"Waw" ucapku terkejut sambil melihat lelaki yang rambutnya di cat pirang dan kepalanya sedang diperban itu bermain basket.
Kepala lelaki itu diperban dan terlihat ada noda darah di bajunya, jadi jelas baha luka yang diterimanya itu bukan luka kemarin tapi itu adalah luka yang baru saja ia terima. Bagaimanapun rasa penasaran ini rasanya makin meledak di kepalaku, aku putuskan untuk mengecek ruang penyimpanan peralatan olahraga. Kupikir karena peralatan olahraga sudah dibawa oleh anggota osis ke lapangan sejak pagi hari, jadi mestinya tak akan ada orang yang datang kesitu dan orang yang tertindih lemari karena menyelamatkanku masih ada disana.
"Juvi kayanya gw mau toilet dulu" ucapku pada Juvia.
"Oh, ayok" Jawab Juvia.
"Eh, enggak gausah lu anter" Jawabku tidak ingin Juvia ikut.
"Lah? Yaudah gih cepet" Gerutu Juvia sambil menatapku aneh.
Aku pun bergegas menuju toilet agar Juvia tidak curiga, sebelum sampai di toilet kulihat kanan kiri memastikan situasi aman takutnya Juvia mengikutiku. Dan ternyata aman, akupun langsung berlari menuju ruang penyimpanan olahraga yang letaknya agak jauh di pojok sekolah. Setelah sampai disana dan langsung masuk kedalam ternyata ruangan itu kosong, lemari yang tadi ambruk menimpa seseorang itupun sudah di berdiri kembali. Dan memang ada noda darah di lantai dan tepat seperti tempat lelaki terjepit karena menyelamatkan ku.
"Wah ko bisa ya" ucapku dalam hati. Sambil mencubit pipiku memastikan ini bukan mimpi.
Kenyataan ini sedikit menggangguku, harusnya seseorang yang terjepit itu masih disini. Mungkin saja dia diselamatkan seseorang yang tidak sengaja melihatnya, tapi setidaknya pasti terjadi kegaduhan karena kecelakaan itu. Seisi sekolah pasti heboh karena ini bisa dibilang bukan kecelakaan kecil. Lebih mudah jika menganggap semua ini hanya mimpi atau khayalanku, tapi faktanya adalah noda darah di depan ku.
"Drrrttt,drrrttt" getar handphone dari saku celanaku.
"Woy ko lu lama? Toilet mana sih?" Gerutu Juvia ketika ku angkat teleponya.
"Bentar, gw pengen makan rujak jadi gw keluar bentar" jawabku beralasan.
"Yaudah cepetan sini, bentar lg basket cowok final nih, kelas kita lawan kelas IPS" bentaknya.
"Oke sansss" Jawabku sambil menutup telepon dan berlari menuju lapangan.
Juvia melambaikan tanganya dari seberang lapangan menandakan agar aku menghampirinya. Akupun berjalan menyebrangi lapangan saat sedang berjalan aku merasa sedang diawasi, akupun melihat kanan kiri mencari mata yang sedang menatapku itu. Aku sedikit terkejut memergoki orang yang menatapku itu adalah Jean, orang yang kepalanya diperban. Tapi saat aku menatapnya kembali dia langsing membuang muka. Akupun melanjutkan berjalan menghampiri Juvia.
"Wah gk nyangka gw si Ryan bisa sampe final" kata Juvia sambil tertawa.
"Haha, gw baru tau dia bisa main basket" Jawabku meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Girl and Monster Boy.
Roman pour AdolescentsDunia itu sangat mempesona. unik dengan perbedaan setiap orang yang hidup di dalamnya. mungkin banyak yang tidak sadar tapi perbedaan itulah yang justru membuat dunia berwarna. beda watak atau beda fisik semuanya unsur membuat dunia menjadi tempat y...