#1

31 5 4
                                    

Aku memasuki sebuah bangunan di pojok kota tempat tinggalku. Tempat itu adalah surga akhir pekanku, dimana ribuan komik dan buku-buku fiksi lainnya terjajar rapih pada deretan-deretan rak toko.

"Hay, Lim. Kenapa baru datang?" Seorang menyapaku.

Laki-laki itu bernama Delta, dia adalah anak dari si pemilik toko ini. Sekaligus sahabatku selama sebelas tahun. Nama lengkapnya Erick Delta Elphani, tapi hanya aku yang boleh memanggil nama tengahnya. Entah karena apa, aku kurang paham.

"Ah maaf, aku ada urusan"

"Menguntit si laki-laki es itu?" Lagi-lagi dia mencemoohkan Felix, padahal Delta belum mengenal Felix secara keseluruhan. Hanya mendengarnya dari apa yang aku ceritakan.

"Aku tak pernah menguntitnya Del, dan tak akan pernah." Tukasku. Tau apa dia tentang Felix, dia saja berbeda sekolah denganku dan Felix.

"Terserah Lim, kau akan sakit hati dekat dengannya." Delta berlalu pergi keluar dari toko dan membenahkan syalnya untuk menutupi leher dari hawa dingin.

Dia sedang marah, entah karena apa. Belakangan ini dia agak moodswing, Tapi yasudahlah mungkin dia sedang ada masalah.

Aku kembali memilah dan memilih deretan buku yang berjajar rapih didalamnya.

Semua perhatianku terpusat pada sebuah komik di rak ujung. Tapi seseorang sudah mengambilnya. Peduli apa dengan orang itu, aku langsung merebut dari genggaman tangan laki-laki itu.

"Hey. Kau siapa?" Tanyanya.

Aku masih belum memperhatikan sang penanya. Karena masih sibuk membolak-balik episode yang terbit mingguan itu.

"Itu punyaku" aku berbalik mengahadapnya. Didalam balutan masker dan hodie hitamnya yang longgar aku masih bisa mengenali wajahnya. Dia adalah Felix.

Aku terperanjat kaget, jantungku berdegub sangat kencang. Tapi tenanglah Lim, didepanmu adalah Felix. Jangan mempermalukan dirimu sendiri. Bersikaplah tenang.

Kutarik nafasku dalam-dalam.

"Ah maafkan aku,..." aku mengembalikan komik itu dengan perasaan yang amat sangat malu. Seperti yang orang bilang, dia adalah manusia sedingin es dan sekeras batu. Tak ada sepatah kata apapun yang keluar dari mulutnya.

Aku tak sengaja berjalan dibelakangnya, karena hanya ada jalan searah untuk menuju ke pintu keluar. Dan ibarat berenang sambil minum air, aku bisa menikmati keindahannya dari belakang.

Felix mengambil komik dengan cover siluet merah dengan judul "The Darkness of The Angel" Ah dasar mulutku tidak tahan untuk memberitahunya bahwa komik itu kurang menarik.

"Hey," dia belum menoleh. Mungkin tidak.

"Aku pernah membeli komik itu. Dan aku menyesal membelinya, cerita yang monoton dan membosankan. Benar-benar tidak sesuai cover"

Terserah dia mendengarnya atau tidak tapi aku hanya memperingati atas pengalamanku yang kurang menyenangkan dengan komik itu.

"Jika kau suka dengan genre demons kau bisa membeli the sky reddened itu adalah satu yang terbaik dari semua genre demons yang kupunya"

Kulihat Felix tak mempedulikan apa yang aku katakan dan terus berjalan untuk membayar beberapa komiknya. Ah sadar diri Lim, Kau ini siapa berharap bisa berbicara padanya. Memang mustahil.

Keberuntungan apa yang merujukku sore ini? Satu tahun aku mengaguminya, dalam diam. Dan ini adalah kali pertama aku bisa berbicara padanya, meskipun tak ada tanggapan.

Jantungku masih berdebar kencang, bibirku tak bisa menahan senyum bahagia. Apa yang sedang direncanakan oleh Tuhan? Aku tidak sabar menantinya. Felix, Felix, Felix. Pikiranku benar-benar sudah terpusat padanya.

Memasuki penghujung bulan Desember, rintikan salju turut menghiasi kebahagiaanku sore itu. Aku berjalan sangat pelan sampai lupa waktu. Kupercepat langkahku menggunakan mode kelinci, karena tak ingin mendengar oppa mengomel.

"Bagus sekali," sergah seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.

Itu adalah kakakku, Jonathan Edbert Lim. Umurnya selisih dua tahun denganku. Dia itu perhatian, baik, bawel. Tapi tak pernah suka jika aku jalan dengan laki-laki selain dengan Delta. Aku tak begitu paham dengannya.

"Kenapa senyam-senyum?" Sepertinya dia menangkap sesuatu dari lagatku yang aneh. Dan pasti mode keponya akan mengintimidasiku, malam ini.

****

Annyeonghaseyo minna^^
Terimakasih sudah mau menyempatkan diri untuk membaca cerita gabuts saya. Hehehe😃😄

Jangan lupa komen yaa~
Biar tau kekurangannya dimana^^
Btw masih mau lanjut ga nih? Kalo ada saran langsung komen aja. Oke?😉
Sekalian promoin ketemen-temen kalian semua siapa tahu minat bacaa:)

Terimakasiih^^ dan sampai jumpa di chapter selanjutnyaa:)

Bersamamu Itu MustahilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang