***
Uli sudah sampai di rumah majikannya sejak beberapa saat yang lalu tapi tak ada satupun yang membukakan gerbang yang menjulang tinggi di depannya ini. Kernyitan pada keningnya cukup membuktikan kalau Uli mulai merasa bosan.
Uli tidak tahu ke mana security yang biasanya berjaga di dekat gerbang.
Penyesalan tiba-tiba menghampirinya ketika ia lupa meminta nomor telpon Kela.
Uli menghela napas. Kemana kira-kira penghuni rumah ini?
Sebelum pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, bunyi klakson mobil mengejutkan Uli. Ia menolehkan kepalanya. "Minggir!" ucap si pemilik mobil dengan dingin.
Uli mengernyit tidak suka. Tapi tak urung dirinya berpindah tepat ke samping mobil itu. "Siapa kamu?" tanya sosok yang sedang memakai kaca mata hitam. "Sedikit menjijikkan." batin Uli.
"Anda yang siapa?" bukannya menjawab pertanyaan si pemilik kaca mata hitam, justru Uli juga ikut mengajukan pertanyaan yang sama.
Decak kesal begitu terdengar di telinga Uli. Ia sama sekali tak suka mendengar nada meremehkan dari orang itu.
"Saya tanya sekali lagi, siapa kamu? Pemulung atau pengemis?" tanya si lelaki dengan sarkas. Ingin sekali Uli tertawa terbahak-bahak. Sekali lagi dirinya bertemu dengan manusia sombong yang hanya menilai seseorang dari penampilan saja.
Uli mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Kenapa saya harus menjawab pertanyaan anda, tuan?" tanyanya.
Uli bersorak dalam hati ketika dirinya melihat si sombong mengeraskan rahang. "Astaga! Mudah juga membuat orang ini tersulut." Uli terkekeh pelan. Kini ia bisa dengan bangga menyombongkan diri.
Tapi tiba-tiba raut wajah sedingin es itu menampilkan senyum yang bisa membuat Uli diabetes. Astaga!!! Uli yakin Sera pasti mangap-mangap karena keasyikan memperhatikan senyum lelaki ini. Namun mata kurang ajar si laki-laki berhasil membunuh kekaguman Uli akan senyum manisnya. Uli menyilangkan tangan demi menutupi aset yang membusung di dadanya. "Eh itu mata nggak pernah di sekolahin ya?!!" bentaknya. Uli merasa dirinya baru saja ditelanjangi oleh laki-laki yang kini dijulukinya sebagai si mesum.
Adalah Danar Gafindo, ya itu nama lelaki yang sejak tadi bersikap menyebalkan pada Uli. Dia yang baru saja kembali dari luar negeri langsung saja ke rumah Kela untuk melihat satu-satunya perempuan yang sampai saat ini masih dicintainya itu.
"Kurang ajar banget kamu ya?!!" hardiknya. Tapi Danar bersikap semakin menyebalkan. Pintu mobil terbuka. Danar semakin berani menatap Uli dengan senyuman yang memang disengajakannya semanis mungkin tetapi dengan mata yang terlihat sangat kurang ajar.
Uli geram. Maka di detik berikutnya perempuan itu gunakan untuk menginjak ujung sepatu pentofel Danar hingga terdengar desisan dari si pemilik sepatu. Uli puas. Tak segan dirinya menampilkan senyum kemenangan. "Masih berani kamu?" tantangnya.
Danar menyeringai. Kali ini Uli yang mendesis. Dirinya sama sekali tidak menyukai cara Danar menatapnya. "Kamu pikir aku takut sama kamu?" teriak Uli. Dia benar-benar ingin mengarungi Danar lalu membuangnya ke rawa-rawa.
Melihat tingkah berani ini, tentu bukan hanya Uli yang geram tapi juga Danar. Sesungguhnya, Danar sangat ingin mencekik si perempuan sok hebat di depannya ini. "Kamu..."
"Den!" belum sempat Danar menyelesaikan kalimatnya tapi suara seseorang memaksanya memalingkan wajah. "Ada apa Mang Ujang?" tanyanya dingin. Untung saja si Mang Ujang, security di rumah ini sudah terbiasa dengan sikap adik sepupu majikannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Fashion (Completed)
Chick-LitNamanya Faulie. Pengasuh atau babysitter adalah pekerjaan yang amat sangat dicintainya. Siapa sangka pertemuan itu berhasil membuat Danar merasakan jantungnya berdetak hebat hanya karena Uli menyanyikan lagu pengantar tidur untuk keponakannya?