu? Jangan dianggurin gitu sih. Entar dia pergi lagi elu galau baday kek kemaren."
"Elu sendiri, Ceu? Jam segini belum ngantor. Eh... btw ini eyke udah kelar belanjanya. Duluan ye. Entar Pak Bos bisa senewen kalo ditinggal lama-lama. Bye Keita eomma."
"Byeee..."