BAB EMPAT
AKU berkelit ke samping, lalu tiarap, ular besar itu melewatiku dan menabrak hancur sisi jembatan kayu yang ditubruknya menggantikan aku.
JBUUUR!!
Ular itu kembali ke air. Baru saat itu terjadi aku melihat ujung ekornya yang seperti ekor ikan lele melewati kepalaku.
Cepat-cepat aku merangkak dengan cepat ke arah gerbang. Aku langsung merapatkan punggung ke kayu yang keras, mencoba menenangkan hatiku yang masih deg-degan.
Setelah sepuluh kali aku menghembuskan napas, aku baru dapat ide bagus. Akhirnya intelegensiku yang tinggi bekerja juga.
Suara brupup... brupup.. itu terdengar lagi.
Oh, saatnya beraksi.
Aku berlari ke tepi jembatan. Lalu melambaikan kedua tanganku, untuk menarik perhatian si monster ular.
"Hei tolol! Ayo serang aku!" kayaknya si ular mengerti bahasa manusia, begitu aku selesai berucap dia sudah meluncur keluar menampakkan taring-taringnya yang tersusun tidak rapi di mulutnya yang lebar. Tentu saja menyerang aku.
"Hiaaaat..!!!" aku segera membalik badan dan berlari cepat kearah gerbang kayu besar. Dan sesuai dugaan, dengan gesit ular besar itu membelokkan kepalanya yang sudah terbang ke arahku, mengikutiku menuju gerbang.
Loncatan ular monster itu makin cepat dari sebelumnya. Kayaknya dia sudah sebal banget padaku. Tapi itu yang kumau.
Begitu aku sampai dekat gerbang, aku meloncat dan tiarap. Kau tahu yang terjadi?
BRUUAAKKKK
Ular yang mengerikan itu menabrak gerbang sampai hancur berantakan. Aku sendiri terus tiarap ketika seluruh tubuh si ular masuk ke dalam. Pecahan-pecahan kayu kecil menimpuk kepalaku.
"Oh nagaku yang manis! Apa yang terjadi?" kudengar suara seseorang, suaranya besar membuat aku terkejut dan segera bangkit berdiri.
Kulihat di depanku tak ada lagi pintu gerbang, sudah hancur berantakan. Dan dihadapanku kini kulihat sosok tua dalam jubah hitam membungkuk di atas mayat ular yang mati menubruk pintu tadi.
"Mengerikan seperti itu kau bilang manis?" Komentarku melihat adegan itu.
Si tua yang dapat kuduga dari mata hijaunya yang memancarkan kelicikan serta kekejaman, adalah Jafros yang kucari, menggerung marah, "bajingan kecil! Berani-beraninya kau membunuh piaraan Jafros, yang tersayang ini!! Kau harus terima balasanku.."
Oh! Aku segera waspada, kukeluarkan pedang pemberian Abhad dari sarungnya, dan bersiaga.
"Anak kecil! Kau harus terima balasan kematian yang mengerikan! Itu setimpal! Harumatsu!! Bunuh dia!"
Yang dipanggil Harumatsu ternyata adalah ketiga ninja yang tadi menculik Wie. Mereka tiba-tiba muncul di hadapanku setelah asap tebal keluar dari lantai.
Aku segera mengacungkan pedangku, kaku sekali, aku belum pernah memegang sebuah pedang, apalagi menggunakannya. Tapi tetap saja aku siaga siap melawan. Hanya tinggal diayunkan saja kan? Apa sulitnya sih.
Ketiga ninja itu ternyata tidak banyak cincong. mereka langsung menyerbu aku dari tiga penjuru. Oh, habislah riwayatku.
Aku hanya bisa menangkis saja ketika seruntunan serangan pedang menyerangku. Sudah untung bisa menahan. Aku terus terdesak mundur sambil panik.
Lalu ada kesempatan menebas, aku mengayunkan pedangku ke salah satu ninja dan oh, begitu aku menebas, si ninja langsung menggerung kesakitan pinggangnya mengeluarkan darah, aku berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Adventure Of Romantic Kisses
FantasyKisah petualangan romantis sepasang kekasih melintasi waktu dan dimensi yang menakjubkan.. to find.. true love...