Senja mulai datang menjemput Malam yang turun perlahan. Hawa sunyipun melingkupi perkampungan. Terlebih gerimis mulai membasahi tanah. "Rupanya kemarau akan segera berakhir" guman Sapte di atas tempat tidurnya.
Gerimis menjadi hujan. Hujan kian deras. Angin kencang menerobos masuk kedalam gubuk bambu milik Sapte.
"Hih dingin sekali malam ini. Padahal siang tadi panas luar biasa". Gumam Sapte sambil memperbaiki satu satunya sarung yang ia miliki. Tak berselang lama, ia pun terlelap. Dalam mimpi ia melihat seorang wanita yang sedang duduk diatas batu besar dipinggiran sungai Selabeh. Wanita itu menyeringai menatap Sapte yang berdiri terpaku. Sapte pun terkejut bangun ketika seseorang menggedor gedor pintu gubuknya. Sapte, Sapte, Sapte. Seseorang di balik pintu memanggil manggil Sapte. Dengan malas, Sapte beranjak bangun. Ketika akan membuka pintu. Tiba tiba dibelakang tubuh Sapte, terdengar suara wanita memanggil Sapte. Suara itu sangat dekat. Karna kaget, Sapte segera membalikkan badan. Tak disangka, didepannya berdiri seorang wanita yang wajahnya melepuh. Kedua matanya tak sejajar. Mata yang sebelah kanan meleleh ke bawah. Mulutnya menganga lebar mengeluarkan cairan berwarna hitam. Sapte pun teriak sekencang kencangnya.
"Arggghhh, hantuuu, setaaaan." Teriak Sapte. Seketika itu pun ia terbangun.
"Kampret, sialan. Ternyata aku cuma mimpi. Kutu kupret aku mimpi buruk berulang kali! ". Maki Sapte.
Keterkejutannya tak berhenti sampai disitu. Matanya menatap nanar melihat kedua tangannya dipenuhi bentol bentol kemerahan yang berisi cairan. Rasa gatal merayapi seluruh tubuhnya. Tubuhnya tak mampu bangun. Seperti ada yang menahannya agar tak bangun.Hari telah siang. Doren tak kunjung melihat Sapte. Dia berjanji untuk datang kerumah Doren sebelum sama sama mencari burung di hutan.
Ah, mana si kribo. Kenapa belum muncul juga lobang hidungnya yang besar itu. Lebih baik aku jemput dia daripada kesorean.". Doren segera menuju rumah Sapte. Sesampainya dirumah Sapte. Ia mendengar sayup sayup mendengar orang kesakitan.
"Waduh jangan jangan sakit si kribo.". Ia pun bergegas masuk kerumah Sapte yang tak terkunci. Berulang kali ia memanggil nama Sapte tapi tak ada jawaban.
Betapa terkejutnya Doren melihat sahabatnya yang kurus kering itu terbaring tak berdaya. Seluruh tubuhnya dipenuhi lepuhan yang sebagian telah pecah.
"Ya Tuhan, kau kenapa Sapte?" Tanya Doren ditengah tengah keterkejutannya. Padahal kemarin sahabatnya itu masih baik baik saja. Tapi Sapte hanya menjawab dengan lirihan.
Jangan jangan mitos tentang sungai Selabeh itu benar adanya. Pikir Doren.
:Ttttoollloong paaaanngggill taabiibb dorreen. " Lirih Sapte.
Doren segera mencari tabib kampung. Tapi tabib tak mampu berbuat banyak. Doren tak berputus asa. Ia berkeliling mencari tabib di beberapa kampung. Tapi tak ada yang membuahkan hasil. Makin lama keadaan Sapte semakin memburuk. Rasa gatal yang dideritanya semakin tak tertahankan. Beberapa bagian kulitnya terlepas akibat garukan yang tiada henti. Lukanya berdarah dan bernanah. Belum lagi benjolan ditubuhnya mulai meletup. Akibatnya tubuhnya mengeluarkan bau tak sedap. Seperti bau ikan busuk. Ia hanya mampu gemetar menahan rasa sakit. Tak ada suara yang mampu keluar dari mulutnya. Beruntung sahabatnya, Doren selalu setia menemaninya.
Malam itu hujan kembali turun. Berulang kali Doren memperbaiki jendela kamar Sapte yang terbuka setiap angin kencang menerpa gubuk Sapte.
Malam makin mencekam ketika Dibalik suara hujan, Sapte mendengar suara seorang wanita memanggil manggil namanya. Tubuh Sapte gemetar. Ia tahu persis siapa wanita itu. Wanita yang tiap malam datang menakutinya dalam mimpi. Lampu minyak di meja kamar Sapte seketika mati. Dalam penglihatan yang remang remang Sapte melihat siluet wanita yang duduk sambil menyisir dengan jari rambut gimbalnya yang tergerai berantakan. Suara lengkingan tawanya memenuhi kamar Sapte. Suara teriakan Sapte tertahan di tenggorokan. Sehingga tak terdengar oleh Doren yang tidur diluar. Perlahan bayangan Sinde menghilang. Akhirnya Sapte bisa bernafas lega. tiba tiba lampu minyak kembali menyala. Terlihat Sinde duduk disudut dipan. Kulitnya meleleh. Sapte melotot ketakutan, tapi Sinde tersenyum Sembari menyeringai memperlihatkan giginya yang menghitam. Lampu minyak kembali padam. Malampun kembali dalam kesunyiannya. Bersama dengan lenguhan terakhir Sapte.
![](https://img.wattpad.com/cover/184879120-288-k523824.jpg)
YOU ARE READING
Jelmaan Sinde
HorrorSinde adalah gadis kampung yang dikucilkan karna memiliki penyakit kulit yang tidak bisa disembuhkan. Pada puncaknya warga membuang Sinde ke sungai Selabeh karna menganggap penyakit Sinde sebagai sebuah kutukan.