Meant

2.9K 422 65
                                    

"Kissed me, half a decade later. That same perfume, those same sad eyes.

Go ahead and break my heart again. Leave me wonderin' why the hell I ever let you in.
Are you the definition of insanity? Or am I?
It must be nice to love someone who lets you break them twice."
- Finneas

.
.
.

Berdamai dengan masa lalu memang langkah utama yang telah Jimin lakukan, memaafkan semua kesalahan Taehyung dan menerima kehadirannya kembali untuk putrinya. Yang belum berhasil Jimin lakukan hingga saat ini, adalah melepaskan hatinya dari belenggu tak kasatmata antara dirinya dan mantan suaminya. Di sudut hatinya yang paling dalam, Jimin masih memiliki rasa yang membayakan itu; rasa cinta untuk Kim Taehyung.

Bersikap biasa saja di sekitar Taehyung, tertawa dan bersenda gurau, Jimin telah berhasil menunjukkan sisi dirinya yang kuat. Setidaknya, biarkan orang lain berpikir begitu.

Hari - hari telah berlalu, berganti minggu dan juga bulan. Tidak hanya satu dua kali Taehyung mengajaknya bertemu, dari mulai mengajak anaknya bermain hingga sekadar menjemput Jimin dari tempatnya bekerja. Alasan lelaki itu hanya satu, yaitu untuk melepas rindunya dengan menatap wajah Jimin.

Setiap kali memiliki janji bertemu, Jimin akan selalu menelfon sahabatnya terlebih dulu, Seokjin. Mengadu bahwa bertingkah biasa saja di depan Taehyung tidak semudah yang ia ucapkan. Jimin telah terbiasa dengan kehadiran Taehyung selama setengah hidupnya, ditemani dan dikuatkan di setiap waktu, membuat Jimin lupa akan sakitnya ditinggalkan keluarga ketika peristiwa nahas yang merenggut nyawa seluruh keluarganya terjadi. Bagi Jimin, saat itu, hanya Taehyung yang setia di sampingnya. Menghibur dan membuatnya semangat lagi.

.
.
.

Ada suatu waktu di mana Taehyung meminta untuk mengajak Mina berlibur selama beberapa hari. Mengatakan bahwa rasa rindunya tidak cukup hanya dengan bertemu beberapa jam saja. Jimin yang sempat menolak, pada akhirnya memberikan izin begitu saja.

Melihat Jimin begitu pasrah, Taehyung tak sampai hati meninggalkannya sendirian di Daegu. Maka dari itu, ketika mengantar Jimin ke rumahnya setelah makan malam bersama dan hendak langsung pulang, Taehyung memberikan tiket tambahan pada mantan suaminya.

"Tae, bentar." Jimin menahan lengan jas lelaki yang lebih tinggi darinya itu, menahannya sebelum memasuki mobil. "Ini apa?"

"Itu?" Jimin mengangguk. "Itu tiket."

"Tau. Ma- maksud aku.. buat apa?"

Taehyung tersenyum tipis, lalu mengusap kepala Jimin pelan. "Buat kamu. Ikut aku sama Mina liburan."

Hatinya berdenyut. Jimin bungkam, mulutnya tertutup rapat. Dia hanya menatap tiket di tangannya dan Taehyung secara bergantian, masih memproses ucapan yang masih belum tersusun rapi di otaknya.

"Udah, ya. Aku pulang dulu." Taehyung melangkah, kemudian berbalik lagi. "Bilangin Mina, lusa aku jemput buat beli baju." Dan berulang lagi, dia berbalik ketika kakinya baru bergerak 2 langkah. "Oh, kamu juga siap - siap aja. Kalo mau ikut."

Mengerlingkan sebelah matanya, kali ini Taehyung benar - benar berbalik. Berjalan memasuki mobilnya dan menghilang begitu saja. Jimin menggeram begitu sadar. Tiba - tiba saja merasa kesal karena tidak bisa mengurung diri selama liburan nanti dan terpaksa harus ikut berlibur.

Tentu saja Jimin bisa menolak, namun tiba - tiba saja dia tidak mengenal kata 'tidak'.

Ceklek.

"Yaya pulang!"

Mina berlari begitu mendengar suara sang ayah. Memeluknya dengan erat karena belum bertemu sejak pagi tadi.

[COMPLETED] We Can (not) be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang