CHAPTER 8 | PERJALANAN

85 52 12
                                    

  Masih setia, setia dengan
hati yang tersakiti menahan perih
dan rindu yang tak kunjung henti.
Dan, inilah aku.   ❞

-Suara hati, Ravindra
Pradipta Elvan Syahreza

-Suara hati, RavindraPradipta Elvan Syahreza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 8
PERJALANAN

Brumm... Brumm..

Gue dan Anin pun sampai di kampus, "Dah, turun lu!" ucap gue dengan membentak. "Iya iya, paansih gajelas " balas Anin dengan ketus.
"Yaudah kalo lu nanti udah selesai telpon gue aja, nanti gue jemput lu kok. Gue juga lagi ada jadwal kuliah, kalo lu kan cuma pingin ketemu tuh cowok. Jadi heran"

"Iiih... Kok ngatur. Serah Anin dong, jadi
herman"

"Dah-dah pergi sono lu."

"Hmmm" jawabnya singkat. Anin dan Arion, kalau gue ceritai kisah cinta mereka. Mungkin mereka bisa dibilang pasangan unik, Anin yang judes tingkat akut dan Arion yang kaku. Gue bingung kenapa dua mahluk seperti mereka yang hampir satu spesies bisa barengan. Ada lagi mereka yang sering banget ketemu, padahal kalo gue lihat mereka berdua ya tetep aja pada pendirian nya Anin yang judes dan Arion yang kaku, kalo mereka berduaan ya diem dieman. Kalo ada pasangan kayak gini, gue salut sih ama kalian.

Gue pun berjalan menyusuri koridor yang berada di kampus gue.

"Elvan...", terdengar ada seseorang yang memanggil gue. Gue pun melihat dari mana asal sumber suara itu. Dia, Rayn.

"Iya, kenapa?", tanya gue. "Lu udah gak papa kan. Gue khawatir, soalnya elu kemarin muka pucet banget."

"Udah kok, gak papa. Makasih ya"

"Lah kenapa?" tanya Rayn yang seperti kebingungan. "Ya gak papa. gue ngucapin terima kasih aja"

Dan Rayn pun menanggapi nya hanya dengan ber'oh' ria.

"Btw, lu sibuk gak malem ini? Kalo sibuk gak papa deh gak jadi", ucapan Rayn yang seperti ingin mengajak gue ke suatu tempat.

"Enggak kok, emang nya kenapa?"

"Beneran nih yah," Dari ekspresi Rayn saat mengucapkan itu dia terlihat sangat gembira. Dan, itu pun membuat gue teringat akan dia, Rissa, dengan wajah polosnya yang selalu ceria. Disaat gue bersama Rayn sepanjan ini gue selalu merasa bahwa ada kehadiran Rissa didekat gue, entah mengapa itu.

"Van.. Kok ngelamun?" Dan ucapan tersebut membuyarkan lamunan gue. "Iya, kenapa?" tanya gue. "Gimana, lu mau gak ikut gue?".

RR (1) - CHANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang