8. Vokalis Alaska

33 7 1
                                    

Semua pasang mata yang ada di taman memandang aneh ke arah bangku yang Nika duduki. Pasalnya saat ini Uli sedang tertawa terpingkal-pingkal dengan kerasnya. Bukan apa-apa jika suara tawa Uli bagus dan enak didengar, tapi masalahnya suara tawa Uli itu ... Yahh, you know laah.

"Bwaaaakaakaaka!!" bahkan Uli nggak jaim sama sekali.

Nika menyikut lengan Uli yang berhasil membuat cewek itu tersedak salivanya sendiri. Barulah cewek itu langsung mingkem, walaupun masih menahan tawa.

"Jadi, cuma karena masalah itu lo benci cowok itu?" tanya Uli tak percaya pada Nika. Uli menggelengkan kepalanya beberapa kali lalu tertawa lagi.

"Tolong digaris bawahi ya nyonya, masuk kamar mandi cewek pas ada orang ganti itu bukan sekedar 'cuma'."

Bukan mereda, tawa Uli justru lebih keras.

"Sumpahh, apa yang lucu sih Ul? Dar, temen lo dah gila nih. Ketawa sendiri, nggak ada jaim-jaimnya lagi!" ucap Nika pada Darra yang duduk di depan mereka. Mereka bertiga berada di taman untuk menghabiskan bekal, kebetulan saat ini sedang jam istirahat.

"Hmm, bukan temen gue kalau lagi mode kayak gini!" sahut Darra berkonspirasi dengan Nika. Hal itu membuat Uli sontak mencebik.

"Ih, kalian nyebelin!" cemberut Uli.

"Tapi ngangenin," jawab Nika dan Darra kompak.

"Tau ah!! Mendung!!" Uli kembali melahap makanannya. Sekarang gantian Darra dan Nika yang tergelak dengan ekspresi Uli.

"Tapi, Arka baik kok Nik, di kelas. Seriusan. Mana anaknya pinter banget!"

"Duh, Dar dari tadi muji Arka mulu. Jangan-jangan ...," Uli menggantung kalimatnya dan tersenyum aneh.

"Jangan-jangan apa? Senyum lo creepy tau."

"Lo suka ya sama doi?! Hahaha."

"Mana ada, Ul? Semua temen di kelas pasti menilai dia kayak gitu kali. Kayaknya lo harus sekelas dulu bareng Arka deh, Nik."

"Dih ogah, bisa jadi Tom and Jerry kelas. Darah tinggi mulu gue tiap hari!"

Beberapa saat kemudian telepon Nika terasa bergetar di saku roknya. Nika merogoh benda pipih itu dan ternyata benar, ada panggilan masuk. Dilihatnya nomor yang memanggilnya, dari Luthfi teman se-ekskul musiknya. Tanpa pikir panjang Nika langsung menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.

"Hallo, iya kenapa Luth?" tanya Nika to the point.

"Bisa ke ruang musik sekarang nggak, Nik?" tanya suara dari balik telepon.

"Bisa, kenapa?"

"Kesini aja dulu."

"Oke!" pungkas Nika memutus sambungan telepon.

Nika bangkit dari duduknya, "Gue ke ruang musik dulu ya Ul, Dar."

"Oke, Nik," sahut Darra sedangkan Uli hanya merespon dengan menyatukan ujung jempol dan ujung jari telunjuknya membentuk huruf 'O' yang menandakan 'oke'.

Nika tersenyum lalu beranjak meninggalkan kedua sahabatnya.

Letak taman yang berada di belakang sekolah sedangkan ruang musik yang berada di pojok kanan depan sekolah membuat Nika harus melewati koridor-koridor kelas dan beberapa ruang lain untuk sampai di ruang musik. Namun, tepat di koridor kelas XI IPA 1 Nika dikejutkan dengan siraman air dari sampingnya. Nika mendelik, dilihatnya cowok yang berada di balik jendela kelas itu. Cowok itu lalu keluar dari kelasnya, menatap Nika datar. Nika sempat melirik botol bekas air mineral yang telah kosong di tangan kanan cowok itu. Ditatapnya dengan kesal cowok yang sudah membuatnya basah itu.

Sunshine on SaturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang