Empat

31.9K 1.4K 58
                                    

Suara tawa dan kecipakkan air terdengar kian mendekat. Om Raga melepas ciuman kami, dia tersenyum menatapku dengan dalam.

Mengusap bibirku dengan lembut, aku memejamkan mata saat satu tangan Om Raga masih meremas dadaku. Tanpa kata, aku tahu Om Raga sangat menginginkanku. Begitu juga aku.

Om Raga menurunkanku dari pangkuan, dia juga menarik tangannya setelah berhasil membuatku mendesah saat Om Raga mencubit putingku. Sedetik setelah itu, para Tante dan Om ku sampai.

"Eh... apa yang kalian lakukan di sini?" Tante Hera memicingkan mata, menatap kami berdua dengan curiga.

Aku melirik sekilas, lalu menundukkan kepala. Wajah terasa panas, jantung berdebar dengan sangat berisik.

"Dara terkilir."

Aku mendongak cepat, menatap Om Raga dengan bingung. Sedangkan Tante Dewi mengomel, mengatakan aku ceroboh dan banyak lagi.

"Tidak parah Wi, kamu tenang saja."

Tapi Tante Dewi tidak peduli, dia tetap mengomel dan berlutut hendak memeriksa kakiku.

"Tidak apa-apa Tante. Tidak sakit kok." Kataku cepat. Mencegah Tante Dewi melihat kebohongan Om Raga. Bisa gawat kalau mereka semua tahu Om Raga berbohong. Bisa-bisa mereka menuntut jawaban jujur dariku.  "Adu... duh. Tante sakit!" Aku berteriak, ya ampun ternyata kakiku benar-benar terluka.

Kenapa aku bisa tidak menyadarinya?

Apa karena aku terlalu terbuai oleh Om Raga?

Sepertinya iya. Karena sentuhan Om Raga membuatku berkali-kali tidak sadar.

"Haduhh... Dara, kamu kok ceroboh sekali sih." Tante Dewi mengeluh, tangannya bergerak seakan ingin menyentuh luka di kakiku, tapi di tahannya karena tidak ingin membuatku kesakitan.

"Maaf, Tante."

Tante Dewi terlihat geram, dia menunjuk kakiku pada Om Dewa yang jelas-jelas sudah ikut berjongkok di sisinya. "Ada obat enggak?" tanya Tante Dewi.

"Ada di mobil." Tante Hera menjawab, dia ikut berjongkok di depanku.

"Kamu naik ya, obati kakinya. Abis itu baru main lagi," kata Tante Hera lembut, dia merapikan helai rambutku.

"Enggak usah turun lagi, setelah di obati kamu duduk aja di sana, tunggu Tante dan yang lain ke atas," sela Tante Dewi memberi pelototan padaku.

"Ya Tante, Dara masih mau main."

"Enggak bisa sayang. Nanti kaki kamu gak sembuh-sembuh." 

"Nanti aja ya di obatinya, Dara mau di sini." Aku menatap Tante Dewi dengan wajah memelas. "Enggak terlalu sakit kok, Tan. Cuman sakit dikit aja."

Tante Dewi menatap Om Dewa, luka di kakiku. "Baiklah. Tapi kamu duduk di sini saja. Kalau mau naik bilang ya," ucap Tante Dewi setelah menghembuskan napas panjang.

Aku berseru kegirangan. Mengepalkan tangan dan mengangkatnya tinggi. "Siap, Tante." Memberi hormat pada Tante Dewi aku terkekeh saat pipiku di cubitnya.

"Ingat jangan banyak gerak." Tante Dewi kembali mengingatkan sebelum meninggalkanku.

"Jangan nakal, Dara."

Aku mengangguk saat Tante Hera dan yang lainya berpesan sebelum meninggalkanku juga.

"Om gak pergi." Aku menoleh, menatap Om Raga yang tidak merubah posisinya, tetap duduk di sampingku dengan tenang. Gelengan Om Raga membuatku tersenyum. "Mau nemenin Dara, ya."

Om Raga kembali mengangguk, dia merangkul bahu dan menariku bersandar ke batu besar di belakang kami.

Aku menahan napas, jantung berdebar dengan hebatnya. Melirik Om Raga, aku tersenyum malu. Lalu cepat-cepat kembali menoleh ke arah para Tante dan Om ku yang bermain di bawah air terjun. Mereka tampak sangat menikmati siraman air deras itu, membuatku cemburu setengah mati.

Om Raga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang