PROLOG

5.7K 454 25
                                    

From Clouds:
Ini udah agak ngendap lama idenya, tapi aku keburu gemes buat nulisnya. Semoga pembaca suka 🙇

Sebelum membaca, ff ini berada di rating mature selain dikarenakan nanti ada smut (uhuk) juga kata-kata kasar yang terkandung di dalamnya aaaand maybe randomly updated, tapi untungnya writer blocknya sekarang sudah diunblock(?). Untuk ff yang on-going segera menyusul.

Inspiration from songs: Sucker for Pain & You Don't Own Me (Suicide Squad album)

🎩🍮


Kawasan Gangnam malam itu tampak seperti biasanya, lampu berkelap-kelip menghiasi toko dan klub yang berada di tempat itu. Orang berlalu-lalang melewati jalanan Gangnam, melakukan kegiatan seperti biasa. Tidak ada yang aneh bagi mereka.

Namun, bagi pemuda ini, malam itu bagai mimpi buruk.

Kakinya terus berlari, tidak peduli banyak genangan air yang dilewati. Hujan menyapa kota itu tadi sore, membuat jalanan sedikit lembab. Apalagi ditambah gang-gang yang dilewatinya minim penerangan, tapi jika tidak begini dia tidak akan bisa melepas diri dari kejaran mereka. Berlari menuju keramaian akan semakin mempermudah mereka untuk menemukan dirinya.

Membuat keributan di tengah kota? Ide itu sempat terlintas di benaknya, tapi diurungkan karena ujungnya akan berurusan dengan polisi.

Melapor ke polisi? Itu lebih buruk, dia rasa polisi pun berada di pihak orang itu. Menyebalkan jika mengingat orang itu lagi. Kenapa kehidupannya harus berbalik 180 derajat seperti ini? Sebentar lagi, sebentar lagi dia harusnya lulus dan bisa membuka restoran sendiri. Namun, semua itu hanya tinggal mimpi.

Seseorang merenggutnya.

"Itu dia! Tangkap!"

"Sial!" umpatnya makin mempercepat langkah. Dia tidak ingat sudah berapa lama berlari, yang jelas sekarang tubuhnya perlu air untuk mengisi rasa haus yang menggerogoti tenggorokannya.

Langkahnya terhenti di ujung gang, berusaha menarik nafas dalam untuk mengganti pasokan udara yang terbuang ketika dirinya berlari. Naas, saat itulah mereka berhasil mengejarnya. Salah satu di antara kerumunan yang mengejarnya berhasil membuatnya tersungkur di tanah, dua orang di antaranya menahan di kedua sisi. Kakinya meronta-ronta, berusaha melepaskan diri, menendang siapapun yang mendekat ke arahnya.

Wajah pria-pria itu benar menjijikan baginya, mereka bagai serigala liar yang siap untuk menyantap mangsa dihadapannya. Bahkan salah satu di antaranya berbau alkohol.

"Enyah kalian bangsat!"

"Perintah adalah perintah, anak muda." Salah satu di antaranya bersuara, berjalan ke hadapan pemuda itu, menatap sejenak dari kepala hingga kaki. "Sayang sekali, kami hanya diminta membawamu, tubuhmu bisa laris di dunia bawah." Pria itu menyentuh dagu tawanan mereka, mengelus pipinya sejenak sebelum mendapat tendangan keras di selangkangan.

"Aku bukan untuk dijual!" teriaknya lantang.

Geram karena mendapat balasan menyakitkan dari anak muda di hadapannya, pria itu menyuruh anak buahnya untuk mulai menyerang. Tentu dengan senang hati dilakukan oleh para anak buah, ada yang bersiap ingin memukulnya dan ada yang bersiap ingin menyerangnya.

"Cukup sampai di situ."

Sebuah suara berat menginterupsi. Semua mata beralih ke belakang, tempat asal suara tersebut. Seseorang berdiri di sana dengan angkuhnya, pakaian begitu rapi dengan mantel yang tersemat di pundaknya. Sisi kanan dan kirinya dikawal oleh beberapa pria dan tentu penampilan mereka tidak amburadul seperti para kerumunan ini. Mereka semua berkelas.

Kerumunan itu terperangah melihat pria di hadapan mereka. Orang yang sangat jarang mereka temui untuk ukuran pekerja seperti mereka.

"Tentu kalian paham apa yang terjadi jika berulah di wilayahku," ucapnya menatap mereka satu per satu. Wajahnya begitu dingin, tidak tampak emosi sekalipun.

Tidak ada yang berani menjawab, semuanya masih terperanjat dengan hawa kehadiran pria tersebut. Mereka perlahan membuka ruang baginya ketika pria itu berjalan mendekati.

Manik matanya beralih pada pemuda yang kini ditahan oleh kerumunan tersebut. Seringai tipis kali ini tampak di wajahnya.

"Lepaskan pemuda itu dan kalian bisa pergi tanpa suara. Nyawa kalian kuampuni kali ini," perintahnya.

Mereka hanya mengangguk kikuk dan tanpa suara mulai meninggalkan pemuda itu. Tidak butuh waktu lama agar gang itu kembali sunyi, menyisakan beberapa orang. Salah satunya pemuda yang sekarang terduduk di jalan, sedang menatap garang ke arah pria di hadapannya.

"Sudah kubilang, kau tidak bisa hidup di luar sendiri." Perlahan ia menurunkan tubuhnya, berlutut menyamakan tingginya dengan posisi pemuda itu.

PLAK!

Tamparan keras dilayangkan oleh pemuda tan itu. Para pengawalnya hendak bergerak, namun diurungkan, ketika pria itu mengangkat tangannya untuk menghentikan mereka.

"Aku benci kau Oh Sehun!" Amarahnya memuncak hanya dengan kehadiran Sehun di hadapannya. Salah satu penyebab hidupnya berubah 180 derajat dan bahkan dia tidak sudi jika harus satu atap dengannya.

Walau mendapat tamparan keras dan omongan pedas, dia tidak marah. Oh Sehun tersenyum. Makin merasa bahwa pemuda di hadapannya benar-benar menarik.

"Jadi, kau lebih memilih untuk digerayangi pria-pria tadi?" Sehun menyentuh dagunya, menatap dalam ke manik coklat itu. "Aku bisa memanggil mereka lagi kalau kau mau."

Sesaat mereka menatap satu sama lain, tatapan Sehun begitu tenang sedangkan tatapan pemuda tan itu penuh dengan amarah, frustasi dan ketakutan.

"Fuck!" umpatnya.

"Yes, I can do that if you ask," balas Sehun menyeringai tipis yang semakin membuat amarah pemuda tan itu tersulut.

"Aku tanya sekali lagi, mana yang kau pilih Kim Jongin? Be mine or become their slut?"

Jongin tidak mau menjawab itu.

Pilihan yang diberikan dua-duanya bukan hal yang diinginkan. Kapan hidup pernah adil padanya? Oh, hidup pernah adil padanya ketika ayahnya masih berada di sisinya.

Sekarang jika diingat lagi, semua itu berawal dari sebulan lalu.

.

.

.

(to be continued)

You Don't Own MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang