Romance 3

428 1 0
                                    

BAB TIGA

SEMAKIN lama kurasakan tubuhku semakin berat, gravitasi bumi di sini ternyata sama dengan yang di tempatku dulu. Mungkin yang terjadi akan sama, jika seseorang jatuh dari ketinggian seperti ini tubuhnya akan remuk. Ya, kayaknya bakalan seperti itu.

"AAAAAAAAAAAAH" tanpa sadar aku berteriak. Tanpa sadar lho. Sebenarnya memalukan laki-laki jantan seperti aku menjerit seperti perempuan kayak gitu. Tapi gimana lagi, kayaknya dalam cerita ini aku bakal sering menjerit.

Lagi asyik-asyiknya aku menjerit, tiba-tiba aku sadar tak perlu lagi aku menjerit. Aku berhenti jatuh. Tubuhku melayang-layang di udara.

Dan kalian tahu, seonggok kain karpet berumbai di setiap ujung depan dan belakang, menopangku. Oh tidak, aku sekarang sedang duduk di sebuah karpet terbang.

"Jangan bertindak bodoh anak muda!"

kudengar makian dari atas. Penyihir Alhaz yang berteriak. "pakailah karpet terbang milikku itu, asal tahu saja, kukira kau tidak mungkin terbang sendiri."

"Terimakasih, tapi sebenarnya aku juga tidak tahu harus ke mana," kataku mengakui, aku tak tahu siapa itu Jafros apalagi dimana ia tinggal, di jalan apa dan berapa nomor rumahnya, mana aku tahu!

"Penjahat itu tinggal di sana," tiba-tiba Abhad berteriak seraya menunjukkan telunjuknya ke sebuah gunung gelap di samping kiriku. Di puncaknya dapat aku lihat bayangan hitam sebuah kastil.

"Hemm.. dapat kuduga."

Semangatku menggelegar, melihat kastil itu aku jadi ingat game Castllevania di video game, menceritakan seorang pemuda perkasa yang menjelajahi sebuah kastil yang penuh hantu. Aku jadi ingin merasakannya sendiri.

Abhad tiba-tiba melemparkan pedangnya kepadaku. "Kau pakailah dulu pedangku, kau akan butuh senjata, aku akan mengambilnya darimu bila kau tidak pulang kembali ke sini dalam satu jam.." katanya.

Aku mengangguk. "Makasih, aku pasti kembali ke sini untuk mengembalikan karpet ini, tapi tak yakin dalam satu jam." kataku.

"Kau harus tahu, bertahan disana berlama-lama berarti kematian.." kata Abhad.

Aku jadi merinding mendengarnya.

"Baiklah, Mr. Alhaz, thanks buat karpet terbangnya, aku pasti mengembalikannya, aku mau pergi dulu, doakan aku agar sukses. Hei karpet terbang ayo kita berangkat," kataku pada karpet. "Abhad, jaga sang putrimu baik-baik".

Diluar dugaan, karpet itu meluncur begitu diperintah, terbangnya kira-kira 80 Km/jam. Aku harus berpegangan ke tepi karpet supaya tidak terlempar.

"Tenang dong, kawan!"

Karena karpet itulah beberapa saat kemudian pintu gerbang kastil yang begitu besar itu terlihat dengan jelas. Yah jelas sekali keseramannya.

Aneh sekali tanpa disuruh, seakan hilang kekuatannya karpet terbang itu turun begitu sampai di depan jembatan kayu menuju pintu gerbang.

"Hei kawan, kenapa turun disini, harusnya turun di dalam kastil saja." Kataku pada karpet itu, tapi si karpet itu malah tampak seperti karpet biasa saja sekarang, teronggok dengan tanpa gerakan ekstra sedikitpun.

"Dasar sial.. " aku tahu ini akibat kekuatan yang dahsyat dari dalam kastil. Aku terpaksa berdiri dari karpet itu dan segera melangkah ke jembatan. Dibawah jembatan itu terbentang kolam yang kelihatannya dalam, dengan air yang hijau mengelilingi kastil, gunanya mencegah orang luar dengan mudah menyusup ke sini. Entah ada apa di kolam itu, mungkin sekawanan buaya yang menatapku dari bawah air.

Selama aku menyusuri jembatan, kelihatan baik-baik saja tanpa ada hambatan sedikitpun. Padahal aku sendiri tahu hambatan terbesarku kini yang teronggok begitu jelas dihadapanku.

"Bagaimana membuka gerbang sebesar ini?" Tanyaku kebingungan.

Kupikir juga mustahil.

Dalam kebingungan itu tiba-tiba aku mendengar sesuatu dari dalam kolam, Brruup... bruuppp.. seperti suara buih air.

Aku melongokkan kepala setelah berjalan ke pinggir jembatan kayu yang cukup lebar. Kulihat buih-buih air disana. Mula-mula kecil, hanya mirip riakan saja, tapi beberapa saat kemudian gemuruhnya sudah membuat lututku gemetaran. Jelas sudah, sesuatu yang amat besar akan muncul dari sana.

BRUSSSSH!!

Sesuatu yang besar melompat dari air, dengan gemuruh angin puyuh. Kukira seekor ular besar yang keluar.

Ternyata lebih mengerikan lagi!

Bukan sekedar ular biasa, tapi seekor ular sebesar ular Naga! Tapi lebih mengerikan lagi. Ular itu gabungan antara Anaconda, Phyton, Naga dan cyborg nikel dalam Terminator II, tubuhnya mengkilap tapi hidup seperti lelehan besi yang bersinar.

Panjangnya ular itu tak usah diragukan lagi.

Ketika ia menerjang aku dengan melompat, ujung ekornya belum kelihatan. Itu membuktikan bahwa ular itu sangat panjang.

Eh, apa aku tidak salah bicara?

Oh, tidak!

Benar! Ular itu memang sedang menerjangku!

The Adventure Of Romantic KissesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang