Malamnya Aku pulang dengan mata bengkak dan sembab, kali ini aku pulang dengan kesendirian, tak ada Indra tak ada Dilla tak ada siapa-siapa. Ku raih kunci yang sudah biasa ku taruh dibawah alas pot bunga, takut jika Ayah pulang lebih awal. Rumah adalah tempat dimana semua orang merasa nyaman dan merindukan kehadiran kita, tapi bagi ku rumah merupakan tempat yang paling ku benci karena kesunyian di siang hari dan keributan di malam harinya.
Aku punya sahabat lain selain Indra dan Dilla. Ia yang selalu menungguku hingga aku pulang dari sekolah, menemaniku dari aku kecil hingga sekarang. Saat ini aku lebih membutuhnya dibanding apapun. Teddy, itu nama boneka beruang hadiah ulang tahun dari Ibu saaat Aku berumur 8 tahun yang Ibu berikan sebelum ibu meninggal. Aku memeluknya dalam dekapanku dengan erat dan berbicara padanya, aku merasakan ada Ibu jika aku bersama Teddy. Mungkin ini adalah amanah terakhir dari Ibu yang harus kujaga.
Ayahku adalah orang yang baik sopan dan ramah, tapi itu sebelum Ibu meninggal. Sekarang Ayah lebih suka mengurung diri di kamar, meminum minuman keras dan melemparkan barang di tengah malam. Jika aku keluar kamar pada tengah malam dan kala itu ada Ayah yang duduk di ruang tamu maka Aku akan menjadi alat pelampiasan kemarahannya. Aku menyadari jika Ayah seperti ini karena Aku, Ibu meninggal karena aku. Seandainya jika Ibu tak menyelamatkan Aku dari kecelakaan mobil truk, maka saat ini aku masih bisa melihat senyum ayah dan tawa bahagia Ibu, tapi itu mungkin dari dunia lain atau mungkin aku tak memiliki kesempatan untuk itu.
"haaaaaaaaaaaaah", helaan nafas panjang yang ku ambil setelah menghempaskan badan ke kasur. Air mata ku masih mengalir tanpa mulut bersuara, tak ada teriakan lagi yang ada hanya tatapan hampa ke arah lampu kamar yang bersinar terang. Aku punya rumah yang cukup besar sangat besar untukku sendiri namun, rumah ini seperti kuburan bagiku tak ada ketenangan. Hanya kamar yang bisa ku andalkan tempat berdiam. Dengan uang peninggalan dari Ibu yang cukup hingga aku lulus SMA aku merenovasi kamar agar tetap nyaman dan tak bernuansa kelam. Awalnya uang yang ditinggalkan Ibu adalah untuk keperluan kuliah, tapi melihat situasi Ayah yang saat ini, aku memilih mengambil uang Ibu sedikit demi sedikit hingga aku bisa menggantinya dengan bekerja, tapi tak tau kapan itu tiba.
"krunyuuuk" perutku bunyi.
"Lapar" ucapku sembari mengelus-elus perut. Karena takut akan Ayah, aku telah memindahkan bahan makanan ( mie cup, roti dan beras), dispenser dan pemasak nasi di kamar. Sampai sekarang ayak tak menyadarinya sehingga aku tak perlu keluar masuk kamar. Saat aku menyeduh mie cup,
"prang..... Bruk...." Suara bising yang menghentikanku, tanganku bergetar hingga air panas mengenai tanganku yang memegagi mie cup, Aku mengaduh kepanasan.
"Hei.... Somi, Kau ada didalamkan? suara Ayah yang sedang menggedor-gedor pintu kamar. Aku semakin ketakutan dan menjatuhkan mie cup yang baru ku buat. Mie cup itu ku ambil kembali dari lantai.
"Somi, keluar...... Aku lapar. Buatkan aku makanan cepat! perintah Ayah, yang membuatku bingung harus bagaimana. Akhirnya aku memilih untuk memberikan mie cup yang kubuat, tapi aku takut memberiannya kepada Ayah.
"Duk, duk, duk" pintu kamar digedor terus dengan keras.
"Iiy......iya Ayah," ucapku dengan suara gemetar. aku memberanikan diri membuka pintu dengan perlahan-lahan dan menyodorkan tanganku dibalik pintu untuk memberikan mie cup yang terjatuh itu pada Ayah. Saat mie cup sudah ku ulurkan dengan tangan, tiba- tiba Ayah menarik tanganku dan membuat kepalaku terbentur mengenai pintu kamar yang bunyinya sangat keras.
"Ayah, Ampun..... Aku sudah membuatkan mu Mie. Ampun Ayah...." pintaku yang kesakitan karena Ayah menarik rambutku dengan sangat kencang.
"Dasar anak sialan, Kembalikan Anna kepada ku!" Maki Ayah yang sudah kehilangan kesadarannya karena mabuk. Ayah sangat marah, dan melayangkan satu pukulan kebagian perut dan darah keluar dari mulut hingga aku terkapar dilantai. rasanya sangat sakit dan perih aku tak punya tenaga lagi. Biasanya aku mampu bertahan dari dua sampai tiga kali pukulan tapi hari ini aku tak berdaya, tenagaku terkuras karena kejadian siang tadi. Ayah melepaskanku saat ia melihatku terkapar dengan rasa sakit. Ia berlalu pergi keluar rumah. Lagi dan lagi airmataku keluar mengalir membasahi lantai rumah yang sudah bercampur dengan darah.
Malam itu terasa sunyi, aku hanya terbaring dilantai yang dingin dan tertidur dengan rasa lapar yang meronta, kesakitan yang kupeluk dan kepedihan yang ku genggap hari ini.
"Aku sudah tak sanggup lagi, Aku ingin jumpa denganmu Ibu...." kata ku dalam hati sebelum mata tertutup menemui Ibu dalam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopelessly
Romancekesabaran yang dinanti di ujung senja berubah menjadi rasa pahit yang membeku, akankah Ia masih bisa bertahan saat tubuhnya terkoyak oleh penghianatan? gadis pekerja keras dan lembut parasnya menunggu kebahagiaan yang selalu diimpikan.