Padatnya kota Seoul tak membuatnya berhenti. Yuna beranggapan bahwa saat ini harapan yang telah terkubur bisa menjadi kenyataan. Apalagi mengingat penghianatan paman Sam kepada keluarganya. Ia harus membalasnya, itulah alasan mengapa Shin Yuna berada di Korea.
"Ah, sungguh tak nyaman. Aku tak mengerti kenapa Seoul bisa seperti ini. Terakhir kali aku pergi ke Prancis bukankah situasinya masih normal?" Ia menghirup udara yang sudah dipenuhi polusi.
Meskipun tidak mengetahui perbedaan kontras kehidupannya saat ini. Yuna sedikit tertarik untuk menjalani kehidupan yang telah lama mengubur mimpinya. Tidak perlu bersusah payah untuk berada di Korea. Keuangannya cukup untuk sekedar menyewa sebuah flat.
Tubuhnya yang kecil membuatnya sedikit kesulitan membawa begitu banyak barang. Langkahnya seakan melambat ketika koper itu semakin menyiksanya. Helaan napas berat keluar secara spontan. Sungguh menyedihkan memang. Seorang seperti dirinya akan menjalani kehidupan pahit seperti ini. Mengingat seminggu yang lalu ia masih merasakan kemewahan, dan dalam waktu sekejap takdir mengubah hidupnya. Bukankah ini semua tak adil?
"Seharusnya aku tidak menghabiskan uang lima ratus ribu won untuk menyewanya. Harganya tidak sepadan dengan keadaan flat kumuh ini." Lagi-lagi ia menghela napas. Tatapan tajamnya mengelilingi bagian bangunan yang tak terawat."Bodoh! Kau harus membayar hutangmu, jika tidak aku akan membunuhmu."
Ketika mendengar suara bariton di depan sana, Yuna memicingkan matanya. Seluruh tubuhnya mendadak merinding. Bukankah ini sebuah tempat pembuangan? Bisa-bisanya ia tinggal di lingkungan kriminal. Ternyata memang benar jika harga murah tidak menjamin keamanan.
Pintu terbuka, dan terlihat seorang pria tua dipenuhi tato. Pria itu menatap kepadanya, namun Yuna mengalihkan pandangannya. Ia tak ingin menambah beban berurusan dengan orang seperti mereka.
"Kenapa semua gadis cantik sangat sombong? Apa kau tidak tertarik padaku?"
Yuna mencebik. Ia tak meresponnya dan segera mempercepat langkahnya berharap segera meninggalkan tempat itu.
"Jangan terburu-buru. Meskipun kau tak melihatku, aku yakin suatu saat nanti kau membutuhkanku. Gadis cantik tak akan sanggup hidup tanpa uang."
"Tu es fou! Ne te vante pas!" Yuna secara spontan membalasnya. Ia tak peduli jika pria itu mengetahuinya.
"Ho... kau memakai bahasa asing untuk menggertakku? Tidak masalah, aku tetap menyukaimu."
"Cih, dasar gila!" Yuna dengan tergesa memasuki kamar sewaannya. Tak ingin lagi bertemu dengan orang tak beretika seperti pria tua tadi.
Meskipun ruangannya cukup lumayan, namun jauh berbeda dibanding kamar yang ia miliki sebelumnya. Rasa lelahnya tak membuat ia berfikir panjang. Yuna menghempaskan tubuhnya pada ranjang berukuran kecil. Ia sesegera mungkin mengambil alih tubuhnya dengan memejamkan mata.
***
Sialan. Ia sudah hampir berhasil meloloskan diri dari kejaran lintah darat itu. Tak disangka ternyata persembunyiannya diketahui. Dalam waktu 2 minggu harus membayar 3 milyar? Ini semua adalah neraka. Bagaimana mungkin mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat? Fikiran kacau memenuhi otaknya. Park Jimin tak lagi bisa setenang tempo lalu. Ia tak menduga jika semua keberuntungannya akan berakhir begitu saja.
"Shit! Dasar brengsek! Aku harus menanggung beban semua ini!" ia mengusap wajahnya. Matanya berkilat penuh amarah.
Jimin mengambil sebatang rokok yang tersisa di atas meja, dan menyalakan pematik. Pandangannya semakin berkabut, mungkin ini sudah waktunya. Sungguh kacau menjadi seorang sarjana yang dililit hutang. Keluarganya sudah membuatnya semakin menderita.
"Karena jalang itu aku kehilangan semua hartaku, dan sekarang aku harus membayar hutang yang tak pernah aku gunakan! Sialan!"
Karena sudah lama menyumpahi kehidupannya, Jimin tak menyadari jika waktu sudah menjukan pukul satu malam. Rasa sakit diperutnya menandakan jika dirinya belum menyantap apa pun seharian tadi. Keadaan yang was-was dan keuangan yang minimlah membuat dirinya harus menahan diri. Namun dibanding uang, Jimin lebih mencemaskan hidupnya. Ia takut lintah darat itu menemukannya, apalah daya jika tadi mereka berhasil menemukannya. Ia tak perlu bersembunyi lagi. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidupnya tentu saja mendapatkan uang untuk melunasi semua hutangnya.
Park Jimin melangkah keluar. Ketika ia sampai di depan pintu sebelah alisnya mengernyit. Kamar di sebrang sana sudah kosong sejak setahun yang lalu, lantas kenapa sekarang lampunya menyala? Apakah ada orang yang tinggal di flat itu? Berbagai macam pertanyaan memenuhi fikirannya. Sampai pada saat pintu itu terbuka Jimin tak bisa mengalihkan pandangannya. Seorang gadis cantik yang mengisi flat itu, tentu saja itu sangat menggoda.
"Cantik. Sangat cantik." Jimin tak berkedip. Rasanya sungguh sulit menemukan gadis seputih porselen di tempat semacam ini. Dan sekarang ia bertemu. Jimin merasa semuanya halusinasi. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun ia menginginkannya.
Yuna yang sedari tadi merasa diperhatikan dengan segera menutup pintu kembali. Memang benar-benar kacau, tatapan lapar pria itu mengusik hidupnya. Jika saja perutnya tidak bersiteru mungkin ia tak akan keluar pada tengah malam.
"Tempat ini menakutkan." Itulah yang Yuna ucapkan setelah bermenit-menit bersandar pada dinding.
***
Tu es fou! Ne te vante pas! = Kamu gila! Jangan membanggakan!Gimana? Feedback gengs... Jangan lupa RCL.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time And Love
FanfictionKisah seorang gadis (Shin Yuna), dan tiga pria asing (Kim Taehyung, Park Jimin, Jeon Jungkook) menjalani pertemuan. Bagaimana mereka membentuk cinta abadi meskipun dalam kesulitan menjalani hidup? Ikuti kisahnya!