part 2

16 7 3
                                    

Nadhira berlari dengan cepat, langkah kaki nya terus melangkah melewati trotoar. Dengan lincah ia meliuk-liuk dari kerumunan pejalan kaki. Ini pertama kalinya ia bangun siang, ini pertama kalinya ia datang terlambat.

Ia terus berlari hingga kakinya berhenti di depan sebuah pagar besi tinggi yang telah tertutup sempurna. Sungguh sial nasib nya hari ini.
Tiba-tiba tangan Nadhi terasa ditarik oleh seseorang membawanya lari kearah belakang gedung sekolah.

Nadhi mengenal punggung yang kini sedang berlari bersamanya, menarik tangannya. Siapa lagi kalau bukan Dhirga bamastara, yang sudah langganan datang terlambat. Tak perlu heran lagi.

"Kita loncat dari sini, gue tau satpam gedung belakang pasti lagi di wc. Ini jam-jam dia be'ol" jelas Dhirga.

Dengan lihai Dhirga memanjat pagar lalu melompat masuk.

"Pertama kaki lu injak ini terus-" instruksi Dhirga terhenti ketika Nadhi sudah lompat masuk lebih dulu dengan keadaan selamat dan sehat walafiat tanpa cedera sedikitpun ataupun jeritan ketakutan. Seperti sudah terbiasa.

"Yok, cepet kita kekelas. Buk Maya 5 menit lagi masuk" ucap Dhirga, Nadhi dan Dhirga kembali berlari menuju kelas mereka yang berada di lantai dua.

***

[Jam istirahat]

"Tumben lu telat Nad" ucap Genta dan hanya dibalas senyuman dari Nadhi.

"Untung lu ketemu Dhirga, dia itu paling pinter ngehindar saat telat. Jam guru masuk sampe jam pak Muklis be'ol aja di tau" timpal Galih. Membuat Nadhira tak bisa menahan kekehannya. Dhirga terdiam, jarang sekali ia melihat Nadhira tertawa ya meskipun kali ini cuma kekehan kecil.

"Asal kalian tau, gue beneran kaget pas tau Nadhi Pande lompat pager" ucapan Dhirga sontak membuat kedua temannya membulatkan matanya. Gerbang sekolah mereka sangat tinggi seperti gerbang istana dalam kartun princess, tak ada pengaman atau asuransi disana jika terjadi apa-apa. Dan sangat jarang perempuan bisa melompati pagar besi nan kokoh itu.

Apalagi Nadhi, sosok yang tak disangka-sangka.

"Lu kok bisa?" Tanya Genta sambil mencoba menyembunyikan keterkejutannya.

"Gue suka males buka pager rumah, jadi ya lompat" Nadhi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia sangat malu. Siswi yang dikenal pendiam ternyata atlet lompat pagar.

"Terus lu bisa manjat apa lagi?" Tanya Genta lagi.

"Entahlah, yang belom gue coba cuma manjat tiang bendera. Kalo pohon ga semua pohon udah gue panjatin. Entahlah gue juga ga tau" Dhirga tersenyum, sepertinya Nadhi sudah mulai banyak bicara. Meskipun tanpa ia sadari.

Nadhi menatap heran, melihat Dhirga tersenyum sendiri.

"Lu kenapa?" Tanya Nadhi. Dhirga segera tersadar ia membuang mukanya sebelum berganti ekspresi menjadi biasa.

"Paling juga mikirin buk Susi ya kan?" Cerocos galih yang langsung dihadiahi jitakan gratis dari Dhirga.

"Jadi Nad, kapan gue bisa belajar dengen lu?" Tanya Dhirga. Nadhi menautkan kedua alisnya mengingat-ingat sesuatu.

"Ah buk Susi?" Nadhi balik bertanya dan dibalas anggukan dari Dhirga. Nadhi sempat lupa tapi ketika galih membicarakan buk Susi ia kembali ingat.

"Emang lu bisanya kapan?"

"Ya terserah lu lah Nad, lu kan jadi gurunya. Kapan aja gue siap"

"Yaudah pulang ini aja, biar cepet kelar" Dhirga mengangguk setuju.

"Jadi pulang nanti lu ikut gue ya" dan Nadhi tak bisa menolak.

>,<

"Ya ampun, gue udah berulang-ulang ngajarin lu ini. Cuma ganti angka doang tapi lu tetep ga bisa jawab? Ckckck" Nadhi mencoba menahan kekesalan dari ketelmian Dhirga, ia harus bisa bersikap kalem. Tapi kalo udah bebel begini, apa bisa Nadhi bertahan untuk tetap kalem.

"Ya maap. Yaudah belajarnya sampe sini aja dulu. Besok sambung lagi" Dhirga mengambil ponselnya lalu segera memainkannya.

"Kalo gini, gimana mau ada perkembangan? Dhir" Nadhi menghela nafasnya. Sedangkan Dhirga, ia merasa sangat senang ketika Nadhi memanggilnya 'Dhir' semacam panggilan akrab mungkin. Ya ini pertama kalinya Nadhi memanggil Dhirga dengan sebutan Dhir jika kalian menyimak.

"Entah, sambungnya besok ajalah. Kan ga dibatesi sampe kapan"

"Tapi se enggaknya materi hari ini ga berakhir sia-sia Dhir"

"Hmmm" gumam Dhirga yang sibuk bermain game online dari ponselnya.

Nadhi merasa sangat kesal, dengan segera ia menarik ponsel Dhirga lalu ia sembunyikan dibalik sakunya.

"Lu main ponsel terus, bisa-bisa apa yang gue ajari tadi lu lupa lagi"

"Balikin dong Nad, iya entar gue belajar bener-bener"

"Omongan lu susah di percaya"

"Terus mau lu apa sih Nad"

"Ya belajar Dhir, males banget sih lu. Ini udah sore terus gue harus pulang"

"Ya pulang aja" Nadhi mengembalikan ponsel Dhirga.

"Terus gue harus ngomong apa sama buk Susi"

"Bilang aja Dhirga udah bisa, masalah selanjutnya itu urusan gue"

Sabar.

"Jelasin sama gue apa yang udah lu tau dari trigonometri?" Nadhi menghembuskan nafas pelan mencoba meredamkan kekesalannya pada Dhirga.

"Sinus, cosinus, tangen" balas Dhirga santai. Matanya tak henti menatap kearah ponsel.

"Argghh bisa-bisa gila gue Dhir. Yaudah cepet anterin gue balik" pada akhirnya Nadhi mengalah. Ia tak menyangka jika Dhirga yang ia kira penuh dengan akal cerdik ternyata se lemot ini.

Dhirga tak mampu menahan senyumnya ketika melihat Nadhi yang terus menahan kekesalannya, mencoba untuk bersabar dan bersikap sekalem mungkin. Dhirga ingin melihat bagaimana pribadi Nadhi sesungguhnya. Ternyata tak seperti yang ia bayangkan selama ini. Nadhi yang ada dihadapannya ini seperti sosok Nadhi yang bisa mengekpresikan apa yang ia rasa. Bukan hanya diam tanpa ekspresi.

Dhirga sebetulnya sudah mengerti bahkan sangat mengerti apa yang dijelaskan Nadhi tadi. Ia hampir bosan karena Nadhi terus mengulang materi itu. Namun melihat kekesalan yang terpancar dari mata Nadhi.

Itu seolah menjadi hiburan tersendiri bagi Dhirga.

---

TO BE CONTINUED

if you stay [ DHIRGARA ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang