Prolog

60 2 0
                                    

Ini bukan tentang siapa yang pergi dan siapa yang menetap, tapi tentang siapa yang bertahan lalu melepaskan, tentang rasa ikhlas dimana takdir tak lagi bisa dirubah. Tentang cerita perjalanan sepasang cucu Adam yang sulit untuk digambarkan, karena cinta bukan siapa yang menjadi apa, tetapi cinta tentang rasa bahwa kita bahagia kalau dia bahagia walau bukan karena kita tapi bisa jadi itu juga karena kita, hati siapa yang tahu, meskipun kita pernah mengukir sejarah dibawah senja dan hujan yang hadir pada bulan Juli.

"Hei, kamu tampan hari ini biasanya kucel" sapaku dibalik suara didepan layar ponsel.

"Kamu juga cantik, aku tunggu disini ya, kamu harus senyum sumringah hari ini, kamu harus tau aku bahagia banget karena ternyata perasaanku terbalas terima kasih yaa" balas seseorang yang ada didepan layar ponselku sembari menungguku untuk ada disana bersamanya.

"Iya kamu tunggu aku disana ya" jawabku dengan senyuman dan langsung mematikan ponsel yang aku letak didepan meja rias.

Aku bahagia, kalau dirinya juga memilih untuk bahagia.

*****    

Senja sore itu keren, sekeren rambutnya yang klimis dan berkumis tipis menghiasi wajahnya yang tampak menirus namun masih terlihat manis, ciptaan Semesta itu memang keren, tidak ada yang buruk, yang membuat buruk itu ya diri kita sendiri. Kulihat wajahnya yang tampak tegap dihadapanku, seperti ada beban yang belum bisa untuk diutarakan olehnya, apa ya kira-kira.

"Hei, ngapain lu melamun? Nih es kelapanya" Sam duduk tepat disebelahku dan menyodorkan es kelapa yang sedari tadi aku seperti orang ngidam untuk dibelikan es kelapa.

"Ah elu, ngagetin sini. Makasih yaa kaktus"

"Plis deh kali ini kan gue ngga mau jadi kaktus lagi"

"Iya-iya, lu jadi Tony stark kaya di film Avengers aja deh"

"Biar elu denger gue ngomong I love you 3000 gitu?"

"Dih pede bener lu, elu kira gue anaknya lu?"

"Emang kalo bilang I love you 3000 harus jadi anak dulu?"

"udah deh, mulai ngalay lu dasar kaktus"

"Yaaa maap habisnya lu sih"

Deru suara ombak menghiasi suasana sore yang penuh senja, senja yang sudah lama tidak aku nikmati setelah mengasingkan diri selama setahun karena berusaha belajar menerima bahwa tidak selamanya skenario yang kita buat ini baik untuk diri kita selama Semesta masih mempunyai alur skenario yang tidak kalah kerennya dari yang kita susun. Aku menghirup udara segar di Danau Siombak Marelan yang kami singgahi sore itu, sore itu Aku belajar banyak hal untuk diriku sendiri, belajar menerima misalnya.
"Al, boleh aku rindu?"

"Silahkan saja, itu haknya kamu, tapi kamu tidak bisa memaksa orang lain untuk merindu seperti kamu"

"Kamu tidak rindu?"

"Kalau Aku bilang rindu emang kamu mau apa?"

"Mau bilang ini belum berakhir bagaimana?"

"Kamu tidak lelah menjadi kaktus? Sudahlah, semua sudah terlambat, jalani jangan lari"
"Mau lari bersamaku?"

"Enggak, langkahku tidak sekencang dulu"

"Tapi langkahmu kencang untuk mengobati luka sendiri"

"Kadang kita harus mandiri untuk diri sendiri, karena apa? Karena toh nanti kita juga mati sendiri-sendiri, ngga ada tuh aku mau sehidup semati, jika aku mati emang situ mau mati juga? Kamu harus tau kalau itu bahasa sang pujangga-pujangga lama. Sastra barunya yang aku pedomani ya Kamu harus bisa berjalan dengan kakimu sendiri. Pada akhirnya kita punya titik lemah untuk berhenti, berhenti berpura-pura tidak apa-apa karena dunia ini terlalu luas untuk memperkeruh diri sendiri. Paham?" 

"Engga bahasamu ribet kaya si Suhu"

Aku hanya membalasnya dengan tertawa kecil sembari menikmati es kelapa ditengah danau yang dikelilingi senja.
"Sam, Senjanya cantik ya sudah lama tidak aku nikmati"

"Iya, kaya kamu, cantik. Coba buka kacamata dan lihat burung-burung yang terbang disekitar awan."

"Yaaa gaa kelihatan dong geblek, kecil dong."

"Kaya gitu kamu ke aku, ngga bakal kelihatan karena kamu melihatku terlalu jauh"

"Terlihat tapi tidak bisa untuk di genggam, karena takdir terbang terlalu jauh"

"Kamu mau kita ulangi semua dari awal? Jika kamu berkenan"

"Mengulangi dari masa kita pakai baju putih merah? Jadi bocah dong?"

"Susah sih ya serius sama orang yang kerjaannya bercanda mulu"

"Let's see, ikutin aja perputaran arus waktu ini".

Kita ngga tau ada hal menarik apa yang akan kita hadapi ke depan, kita cuma tahu bahwa hari ini kita sedang berusaha untuk menjadi versi terbaiknya kita, jatuh bangun adalah hal yang ngga bisa kita hindari, kita cuma bisa pilih lalu lanjutkan atau berhenti ditempat. Seperti hari ini, kuharap hal ini tidak berlangsung begitu cepat, karena aku menikmati hari yang sangat panjang di hari ini, dan tentu saja aku bahagia.


2 Times in JulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang