06.

11K 1.2K 216
                                    

Terapi pun selesai, Thania keluar dari ruangan dan menghampiri keluarganya. Dia tersenyum manis, namun tidak dengan Galant yang hanya diam tak mau berbicara sepatah kata karena kedua orang tuanya.

"Sudah selesai?" tanya Glen.

Thania mengangguk. "Kalian mau langsung pergi?" tanyanya sedikit sedih.

"Maaf ya sayang, kita harus berangkat lagi dan nggak bisa antar kamu pulang," ucap Amel seraya mengusap pipi Thania lembut.

"Ngga apa-apa kok, kalian antar aku aja, aku udah senang," jawab Thania.

Glen menghampiri Thania, memegang pipi anaknya dan mencium dahi Thania. "Kamu jaga diri baik-baik ya nak," pesannya.

Thania menganggukkan kepala, mereka menoleh pada Galant yang masih fokus memainkan benda persegi panjang. Di rasa semua orang melihatnya, dia pun menoleh dan memasukkan handphone ke dalam saku celana.

"Ga-"

"Ayo pulang," ajak Galant pada Thania, dia memegang tangan adiknya namun Thania masih terlihat diam saja. "Kakak ngga mau ngobrol sama mereka gitu?" tanya Thania.

"Gak usah," jawab Galant.

Glen dan Amel hanya bisa tersenyum, karakter kakak adik satu ini memang sedikit bertolak belakang. "Gak apa-apa Thania, kita bisa ngobrol lain waktu," kata Amel.

"Yasudah, kita pergi dulu ya sayang. Jaga diri kalian baik-baik, jangan sampai lupa makan!" imbuh Amel.

Setelah kedua orang tuanya pergi, Thania pun menatap tajam pada Galant. Bukannya terlihat seram, justru membuatnya terlihat lucu. Sampai-sampai Galant harus memalingkan wajahnya agar tetap serius.

"Nggak boleh gitu!" pekik Thania.

"Hm." Bibir Thania melengkung, dia berkacak pinggang. "Nggak boleh kayak gitu lagi!" katanya.

Galant mengangguk. "Iya," jawabnya.

"Beneran?" tanya Thania. Dia mengangkat jari kelingkingnya. "Janji ya?"

Galant mengangguk, dia melingkarkan jari kelingkingnya pada kelingking Thania. "Iya janji, maafin kakak ya? Sebagai gantinya, ayo kita jalan-jalan, kamu pasti lapar," kata Galant.

Mata Thania seketika langsung berbinar, dia menganggukkan kepalanya cepat. "Mau! Ayo kita pergi!" ucapnya dengan semangat.

***

Sementara itu di SMA Harapan, Marvin bersama teman-temannya berkumpul di kantin. Sedari tadi dia memperhatikan handphonenya dan mengacak-acak makanan.

"Lo kenapa sih? Suram banget gue liat-liat," tanya Azar yang mendapat gelengan kepala dari Marvin.

"Gue tahu lo lagi nungguin chat dari Thania kan?" sahut Ezra.

"Lagian lo juga goblok, deket iya di tembak engga, gimana mau maju hubungan lo," sindir Alvin.

Marvin mendengus kesal, apa mereka tidak tahu, semakin Marvin mendekati Thania, semakin Thania menjauh pula darinya. "Sebanyak apapun orang yang deketin dia, tetep aja dia bakal milih si setan itu," geram Marvin.

Derick menepuk bahu Marvin, memang sulit untuk mengejar seseorang yang mencintai orang lain. Belum lagi si gadis hanya menganggapnya sebagai kakak, sakit hatinya berlipat-lipat.

"Sabar ya, kalau ngga rumit bukan cinta namanya," kata Jean.

Sementara itu, di lain tempat. Thania dan Galant baru saja tiba di rumah, mereka duduk bersama di sofa dan menghela napas lega ketika aroma khas rumah menyambut. Thania menoleh pada Galant, dan bertanya.

INNOCENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang