A Necklace

1.5K 37 0
                                    

Aku terbangun dari tidurku. Rasanya tubuhku begitu ringan, bahkan tak sedikit pun kelelahan, padahal kemarin aku sibuk membantu acara pernikahan adik perempuanku yang berjalan selama tiga hari berturut-turut.

Meskipun aku anak sulung dan kedua adikku sudah menikah semua, aku masih tak memikirkan itu. Selain bekerja dan menikmati uang banyak untuk keliling dunia, tak ada lagi yang ingin kulakukan. Apalagi, rasanya tubuhku sangat mendukung untuk perjalanan selanjutnya.

Aku menyingkirkan selimut yang menutup tubuhku, mataku masih terasa sedikit perih dan kupaksa buka sedikit demi sedikit. Aku menggeser kakiku ke kanan hingga turun dari ranjang, begitu pula dengan tubuhku mengikuti.

Bruk! Tubuhku basah kuyup.

"Apa ini?" tanyaku setengah berteriak entah pada siapa. Mataku telah terbuka sepenuhnya.

Mataku seolah berkeliling memperhatikan setiap sudut ruangan. Tunggu, ini bukan ruangan. Aku berada di sebuah tempat asing dan tubuhku sepenuhnya terduduk di sebuah kolam yang berbentuk lingkaran, di bagian tengah terdapat air mancur.

Kau tahu? Aku seperti berada di sebuah tempat yang pernah kulihat sebelumnya, tapi kali ini tampak nyata, sebuah negeri dongeng.

Aku memaksakan diriku bangkit, tubuhku kali ini terasa berat, bagaimana pun karena sesuatu yang menempel di tubuhku, sebuah gaun berwarna putih dengan segala pernak-pernik yang membuatnya tampak mewah.

"Kau baik-baik saja, Tuan Putri?" tanya seorang lelaki yang baru saja turun dari kuda putihnya, kuda itu bertanduk atau lebih cocok disebut cula. Kalian mungkin terbiasa menyebutnya, unicorn.

Aku menghela napas panjang. Tubuhku kedinginan, bibirku kelu, namun yang lebih parah dari itu, semua ototku kaku. Dia? Aku mengenalnya.

"Aku sudah mencarimu sepuluh tahun belakangan. Bahkan, aku tahu semua yang kau lakukan, tapi baru sekarang aku dapat menemuimu," ujarnya seraya membawaku keluar dari sisi kolam air mancur.

Aku masih memikirkan sesuatu, sosok yang sedang berbicara di hadapanku ini tentu aku sangat mengenalnya.

"Maafkan aku, karena aku pergi tanpa pamit," lanjutnya tanpa mempersilakan aku bertanya apapun. Namun, aku memang sulit berkata-kata.

Ia merogoh jas atau mantel yang tampak seperti pangeran-pangeran kerajaan, semuanya serba putih. Aku masih meniti satu persatu detail wajahnya.

"Ada sesuatu yang tak sempat kuberikan dulu."

Sebuah kotak kecil berwarna hitam legam sekarang berada di tangannya, ia mengapit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, sementara tangan kiri membukanya. Sebuah kalung permata berwarna putih mengilap dikeluarkan, kemudian mengalungkannya padaku.

"Kau tampak cantik dengan ini. Seharusnya, aku memberikannya lebih cepat," ujarnya. Setelah selesai mengaitkan kalung itu di lingkar leherku.

Aku tersenyum, entah mengapa semuanya menjadi terasa hangat. Begitu pula sikapnya.

"Mada?" tanyaku hati-hati, ini kata pertama yang keluar dari mulutku setelah lidahku terasa kaku sejak tadi.

"Maafkan aku pergi di hari pernikahan kita sepuluh tahun lalu," sahutnya seraya tersenyum, sebuah bulir bening muncul di sudut matanya.

"Kau di sini?" tanyaku lagi.

"Pulang lah!" pintanya sedikit memohon.

"Kenapa? Bukankah kita perlu saling bicara?" tanyaku lagi, kesekian kalinya menunggu jawabnya.

Ia menghela napas, sebuah kecupan hangat mendarat di keningku. Tiba-tiba semuanya gelap, seakan membutakan mataku, tak ada yang dapat kulihat. Namun, aku bisa mendengar sesuatu.

"Kau dapat menemuiku jika ingin."

Tiba-tiba sebuah cahaya yang sangat terang membuat mataku terpejam dalam lalu kupaksakan untuk menatap cahaya itu. Semuanya berubah secepat kilat, ruangan yang sama sebelum aku jatuh tertidur. Ternyata, semua itu hanya mimpi.

"Kau tidak berangkat kerja?" suara wanita paruh baya membangunkanku dari tidur panjang.

"Ternyata aku hanya bermimpi," ujarku seraya menertawakan diriku sendiri. Wanita paruh baya itu pergi keluar kamar, meninggalkan aku sendiri.

Aku bangkit dari ranjang, ketika aku baru berjalan dua langkah untuk keluar kamar, langkahku terhenti. Aku melihat bayanganku di sebuah cermin besar di meja rias. Bayangku. Tak ada yang aneh, kecuali sebuah benda berkilau melingkar di leherku.

"Mada?" tanyaku pada bayangan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Magikó (Kumpulan Cerpen Fantasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang