Cukup

49 1 0
                                    

Pinginnya sih nulis pnjang2 ttg alesan aku nulis ini dan harapan2ku ke kalian yang mau baca. Tpi kutahu kalian pasti skip langsung ke ceritanya. Jadiii yaa, HAPPY READING



Aku menyisir rambutku untuk yang ke 108 kalinya. Entah aku yang bangun terlalu pagi atau memang waktu yang berjalan begitu lambat, hingga saat ini tetangga balkonku itu belum juga membuka balkonnya pagi ini. Dia baru saja kembali dari Bandung tadi malam. Tapi selelah apapun dia, tidak pernah tidak menyapaku walau hanya sekedar hai. Sampai derum suara motor vespa yang sudah dimodifnya menyentakku. aku segera menuju balkon untuk membuktikan apa benar ia meninggalkanku pagi ini. Dengan masih keadaan syok, aku merampas tasku yang sudah rapih segera menuju ke ruang makan.


"Bi Inaaahh... Biiiiiii" teriakku seantero rumah. Ayah yang tengah mencoba memakai dasinya menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. "lah Yah... kok tumben pakai dasi by yourself? Bunda mana? oh iya si Karin juga belum keluar kamar, ga telat tuh dia?" ocehku seraya mengoles sehelai roti tawar kupas yang kuambil dari piring.


"Ra.. apa kamu lupa, kalau cuma tinggal kita berdua dirumah ini?" pertanyaan Ayah seakan menarikku kembali ke dimensi lain, maksudku dimensi yang sebenarnya.

Oh Tuhan. Roti berselai strawberry yang semula begitu lezat di mulutku sekarang bagai mati rasa. melihat wajah ayah yang menampakkan guratan kesedihan membuatku dirundung rasa bersalah.


"OH IYAAA... Gantara lupa" tawaku menggema dalam suasana yang tak bisa kujelaskan ini. Ayah menatapku sedih dan aku pun menampilkan senyum terbaikku yang selalu kupaksakan 3 bulan belakangan ini. "by the way, Ayah antar Gantara ke sekolah kan?" Tanyaku.

"Iya, tapi Ayah masih belum bisa pakai dasi sendiri" kan Bunda yang selalu pakain. aku tertawa kecil lalu membantu Ayah memakai dasinya.


Sejak saat itu aku yakin, kelancanganku yang menginterupsi hakim saat sidang jatuh hak asuh tidak sia-sia. karena aku tau Ayah ga seburuk yang bunda pikir.

 karena aku tau Ayah ga seburuk yang bunda pikir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Ayah melihat seragamku dengan seksama.

"Ra.. mobil masih dibengkel. Kita naik motor aja ya?" Aku hanya mengangguk seraya tersenyum sebagai jawaban.


Kunikmati angin sepoi-sepoi yang membelai lembut wajahku yang dihiasi linangan air mata. Aku adalah salah satu orang yang jarang menangis, hampir tak pernah. Namun semua berubah sejak tiga bulan lalu. Benar-benar merubah hidupku. Kuhapus jejak air mata yang tak kunjung berhenti ini dengan punggung tanganku. Untung ga pake apa-apa lagi ni muka,hehe.


"Ra" panggilan dari Ayah membuatku tersentak dan segera menglap wajahku.
"Iya,yah?"

"Kok 'iya,Yah?' Ini sudah sampai" sebegitu beratnya lamunanku pagi ini hingga perjalanan 20 menit ini tidak terasa.

"Maaf,Yah. Tadi Gantara melamun,hehe" ucapku setelah turun dari ninja milik Ayah.

"Yaudah. Kamu yang fokus belajarnya. Biar bisa jadi dokter yang hebat nanti. Assalammualaikum" nasihat ayah begitu mengelus puncak kepalaku.

RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang