Suatu siang yang cerah, Sinde memaksakan diri mencari ikan disungai Pangiri, yang berada ditengah hutan. Dulu dia biasa menghabiskan waktu untuk sekedar duduk duduk di bebatuan besar yang terdapat dipinggiran sungai Pangiri. Ketika sedang mengambil ikan ada warga yang mengintip dibalik pohon dan melaporkan hal itu itu kepada tetua kampung. Gubuk tempat Sinde tinggal di kepung warga. Warga sangat marah mengetahui Sinde mengambil air disana. Warga takut akan tertular penyakit Sinde. Beramai ramai warga memaksa Sinde untuk keluar gubuk. Gubuk Sinde pun dibakar. Tubuh lunglainya di arak paksa. Kedua tangan Sinde di ikat dengan tali. Sungguh, rasa perih mengalir ke seluruh tubuh Sinde. Bagaimana tidak, kulitnya yang melepuh diikat dengan tali tambang yang kasar. Darah langsung menetes ketika tali yang digunakan mengikat tangan Sinde ditarik warga. Beberapa bagian kulit tangannya tertarik. Menyisakan luka menganga. Sinde hanya mampu menangis. Beberapa kali ia memohon belas kasihan. Tapi tak satupun warga yang peduli. Hanya beberapa yang mengintip dengan tatapan iba tanpa berniat membantu gadis malang itu. Dasar kau sampah! Terkutuk! Menjijikkan! Cuih! Adalah komentar warga yg ikut menyaksikan arakan Sinde. Lukanya perih. Tapi hatinya lebih sakit. Dirinya diperlakukan tidak manusiawi oleh tubuh tubuh bernama manusia. Beberapa kali Sinde terjatuh. Tubuh payahnya jatuh ke tanah yang berbatu. tak mampu bangkit lagi. Tapi warga tak mengenal ampun. Mereka memukuli tubuh Sinde berkali kali. Beberapa warga malah memukuli kaki Sinde hingga berdarah darah. Tubuhnya yang tak lagi mampu berontak di geret ke pinggir tebing terjal yang di bawahnya terdapat sungai Selabeh yang beraliran deras. "Ampun, maafkan saya, kasihani saya". Lirih Sinde dalam ketakutan dan kegetirannya. Tetapi warga yang gelap mata tak lagi memiliki belas kasihan. Api amarah telah membutakan mata hati. Sinde pun di lempar beramai ramai. Sinde tak lagi mampu untuk teriak. Ia melayang jatuh ke dasar sungai. Tubuhnya hilang terbawa arus sungai Selabeh. Suara riuh diatas tebing pun hilang. Warga pulang dan melupakan Sinde. Jauh di dasar sungai yang gelap Sinde bersumpah untuk membalas kekejian terhadap dirinya. Sesaat setelah Sinde menghilang, sungai Selabeh di penuhi ikan bersirip biru. Yang kemudian diyakini sebagai jelmaan Sinde. Sehingga warga tak ada yang berani mengambil ikan di sungai Selabeh. Terlebih ketika warga yang ikut ambil bagian dalam upaya pembunuhan Sinde mati setelah terjangkit penyakit kulit seperti yang dialami Sinde. Tak berselang lama, desa Sanpe terjangkit wabah mematikan yang merenggut nyawa sebagian warganya. Beberapa warga yang selamat berusaha menyelamatkan diri ke desa lain. Jadilah Sanpe menjadi desa yang ditinggalkan dan terlupakan.
YOU ARE READING
Jelmaan Sinde
HorrorSinde adalah gadis kampung yang dikucilkan karna memiliki penyakit kulit yang tidak bisa disembuhkan. Pada puncaknya warga membuang Sinde ke sungai Selabeh karna menganggap penyakit Sinde sebagai sebuah kutukan.