#9

454 37 2
                                    

Happy Reading^^

Crasssh!!

"A-apa?!"

Miya menatap dadanya yang baru saja ditembus oleh sesuatu, seperti sebuah tombak atau anak panah. Darah yang begitu deras mengucur dari sana.

Miya menatap sekitarnya. Tidak ada yang menyadari kalau ia baru saja diserang, karena semua orang sedang berbahagia. Beberapa kupu-kupu terbang mendekati mereka. Namun karena tak ada lagi energinya yang tersisa, kupu-kupu itu menghilang dan menjatuhkan Alisya.

Brukkk...

"Miya!!!"

Alucard yang terkejut karena putrinya hampir terjatuh dari ketinggian, semakin terkejut kala menatap Miya yang sudah terbaring lemah tak berdaya dengan darah di sekujur tubuhnya. Langsung saja ia berlutut, dengan Alisya yang ia gendong menggunakan lengan kanannya.

"Estes!!!" seru Alucard.

Tanpa menoleh, Estes menyahut menggunakan telepati, 'Ck! Aku sedang sibuk, Alucard'

"Rafa! Tolong..."

Rafaela datang tergesa-gesa ke arah mereka. Ia menggunakan sihirnya untuk menyembuhkan luka besar di dada Miya, namun tak ada respon darinya. Miya tak bernapas, jantungnya juga tak lagi berdetak karena telah tertembus tombak.

Alisya yang masih berada di gendongan Alucard mulai memberontak. Gadis kecil itu merentangkan tangannya ke depan, berusaha meraih tubuh Miya sembari menangis.

"Tenanglah, sayang... Masih ada ayah disini," ucap Alucard parau, merengkuh putri kecilnya yang menangis kencang. "Ayah... disini..."

Alucard tak dapat membendung air matanya lagi. Ia menangis bersama dengan putrinya di depan jasad Miya yang perlahan mulai memucat.

"Miya, bangunlah, kumohon... Aku tak bisa merawat Alisya sendirian..."

Rafaela menepuk bahu Alucard. "Ikhlaskan dia, Alucard. Ini semua sudah menjadi bagian dari takdir," ucapnya.

'Brengsek kau, Estes!'

~ o0o ~

Cuaca mendung mengiringi jasad Miya yang baru saja dikebumikan bersama para prajurit dan penduduk Land of Dawn yang juga tewas dalam perang.

"Maaa..." Alisya kembali menangis dan merentangkan tangannya ke arah batu nisan yang bertuliskan nama Miya.

Alucard hanya diam ketika Alisya mengalungkan tangan kecilnya di lehernya dan menangis di sana. Yang bisa ia lakukan hanyalah menepuk punggung putrinya pelan agar berhenti menangis.

Ketika Alucard berbalik meninggalkan makam tersebut, Alisya masih menangis dan mencoba meraih makam Miya. Namun gadis itu tak lagi memanggil Miya, melainkan Alucard yang menggendongnya.

~ o0o ~

"Aku pulang..."

Deheman singkat dari seorang pria dibelakangnya membuat gadis itu merinding seketika. Setelah mengunci pintu, Ia berbalik perlahan karena takut dimarahi oleh sosok di belakangnya.

"Darimana saja kau, Alisya? Tengah malam seperti ini baru pulang."

"A-aku dari kuil bulan, Ayah," cicit gadis itu, Alisya. "Sejak kapan ayah pulang?"

Sejak tadi pria itu menatap Alisya dengan tatapan tajam dan tangan yang di lipat di depan dada. Tanpa jubah, sehingga memperlihatkan otot-otot lengannya yang kekar. Ya, pria itu adalah Alucard, ayah Alisya.

"Aku sudah disini sejak sore tadi," jawab Alucard. "Dan aku tak menemukanmu di kuil bulan, ataupun makam ibumu. Aku sempat mampir kesana sebelum pulang."

Alisya semakin gelagapan. "A-aku..."

"Katakan yang sebenarnya atau aku akan mengirimmu ke Butterfly Palace!" ancam Alucard. "Oh, atau mungkin ke Nost Gal?"

Alisya menggeleng cepat. "Aku hanya berlatih bersama Lession, Lauren, Yagura, Claire, Rachel, dan Freyza di istana," ucapnya jujur. "Aku tertidur di istana karena lelah. Jadi aku pulang terlalu malam."

Tatapan Alucard melembut. Pria itu menghembuskan napasnya lega ketika mengetahui kalau putrinya aman. Karena selama 15 tahun terakhir, keselamatan Alisya-lah yang telah menjadi prioritasnya. Sejak kematian Miya, Alisya diurus oleh Chang'e di kuil bulan. Setelah Alisya sudah beranjak remaja, barulah Alucard membawa putrinya kembali ke Land of Dawn.

"Kalau begitu tidurlah, ini sudah malam," ucap Alucard lembut, membelai rambut Alisya sekilas, lalu beranjak pergi ke kamarnya. Tentu saja setelah Alisya mencium pipinya terlebih dahulu.

Namun tiba-tiba saja, Alisya memeluknya dari belakang dan mencicit, "Ayah, boleh aku tidur denganmu?"

~ o0o ~

"Ayah...." panggil Alisya.

Alucard menoleh ke arah putrinya yang duduk di depan meja makan, sedang menunggunya memasak. "Ada apa, sayang?" tanya nya.

"Apa balas dendam itu perbuatan yang salah?" tanya Alisya.

Alucard mengerutkan alisnya terkejut sekaligus heran. "Semua yang menyangkut tentang balas dendam itu salah, Alisya. Sekalipun jika niatnya baik," jawabnya. "Jika balas budi, itu baru perbuatan yang benar."

Alucard mendekat ke arah putrinya sembari membawa 2 buah mangkuk berisi sup. "Kenapa kau bertanya soal itu pada ayah?" tanya nya.

"Aku berpikir untuk balas dendam pada orang yang telah membunuh ibu," jawab Alisya. "Bagaimana dengan ayah? Apa ayah tak pernah memikirkan hal yang sama?"

Alucard membelai rambut Alisya dengan penuh kasih sayang. "Ayah ingin, sangat ingin membunuh orang itu," ucapnya. "Tapi aku tak menemukan orang itu selama ini."

"Ayah tau siapa orangnya?" tanya Alisya terkejut.

"Spear of Quiescence Moscov."

~ o0o ~

"Aku pulang..."

"Whoaaa!!! Apa itu skin barumu, ayah?!" pekik Alisya heboh. "Kau terlihat sangat mengagumkan!!"

Alisya mendorong Alucard agar duduk di kursi, lalu menatap pakaian baru yang dipakai ayahnya itu dengan pandangan kagum. Sedangkan Alucard sendiri hanya tertawa kecil menanggapi reaksi putrinya yang sedikit berlebihan.

'Skin ini cocok dengan punyamu, Miya. Andai kau belum pergi, bagaimana reaksimu, ya?' batin Alucard miris.

"Ayah? Ada apa?" tanya Alisya.

Alucard menatap putrinya, lalu menggeleng. "Tidak ada. Ayah hanya merindukan ibumu," jawabnya jujur. "Skin ini akan sangat cocok jika di sandingkan dengan skin miliknya."

Alisya pun memeluk ayahnya erat. "Aku juga merindukan ibu," cicitnya. Perlahan air mata meleleh di kedua pipinya. "Aku bahkan sudah lupa dengan wajah ibu," isaknya.

"Sayang." Alucard berusaha menenangkan putri tunggalnya. "Jika kau merindukan ibumu, lihatlah pantulan wajahmu di air yang tenang, kaca, atau cermin. Kau adalah bayangan dari ibumu. Wajahmu sangat mirip dengannya. Hanya saja, ibumu memiliki mata violet," ucapnya.

Alisya menggeleng pelan. "Tapi orang-orang bilang--"

"Jangan dengarkan mereka," potong Alucard. "Kau jadi semakin mirip dengan ibumu saja."

Alisya mengeratkan pelukannya. Ia ingin percaya pada Alucard, tapi ucapan yang dilontarkan orang-orang desa padanya membuatnya dilema. Siapakah yang harus ia percaya?

"Ayah, aku ingin membunuh orang itu bersamamu."

To be continued...

Forever AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang