Bab 3 • Up and Up

142 15 0
                                    

"Semua kamar ada di lantai dua, ini kamar kalian bertiga," jelas Alex membuka pintu sebuah kamar benuansa serba putih. Sepertinya warna-warna monokrom akrobatik adalah ciri khas keluarga ini. Ciri khas para malaikat maut. "Di depan kalian adalah kamar Dylan, Noah, Steve dan Nicholas. Lalu di sebelah adalah kamarku, Alex, dan Asgard. Kalian bisa mengetuknya jika memerlukan sesuatu."

Ruangan berukuran 2 meter kali 4 meter dengan tiga ranjang yang menghadap tepat ke arah jendela yang menunjukkan pemandangan halaman belakang rumah. Segala perabotan yang ada berwarna hitam dan merah, menimbulkan kesan elegan dengan warna dinding yang putih polos. Sebuah lukisan terlihat menghiasi sisi dinding yang berada di antara dua dari lemari yang berbaris rapi.

"Sebentar lagi sarapan, turunlah saat mendengar suara lonceng," kata Alex sebelum meninggalkan ruangan itu.

Sura derit pintu yang tertutup sebelum bunyi klak seakan menimbulkan kesan tersendiri pada ruangan itu. Entah hanya perasaan Ella atau, "sedikit lebih terang sesudah dia keluar?"

"Itu namanya aura kematian," kata Oliv. "Jika ingin lebih terang kau bisa mengusir Volentia dari tempat ini."

"Apa?" respon Volentia mengangkat kepalanya. Tangannya yang sedang sebelumnya sibuk mengeluarkan pakaian yang ada di dalam kopernya menyilang di depan. "Kita sudah berjanji untuk tidak membahas ini, kan?"

"Tapi itu jujur," kata Oliv. "Rumah para malaikat maut di atur untuk bisa menyesuaikan denganku disini si pemilik rumah. Memang menganggu dan terkesan rasisme. Hanya saja itu membantu, jika kau ingin selamat dari amukan malaikat maut yang berujung maut."

Oliv sedikit berjongkok untuk mengambil tas kecilnya. Mengeluarkan beberapa buku yang ia selundupkan dari dimensi sihir. "Aku tidak menghitungnya sebagai kejahatan," komentar Ella menatap Oliv yang sepertinya tidak lagi seperti yang ia kenal. Sejak kapan dia berani melanggar aturan? "Apa kau memanipulasi hasil birokrasi?"

"Volentia bahkan membawa semua boneka rajutnya," kata Oliv pembelaan.

Volentia mengedikkan bahunya. Ia sudah selesai dengan kegiatannya. Mencoba menurunkan tas kopernya. "Eh?" ucapnya saat beberapa kertas yang ada di atas ranjangnya berserakan begitu saja. Memungutinya secara acak, sedikit tertarik dengan bacaan yang ada di dalamnya. "Data tentang keluarga ini? Aku tidak ingat petugas birokrasi memberi hal ini?"

Ella berjalan mendekat. Ikut membaca satu per satu bacaan itu. "Bukankah ini seperti biodata?" respon Ella.

Oliv mengambil sebuah kertas bacaan yang tertunggak di lantai. "Lebih tepatnya, data kependudukan. June memberikannya padaku, dia bilang jika keluarga angkat kita ini, spesial."

"Bagaimana bisa mereka tidak spesial jika saja Nenekku yang merekomendasikannya?" respon santai ala Volentia. Mengedikkan bahunya sesaat. "Apa yang spesial dari keluarga ini?"

Oliv menatap keduanya. Mengambarkan dirinya selayaknya agen atau informan bagi kedua temannya itu.

"Sebenarnya tidak banyak-" Oliv menjaga ucapannya sendiri mencoba mencari sesuatu yang ia selipkan di salah satu buku yang ada. Secarik kertas dengan tulisan tangan yang sangatlah tidak rapi. "-William Inferno tercatat sudah menjadi seorang Pengawas sejak dua puluh lima tahun yang lalu, yang mana dia harus melakukan abdi hidup terlebih dahulu di tingkatan yang ada di bawahnya selama bertahap."

"Artinya?" tanya Volentia.

"Dia sudah cukup tua, atau sangat tua," jelas Ella. "Seumuran dengan Lazuardi Nicholas?"

"Aku akan menanyakannya jika kita kembali," kata Volentia. "Apa ada lagi?"

Oliv menatap bacaan yang ia dan yang lainnya bawa. "Tentang anak-anaknya."

Witch Darkness [Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang