Pergi, berbalik. Dunia terlalu berisik.
***
UNTUK orang seperti Jevana, bakat adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam hidupnya. Semua pencapain dan keberhasilannya bukan semata-mata karena bakat, seperti apa yang orang-orang katakan padanya melainkan, karena buah dari kerja keras yang ia lakukan selama ini.
Puluhan piagam serta piala yang tertata rapi di rumahnya juga bukan karena bakat yang mengalir di dalam darahnya tetapi, lantaran waktu bermain yang ia ganti dengan duduk di depan buku selama berjam-jam. Memahami tiap kalimat yang tersusun di setiap lembar kertas dan mengganti waktu tidurnya dengan memahami penjelasan tutor mengenai materi pelajaran baru.
Sedari kecil, Jevana sudah dijejali banyak buku oleh Kinanti —orang yang dipanggil Mama oleh Jevana itu terbiasa mendengarkan kesimpulan dari setiap buku yang Jevana baca. Sejak umur lima tahun, Jevana sudah diajarkan untuk memahami dan menarik kesimpulan. Dongeng pengantar tidur ditiadakan untuk Jevana dan digantikan pertanyaan Mama mengenai seberapa banyak hal menarik yang kamu baca? Atau seperti, apa ilmu baru yang kamu dapat?
Jadi, orang-orang seperti Bella hanya serupa kerikil dalam sepatu yang harus dibuang. Perempuan dengan iris sebening air laut itu baru saja melemparkan gulungan kertas kecil ke atas meja milik Jevana. Benda itu mendarat dengan sempurna dan nampak tidak menarik di matanya.
Kertas contekan. Apalagi kalau bukan itu?
Jevana melirik Bu Nining yang duduk di mejanya. Guru Geografi itu sedang menatap lurus ke depan, pada barisan pertama, di pojok. Sementara itu, posisinya berada di baris ketiga, di bangku depan dan Bella di belakangnya.
Memastikan situasi aman, dibukanya gulungan kertas tadi.
Jawaban nomor 15-21 apa?
Perempuan ini nyaris tertawa jika saja tidak ada Bu Nining di dalam kelas. Bella pikir Jevana ini apa sampai harus memberikannya jawaban?
Nomor lima belas sampai duapuluh satu berupa soal pilihan ganda, tidak sulit hanya saja pilihannya menjebak. Dua hari lalu Pak Budi—tutor Geografinya menjelaskan perihal materi yang diulangankan Bu Nining hari ini. Jevana ingat betul ia menghabiskan waktu tiga jam di tempat les dan tiga jam di rumah untuk mempelajari ulang materi ini beserta mengisi tigapuluh soal latihan dan sekarang Bella meminta jawabannya.
Jevana menulis sesuatu di bawah tulisan Bella dan kembali menggulung asal kertas tadi. Setelah memastikan semua soal terisi, Jevana mengangkat tangan kanannya ke udara, hal ini lantas menarik perhatian Bu Nining.
"Bu saya sudah selesai, boleh keluar duluan?" Suara Jevana terdengar jelas diantara sunyinya ruang kelas.
Bu Nining melihat arloji di tangannya sebentar sebelum kemudian mengangguk, "Ya. Yang sudah boleh dikumpulkan ke depan dan keluar."
Jevana berdiri dari duduknya, melemparkan asal gulungan kertas milik Bella dan berjalan menuju meja Guru. Usai meletakkan kertas ulangan, Jevana segera pergi meninggalkan kelas, mengabaikan Bella yang mungkin sedang menyumpahinya.
Jawaban nomor 15-21 apa?
Liat aja sendiri di kertasku.
Jevana terkekeh membayangkan betapa kesalnya Bella saat ini. Toh, ia juga tidak memiliki kewajiban untuk berbuat sebaik itu. Semua temannya sama-sama berusaha sekalipun ulangan harian hanya akan masuk rapor bayangan.
Mendudukan tubuhnya pada salah satu kursi di kantin, Jevana lantas meneguk pelan kopi instan di dalam botol yang baru saja ia beli. Suasana kantin masih sepi, hanya ada dirinya dan beberapa anak laki-laki di pojok sana, di tempat kekuasaan anak kelas sebelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Scene
Teen FictionDunia Jevana berputar pada persaingan sengit dimana porosnya adalah buku dan nilai. Orang-orang memberi label sempurna pada Jevana di saat ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Jevana hidup dengan membangun ekspetasi mama. Kemudian, semesta me...