SYARAT DITERIMANYA AMAL

11 0 0
                                    

Allah ta'ala hanya akan menerima amal ibadah seorang Muslim, apabila dipenuhi dengan 2 (dua) syarat. Dan kedua syarat tersebut bagaikan sepasang sayap burung atau dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya. Kedua syarat tersebut adalah:
IKHLAS DAN ITTIBA'

1. IKHLAS

  Ikhlas merupakan perkataan yang pendek dan ringan untuk diucapkan. Namun dalam prakteknya, kata yang cuma enam huruf ini sangat susah, berat, dan membutuhkan waktu dan tekad yang sangat kuat. Ikhlas merupakan syarat pertama diterimanya sebuah amal, darimana Allah ta'ala akan menerima amal seseorang, jika dalam niat ibadahnya bukan untuk-Nya atau bercampur dengan tendensi keduniaan. Ikhlas adalah menyerahkan segala bentuk peribadatan hanya untuk Allah semata, tanpa terkontaminasi apapun. Sebagaimana firman-Nya :

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama."
[QS. Al-Bayyinah : 5]

"Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan(mu) untukNya."
[QS. Az-Zumar : 2]

"Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah."
[HR. Abu Daud dan Nasa'i]

Lawan daripada IKHLAS adalah SYIRIK
(menjadikan bagi Allah tandingan/sekutu didalam beribadah, atau beribadabh kepada Allah tetapi juga kepada selainNya.)

Contohnya :
-Riya (memperlihatkan amalan kepada orang lain)
-Sum'ah (memperdengarkan suatu amalan kepada orang lain)
-Ujub (berbangga diri dengan amalannya)

  Kesemuanya (yang tiga) itu adalah syirik yang harus dijauhi oleh seorang hamba agar ibadahnya itu diterima oleh Allah ta'ala.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam : "Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil?" Rasulullah menjawab, "Riya'".
[HR. Ahmad]

Seorang hamba yang tengah beribadah, namun dalam hatinya belum menyerahkan sepenuhnya untuk keridhaan Allah ta'ala, niatnya masih bercabng antara beribadah dengan mencari popularitas, mengharap pujian (biar disebut alim/ agar dihormati dengan sebab gelar ustadz, ustadzah, kyai, haji, hajah yang disandangnya), pengaruh amplop, atau hadiah/piala yang bakal diraihnya. Maka amal ibadah yang bercampur dengan riya' tersebut akan menjadi sia-sia, bahkan akan jadi boomerang kelak di yaumil akhir.

Allah ta'ala berfirman : "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."
[QS. Al-Furqan : 23]

Dalam atsar salaf disebutkan bahwa mereka senantiasa menjaga dan memelihara keikhlasan dalam ibadah. Dari Bakar bin Ma'iz berkata : "Rabi' tidak pernah menampakkan shalat tathowwu' di masjid kaumnya sedikitpun kecuali hanya sekali saja." Ayyub berkata, "Mengikhlaskan niat itu lebih berat daripada perbuatan."

Berkata Al-Hasan, "Semoga Allah merahmati hamba yang ketika timbul keinginan dalam hatinya. Jika itu karena Allah maka ia lakukan dan jika tidak karenaNya maka ia tinggalkan."
(Ighotsatul Lahfan, Ibnul Qoyyim/75)

Ibnu Mas'ud berkata, "Tidaklah perkataan itu bermanfaat kecuali dengan amal, dan tidak bermanfaat perkataan, amalan kecuali dengan niat, serta tidaklah bermanfaat perkataan, amalan dan niat kecuali jika sesuai dengan sunnah."
(Jami'ul ulum wal hikam, Ibnu Rajab : 18)

2. AL-ITTIBA'

  Al-Ittba' (Mengikuti Tuntunan Rasulullah saw.) merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhanmad adalah utusan Allah, yaitu agar didalam beribadah harus sesuai dengan ajaran yang dibawanya. Setiap ibadah yang diadakan secara baru yang tidak pernah diajarkan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad maka ibadah itu tertolak, walaupun pelakunya tadi seorang muslim yang mukhlis (niatnya ikhlas karena Allah dalam beribadah). Karena sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kita semua untuk senantiasa mengikuti tuntunan Rasulullah dalam segala hal, dengan firman-Nya.

"Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah."
[QS. Al-Hasyr : 7]

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."
[QS. Al-Ahzab : 21]

Dan Rasulullah juga telah memperingatkan agar meninggalkan segala perkara ibadah yang tidak ada contoh atau tuntunannya dari beliau, sebagaimana sabda beliau :

"Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak."
[HR. Muslim]

Itulah tadi dua syarat yang menjadikan ibadah seseorang diterima dan diberi pahala oleh Allah, sebagaimana firmanNya :

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
[QS. Al-Kahfi : 110]

Berkata Ibnu Katsir didalam menafsirkan ayat ini : "Inilah 2 landasan amal yang diterima (dan diberi pahala oleh Allah) yaitu harus ikhlas karena Allah dan benar/sesuai dengan syari'at Rasulullah."
Jadi, kedua syarat ini haruslah ada pada setiap amal ibadah yang kita kerjakan dan tidak boleh terpisahkan antara yang satu dan yang lainnya.

Mengenai hal ini berkata al-Fudhoil bin 'Iyadh : "Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar (tidak sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya), maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar (sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya) tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia melakukannya dengan ikhlas dan benar. Ikhlas semata karena Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw."

With Jannah | Share Ilmu Agama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang