to be

2.8K 411 81
                                    

"It's alright if you run out of breath. No one will blame you. It's okay to make mistakes sometimes, because anyone can do so.
Although comforting by saying it's alright are just words.

Even if others think your sigh takes out energy and strength, I already know that you had a day that's hard enough to let out even a small sigh.
Now don't think of anything else. Let out a deep sigh. Just let it out like that.

Though I can't understand your breath. It's alright, I'll hold you. You really did a good job."
- Lee Hi

.
.
.

Langkah kaki sudah tidak terhitung berapa banyaknya, pun dengan gedung - gedung yang telah terlewati. Ketiga orang itu sudah mulai tampak lesu, sisa tenaganya hanya mampu menunjukkan sedikit semangat. Mereka butuh istirahat sebelum melakukan perjalanan udara untuk pulang esok hari.

Sekitar pukul 7 malam, mereka tiba di hotel dan memutuskan untuk makan terlebih dulu, kecuali Jimin, karena nafsu makannya tiba - tiba saja menurun.

"Kamu beneran gak mau pesen apa - apa, Ji? Mau aku pilihin?"

Jimin menggelengkan kepalanya, "Gak usah." Selanjutnya, dia kembali ke kegiatannya menyuapi sang anak.

Taehyung yang memakan makanannya dengan pelan, memperhatikan si manis di depannya. Jimin benar - benar terlihat lesu sejak siang tadi. Dibanding hari - hari sebelumnya, hari ini perubahannya terasa sangat drastis.

"Papa, besok kita pulang jam berapa?" Dengan mulut yang penuh, Mina bertanya.

"Pagi ya, cantik. Makanya abis ini kita langsung istirahat, biar besok gak telat."

Gadis kecil itu mengangguk - anggukkan kepalanya. "Pa, aku mau tidur sama papa lagi."

Taehyung menangkap gerakan tangan Jimin yang sempat terhenti. Dia diam, tidak tahu harus memberikan jawaban apa pada putrinya. Sudah lebih dari tiga hari Mina tidur bersamanya, dan malam ini seharusnya menjadi bagian Jimin untuk ditemani Mina. Taehyung tahu dengan baik, jika mantan suaminya itu tidak dapat tidur sendirian terlalu lama. Jimin tidak akan merasa tenang.

"Ya, boleh kan aku tidur sama papa lagi?" Merasa diabaikan, Mina akhirnya menoleh ke samping, meminta izin dari sang ayah.

"Hm?" Jimin pura - pura tidak mendengar, tetapi ketika Mina mengulangnya, jawaban yang dia berikan membuat Taehyung menaikkan sebelah alisnya. "Iya, boleh. Nanti tas kamu yaya yang anter ke kamar papa."

Taehyung tentu memiliki hak, Mina adalah putri kandungnya. Akan terlalu egois jika Jimin melarang keduanya untuk bersama. Lagi pula, ini merupakan kelegaan tersendiri bagi Jimin, dia akan bebas mencurahkan segala isi hatinya pada Seokjin malam ini.

"Yeay!" Tubuh kecil itu tidak bisa diam, terlampau gembira karena dapat merasakan hangatnya pelukan sang papa di hari terakhir liburannya. "Thank you sooo much, yaya. I love you!" Dari samping, Mina mencium pipi sang ayah.

"You are very welcome, princess. I love you too." Jimin tersenyum, mengusap sayang kepala anaknya.









Tok. Tok. Tok.

Jimin menunggu di depan pintu kamar nomor 412, kamar yang berbeda satu lantai dengan tempatnya. Dia menunduk dan memperhatikan ujung sepatunya. Tidak lama dari situ, langkah kaki yang mendekat dari dalam kamar terdengar, menampilkan sosok lelaki yang masih saja ia kagumi ketika pintu terbuka lebar.

"Mau masuk dulu?"

Matanya melihat ke dalam ruangan, tetapi Jimin menggeleng. "Aku mau langsung istirahat."

[COMPLETED] We Can (not) be AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang