Chapter 2

29.5K 1.3K 24
                                    

Malam ini, Starla sedang duduk dibalkon kamarnya. Menatap langit yang sedikit bersinar karena cahaya dari bulan yang menyinar, dimeja hadapannya terdapat ponsel dan juga buku diary miliknya, tidak ada makan malam keluarga yang seperti biasanya dilakukan bersama keluarganya, tidak ada mamanya yang berteriak memintanya turun untuk makan.

Starla hanya bisa memendam kerinduan yang bagai samudra itu sendirian didalam hatinya, mungkin biasa saja bagi mereka yang terbiasa. Tetapi tidak dengan Starla yang beberapa bulan ini merasa sendirian, Starla bukan orang terkuat dibumi tetapi Starla berusaha menjadi perempuan kuat dimata Tuhan.

"Non Star makan!"

Terdengar teriakan pembantunya dari bawah, Starla memejamkan matanya sejenak lalu bangkit dari duduknya, dengan piyama volkadot pink yang melekat pada tubuhnya Starla  keluar dari  kamar.

Sampai dibawah mata Starla menelusuri meja makan yang benar-benar kosong, hanya ada satu piring makanan yang disiapkan Bi Asih. Lagi-lagi Starla harus menahan sakitnya sendirian, Starla duduk dikursi meja makan lalu melahap makanannya sesegera mungkin.

Butuh waktu 7 menit bagi Starla untuk menyelesaikan makannya, ia meletakkan piring bekas makannya diatas wastaffel cuci piring kemudian kembali kekamarnya melewati anak tangga satu persatu.

Masih jam 19:30, masih terlalu sore untuk Starla, Menghilangkan Badmood Starla mengambil Playstationnya memainkannya sendiri tanpa ditemani Aron lagi, biasanya jika Star bermain playstation papanya selalu ikut disampingnya, berusaha meluangkan waktu atau segera menyelesaikan pekerjaannya hanya untuk bisa menemani gadis itu.

Starla benci dirumah, dirumah. Ia  selalu mengingat kebersamaan keluarganya. Starla mengambil hoodie yang menggantung digantungan bajunya kemudian memakainya, ia mengambil ponsel dan dompetnya lalu keluar kamar.

Ia berjalan menuruni anak tangga satu persatu, tiba dipintu utama, kaki Starla berhenti melangkah. Ia diam saat Aron masuk rumah dengan menenteng tas kerjanya, papanya tersenyum menatap Starla yang memakai hoodie berwarna kuning kunyit itu. Starla memasang wajah datarnya, tidak ada niat untuk membalas senyuman Aron.

"Mau kemana?" Tanya Aron mendekati Starla.

"Mau ke apart," Balas Starla singkat.

Kening Aron mengernyit dalam, "ngapain kesana?"

"Boleh Star tinggal disana?"

Raut wajah Aron berubah menjadi pias, ia duduk disofa ruang tamu. Menyandarkan tubuhnya dengan lelah disandaran sofa

"Harus banget ya Star tinggal di apart?" Tanya Aron, sungguh hatinya benar-benar merasa sakit. Aron merasa Starla tidak nyaman lagi berada dirumah ini. Ya, Aron merasakan itu.

Starla menoleh pada papanya, ia menghembuskan nafas kasar.

"Star pengen sendirian," Ujar Starla.

"Star.... papa cuma pengen sama kamu," Lirih Aron.

Mati-matian Starla menahan air matanya yang hendak mengalir, ia tidak kuat melihat wajah lelah papanya dan mungkin tersayat rasa sakit dihatinya, Starla tau ini semua bukan salah papanya. Papanya yang menjadi korban mamanya disini

"Papa nggak punya siapa-siapa lagi Star...." Aron menjeda, "papa janji sayang, papa janji untuk luangin waktu buat Star," Ucap Aron menegakkan tubuhnya.

Starla tidak kuat, air matanya sudah mengalir bebas melewati pipi tirusnya. Ia memejamkan matanya berusaha menghilangkan rasa sakit didadanya, rasanya Starla terlalu lemah saat ini.

"S-star capek kalau harus dikelilingi kenangan-kenangan keluarga kita...." lirihnya pelan

Aron mendekati putrinya, ia mendekap tubuh mungil Starla erat. Starla anak satu-satunya yang Aron punya, selain Starla Aron tidak punya siapa-siapa lagi, hanya Starla satu-satunya harapan hidupnya.
Ia mengelus punggung Starla, sesekali mengecup puncak kepala Starla.

Starla terisak pilu didepan papanya.

"Star mau apapun pasti papa berikan, asal Star jangan pergi dari sini...."

"Star nggak bisa pa......" lirih Starla didalam dekapan Aron.

Aron menggeleng cepat, "Star harus jadi gadis kuat, Star anak papa. Papa nggak pernah ngajarin Star jadi anak yang lemah, Star tetap disini dengan papa....."

Starla melepas pelukannya, ia mendongakkan kepalanya menatap papanya dengan mata sembab.

"Tapi Star boleh minta sesuatu sama papa?"

Sontak Aron mengangguk antusias, apapun. Apapun untuk Star Aron akan turuti

"Star bakalan pergi kalau papa masih pentingin kerjaan papa."

***

Entah ada angin apa Angkasa datang pagi-pagi sekali, cowok itu melepas helm full face miliknya kemudian berkaca pada sepion motornya, ia menyisir rambutnya dengan jari jemari panjangnya. Angkasa berjalan menyusuri lorong sekolah SMA Samudera, satu tangannya ia masukkan kedalam saku celana.

Tidak banyak yang datang pagi-pagi sekali, hanya ada murid yang piket kelas dan juga anak-anak kutu buku yang sudah stay di kursi lorong depan kelas mereka. Angkasa membuka pintu kelasnya, tetapi gerakannya yang ingin masuk kedalam kelas terhenti saat melihat seorang gadis dengan rambut dikuncir seperti ekor kuda sedang meletakkan sesuatu dikolong mejanya, beruntung sekali Angkasa. Sudah satu tahun ini ia berusaha mencari tahu siapa seseorang dibalik semua ini?

Dan pagi ini Angkasa mengetahui gadis yang selalu meletakkan bekal, susu cokelat, dan juga Setangkai mawar merah dikolong mejanya, Angkasa berjalan mengendap-endap menghampiri gadis itu, saat tiba dibelakangnya Angkasa hanya diam, berdiri dengan tenang tanpa suara, ia hanya ingin melihat reaksi gadis itu.

Gadis itu berbalik dan tampak terkejut melihat Angkasa yang berada tepat dibelakangnya dengan wajah dingin, gadis itu meneguk ludahnya susah payah.

"A-angkasa?"

Angkasa mengangguk, "lo Starla kan?" Tanya Angkasa

Starla menganggukkan kepalanya ragu, dadanya berpacu dengan cepat. Pagi ini, pagi ini Angkasa mengetahui dirinya, Starla takut kalau ia akan dicaci seperti gadis-gadis lain yang menyukai Angkasa.

"M-maaf Angkasa...." lirih Starla menundukkan kepalanya

Angkasa berdehem, "mendingan lo buang jauh-jauh deh bekal lo itu, gue nggak suka bekal basi dari lo!" Caci Angkasa

Starla sontak mendongakkan kepalanya, ia menatap tak percaya cowok dihadapannya ini.

"T-tapi bekalnya selalu dimakan kamu kok...."

Angkasa tersenyum miring, "bukan gue yang makan. Mendingan sekarang lo berhenti kasih gue bekal, gue risih kalau kolong meja gue harus sukar diisi bekal, susu cokelat, sama bunga mawar layu dari lo itu!"


Indramayu, 14 april 2019

ANGKASA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang