Part 11

66 4 4
                                    

-Jessy POV

Hari sudah pagi dan cahaya matahari yang menembus kamarku lewat jendela membuatku harus membuka mataku. "ugh sudah pagi saja." Kesalku. Lalu aku melihat Austin masih tertidur dengan posisi memelukku. "Hey, tin. Bangun." Aku pun membangunkan Austin dengan menepuk pipinya pelan. "Hey, kau sudah bangun rupanya. Good morning princess." Ucapnya dengan nada khas bangun tidur sambil tersenyum padaku. "Good morning, Austin." Balasku. "Sarapan yuk, aku lapar nih." Kata Austin. "Kamu ih..... baru bangun udah minta sarapan aja. Ya udah, tapi gendong aku ya." Candaku. "Haha baiklah." Austin pun berdiri dari posisi tidurnya dan mengendongku ala bridal style.

"Austin, turunkan aku. Aku hanya bercanda tau." Ujarku. "Ga ah." Sahutnya sambil menjulurkan lidah ke arahku. "Dasar.... tin, turunkan aku ga ?" Paksaku. "Aku akan turunin kamu cuma kamu harus cium aku dulu." Candanya. "Ih ogah aku cium kamu. Dasar Austin genit." Ucapku.

-skip selesai sarapan dan mandi-

-Di ruang musik-

"Jess, mau latihan ga ?" Tanya Austin padaku. "Iya. Bentar lagi deh." Jawabku. "Ayolah. Kamu mau penampilan kita ga sempurna ?" Tanyanya lagi. "Iya iya, aku latihan dah." Jawabku dengan nada malas. "Okay deh." Kata Austin bersemangat. Aku pun memainkan pianoku dan Austin bermain gitar akustiknya.

I remember what you wore on the first day

You came into my life and I thought hey

You know, this could be something

'Cause everything you do and words you say

You know that it all takes my breath away

And now I'm left with nothing

So maybe it's true that I can't live without you

And maybe two is better than one

But there's so much time to figure out the best of my life

And you've already got me coming undone

And I'm thinking two is better than one

I remember every look upon your face

The way you roll your eyes, the way you taste

You make it hard for breathing

'Cause when I close my eyes and drift away

I think of you and everything's okay

I'm finally now believing

Then maybe it's true that I can't live without you

And maybe two is better than one

But there's so much time to figure out the best of my life

And you've already got me coming undone

And I'm thinking two is better than one

I remember what you wore on the first day

You came into my life and I thought, hey (hey, hey)

Maybe it's true that I can't live without you

Maybe two is better than one

There's so much time to figure out the best of my life

And you've already got me coming undone

And I'm thinking, ooh, I can't live without you

'Cause, baby, two is better than one

There's so much time to figure out the best of my life

But I'll figure out with all that's said and done

Two is better than one, two is better than one

 Aku menyelesaikan permainan pianoku setelah aku dan Austin selesai bernyanyi. "Lumayan bagus suaramu tin." Pujiku pada Austin. "Terima kasih Jessy atas pujiannya. Aku jadi terharu nih." Kata Austin dengan lebaynya. "Aku tarik lagi ucapanku yang tadi." Candaku dengan suara yang sedikit serius. "Jessy....... kau kok jahat banget sih......." Kata Austin dengan nada kecewa. "Biar saja. Sekali kali jadi jahat kan bosen kalau jadi baik terus." Kataku sambil tertawa.

Segera, Austin mengendongku lagi dan membawaku ke sofa. Austin berada di atasku dan beruntung aku tidak di tindih olehnya. "Kau harus menerima hukuman dariku Jess." Kata Austin sambil menatap tepat di mataku. "Sampai kapanpun, aku berani dengan hukumanmu, Austin Mahone." Ucapku. "Oh iya, bagaimana kalau hukumannya ini ?" Tanya Austin sebelum aku merasakan bibir Austin terpaut dengan bibirku dengan lembut. Aku pun terkejut dan tak menyangka bahwa Austin se agresif ini. Dia merebut first kissku dan sekarang aku tau semua perasaannya terhadapku lewat ciuman ini. Austin menyukaiku. Tapi sampai kapan pun, aku tak bakal suka dengannya.

Austin pun melepas ciumannya. "Sekarang kau tau kan perasaanku terhadapmu ?" Tanya Austin dan aku hanya mengangguk. "Tapi, aku sudah jujur padamu kan kalau aku tidak suka kamu ?" Tanyaku balik. "Sudah ku bilang, akan ku buat kau mencintaiku." Jawabnya meyakinkanku. "Sampai kapanpun aku tak bakal suka padamu." Ucapku meyakinkannya kalau aku tak bakal jatuh cinta pada Austin. Jangankan Austin, Justin pun aku tak sudi. "Ternyata kau keras kepala juga ya." Ucapnya lalu pergi meninggalkanku di sofa.

-To be Continued-

Hi hi hi. Akhirnya aku update juga Triangle Lovenya xoxo. Sorry ya aku lama ga update, soalnya aku sibuk sama urusan sekolah dan yang lain lain. Ini aku dedikasikan buat seseorang *asekk wkwkwk* Gara gara dia, aku semangat buat nulis lagi. Jangan lupa Vote + Comment ya :)

Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang