Wild

18 1 0
                                    







Read it, hope u enjoyed :)





Rabu pagi begitu menyebalkan and ruining my mood. Pagi ini aku telat. Tidak sepenuhnya salahku tentu saja. Ayah yang membangunkanku dengan tiga kali ketukan dan satu panggilan, tidak semudah itu membuatku rela bangkit dikamarku yang nyaman ini.


Kutatap diriku dicermin seraya menggulung kedua lengan seragam olahragaku hingga lebih pendek. Begitu juga dengan ujung celananya. Menguncir rambut asal dan kembali melirik handphone putihku yang menampilkan map rumahku.

"Shit! Udah di depan abang ojol nya"


Aku meraih ransel dan hp ku. Memakai sepatu asal dan berlari keluar kamar. Kulirik DW dilengan kiriku menunjukkan pukul 6.20.

"Masih ada harapan sih ini, kalo abangnya ngebut" aku menenteng papperbag yang beriskan baju ganti dan hal lainnya yang kubutuhkan setelah olahraga yang menyita 3 jam pelajaran.



Mengunci rumah, dan berlari menuju pagar. Setelah kupastikan terkunci, aku melihat Tante Jeha yang tengah menyirami bunga sambil tersenyum lembut menatapku.

"Telat banget lho, Ra. Hati-hati yaa bang jangan ngebut banget" Ucap tante Jeha yang membuatku nyengir menampilkan deretan gigiku.

"Tante pikir kamu udah berangkat, soalnya kan Axel bilang udah denger suara motor Ayah kamu tadi" lanjutnya.

"Iya nih tan, hehe. Assalammualaikum!!" Ucapku selesai mengaitkan pengait helm berwarna hijau ini.





Disinilah aku, berlari mengelilingi lapangan basket di putaran ke 3 ku. Setelah sebelumnya Pak Samsul menginterogasi alasan aku terlambat. Beliau bilang aku beruntung, karena hari ini beliau yang berjadwal piket. Kebetulan juga hari ini mengambil nilai.


"Semuanya mendekat sini!" Perintah Pak Samsul dengan sedikit teriak dari pinggir lapangan. Setelah meniup pluit yang memekakan telinga itu.

"Awwh" ringisku begitu merasa seseorang menyenggol lengan kiriku.

Biasanya aku tidak se lemah ini. Tapi pagi ini aku benar-benar tidak bertenaga. Aku melirik ke arah kiriku seraya memegang bagian yang kurasa sakit.

"Ya Allah, Ratu. Maaf yah gue bener-bener gak sengaja,Ra. Aduh sumpah maaf banget. Aduuh... lo marah ya?" Aku sedikit mengangkat ujung bibirku melihat kepanikannya yang berlebihan. Oh aku ingat! Yang kemarin menyapaku di loker belakang kelas.

"Eh iya gapapa. Santai" potongku sambil memberanikan diri menyentuh pundak kanannya dengan tangan kiriku. Masih tanpa senyuman


Terkejut. Dia dan beberapa anak di dekat kami terkejut. Aku menoleh sebelum menurunkan tanganku kembali. Iya. Aku di tahun lalu tidak mungkin se ramah ini saat orang lain menyentuhku. Aku akan meneriakinya dan mungkin berkata kasar. Aku juga merasa aku berubah. Bukan hanya mereka yang terkejut saja. Aku juga terkejut.

"E-eh iya.. hmm yaudah yuk duduk aja" ucapku berjalan duluan meninggalkan dia dan beberapa orang yang masih kikuk.



Aku duduk meluruskan kaki ku di kerumunan paling belakang yang membuatku bisa melihat wajah Pak Samsul yang tengah mengabsen di depan sana tanpa harus mendongak. Kuambil handuk kencil dari kantong celanaku. Mengelap pelan keringat ku yang sedikit membuatku tak nyaman.

Kulihat seseorang duduk disebelahku dan membuatku membeku. Kikuk. Kemudian menatap lurus kedepan. Berpira-pura memerhatikan Pak Samsul mengabsen.

"Kok telat?"

Sejak kemarin melihat Axel di balkonnya, aku belum berbicara dengannya lagi. Karena beberapa malam terakhir ini tidak ada lagi sesi obrolan di balkon kami yang bersebrangan. Tidak ada lagi notifikasi dari line yang menyuruhku membuka pintu balkon. Tidak ada lagi.

RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang