Revita merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kedua matanya menerawang jauh menatap langit kamar yang bercat putih. Tiba-tiba saja pikirannya terarah pada kejadian di parkiran sekolah tadi.
Revita menarik napas dan mengembuskannya berulang kali. Dia menatap kedua tangannya dengan penuh tanya. Mengapa dirinya hingga kini masih setakut itu bertemu dengan laki-laki. Bahkan tubuhnya masih bergetar dan berkeringat hingga rumah.
Revita meraih ponselnya yang tak jauh dari sana. Jemarinya bergerak di atas layar untuk mencari deretan musik yang dapat mengalihkan semua pikirannya. Ia menekan tombol play dan ponselnya mulai mengalunkan sebuah lagu kesukaannya. Sepasang mata Revita mulai terpejam, terbawa alunan lagu yang membuat dirinya sedikit lebih tenang. Dan tanpa Revita sadari, ia akhirnya terlelap dengan sendirinya.
🍂
Pagi harinya, Revita telah siap berangkat ke sekolah. Gadis itu
melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Semilir angin pagi membelai wajahnya yang tak tertutupi kaca helm. Di sepanjang perjalanan, anak itu terus bersenandung, menyanyikan lagu apa saja yang berada di dalam kepalanya. Namun pada pertengahan jalan, motor Revita tiba-tiba oleng, nyaris membuat dirinya mencium aspal. Untung saja kedua kakinya dengan sigap menahan motornya. Revita pun terpaksa turun untuk melihat apa yang terjadi pada motor itu."Astaga! kenapa harus sekarang?" Revita berdecak kesal kala melihat ban belakangnya bocor dan ada satu paku berkarat yang menancap di sana. Jarak tempatnya ke sekolah pun masih sangat jauh. Revita langsung melepaskan helm di kepalanya, dan ia kaitkan di kaca spion. Karena, mau tidak mau, Revita harus menuntun motornya untuk mencari tempat tambal ban terdekat. Namun nyatanya, sudah lebih dari sepuluh menit Revita berjalan, ia sama sekali tidak menemukan tempat tambal ban.
Revita berkali-kali menyeka keringatnya yang mulai membanjir pada area wajahnya yang memerah. Napas Revita pun mulai sedikit tersenggal karena beban mendorong motornya yang lumayan berat. Dan beruntungnya cuaca pagi ini belum begitu panas. Namun tenggorokannya sudah terasa sangat kering. Gadis itu mulai mengeluh di setiap langkahnya.
"Perlu bantuan?"
Revita tersentak bukan main mendengar suara berat yang tiba-tiba berada di dekatnya. Revita pun tanpa sadar melepaskan cengkeraman tangannya pada stang motor. Sehingga motornya kini ambruk begitu saja.
"Astaga!" Orang itu terkejut bukan main. Melepas helmnya, lantas berlari cepat menolong motor Revita.
Setelah mengambil alih motor Revita, Orang itu menatap Revita dengan kening yang mengerut dalam. Sepertinya sedang mengingat sesuatu.
"Lo ... cewek yang ketemu gue di parkiran kemarin, kan?" tanyanya pada Revita untuk meyakinkan ingatannya.
Revita sedikit mendongak, lalu kembali menunduk setelah mengetahui rupa orang di hadapannya.
"Iy-iya, Kak!" jawab Revita takut.
Orang itu menaikkan satu alis tebalnya lalu berkata, "Lo kenapa takut gitu sih lihat gua? Gua cowok ganteng dan baik hati loh," lanjutnya penuh percaya diri.
Di bawah kepala yang tertunduk dalam, wajah Revita kini seperti seorang mayat hidup. Lebih tepatnya pucat pasi. Kedua tangannya terus meremas sisi rok seragamnya dengan kuat.
"Woy!" Cowok itu menjentikkan jarinya di depan kepala Revita.
Revita kembali tersentak. Dengan seribu keberanian, Revita akhirnya mendongak untuk menatap cowok yang menjulang di hadapannya. Sepoian angin kecil membuat rambut serta ujung pakaian Revita menari terbawa gerakan angin.
"Wajah gue kayak setan, ya? Kok lo takut amat liat gue?"
Revita menelan salivanya dengan susah payah. Kemudian kepalanya menggeleng cepat sebagai jawaban. Jantung Revita mulai berdetak kencang, sampai-sampai Revita bisa mendengar detak jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO (COMPLETED)
Novela Juvenil"Sepasang luka yang bersemayam di balik tawa." °°° Revita, gadis berusia tujuh belas tahun yang menganggap cowok tak dikenalinya sebagai sosok monster yang menakutkan. Selama rasa takut itu tumbuh di dalam dirinya, sel...