Scivolo Icebergie

64 4 0
                                    

Thalia memapah Nick kembali ke tempat Livia. Kaki Nick yang membiru membuatnya  terpincang-pincang. Rasanya begitu nyeri dan sakit barang sedikit pun digerakkan hingga tak ayal membuat Nick meringgis sepanjang perjalanan. Berlatar belakang langit yang bertabur bintang dan desir angin yang membelai lembut, hal seperti ini akan terasa romantis jika dilakukan oleh sepasang kekasih.

“Aku tak menyangka ternyata kau lebih berat dari kelihatannya” ujar Thalia disela-sela perjalanannya yang terseok-seok.

Nick mengangkat mukanya, “Memangnya aku kamu,” tandasnya, nadanya terdengar lebih mengejek dari yang diniatkan.

Nick yang tertatih-tatih memang terasa sangat berat bertumpu ditubuh Thalia. Gadis itu sendiri sudah kerepotan membawa tubuhnya menapaki jalanan basah yang redup, di tambah harus memapah Nick yang tidaklah enteng. Jika bukan karena kebodohannya menjatuhkan buku tersebut mungkin ini tidak akan terjadi.

Nick meringgis lagi, ekspresinya sangat tepat menggambarkan dirinya yang kesakitan dan kedinginan. Sebelah tangannya melingkar di pundak Thalia dan satu tangannya lagi memegang buku yang untungnya ditemukan masih dalam keadaan kering dan baik-baik saja.

Nick memandang Thalia sekilas.

“Sudah kubilang, kau tidak usah ikut. Kau hanya merepotkanku” Nick menggerutu kecil. Di rapatkannya lagi tubuh Thalia pada tubuhnya hingga tak ada celah setipis kapas pun. “Aku sulit berjalan, jangan jauh-jauh memapahnya.” ujarnya kemudian.

Diam-diam Thalia tersenyum, namun tak berlangsung lama tatkala ia mengingat perkataan Nick yang pertama.

Thalia memicingkan matanya, “Kau bilang apa tadi yang pertama?”

“Kau merepotkanku.” Nick menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya, ia tidak mau gadis di sampingnya itu tidak mendengar dan memintanya mengulang lagi.

“Maaf” dengus Thalia pelan. Nick tak menduga Thalia akan memilih kata tersebut untuk di ucapkan dengan nada yang terdengar sendu di telinganya. Gadis itu membenahi apitan tangannya di pundak Nick, membuat mereka bertemu pandang ketika Nick juga menoleh.

Setelah beberapa detik yang terasa canggung, Nick mengalihkan pandangannya. “Bibirmu manis” katanya tanpa sungkan.

Thalia menunduk, diam-diam pipinya merona. “Tak seharusnya kau melakukan itu, kalau Ben tahu dia akan marah.”

“Ben tidak akan tahu kalau tidak ada yang memberitahu.” Nick menukas cepat, “Lagipula, memangnya mengapa kalau Ben tahu? Jangan-jangan itu ciuman pertamamu ya?” kali Nick ini menambahkan nada menggoda.

Thalia bersemu lagi, tebakan Nick tepat membidik sasaran. Bibirnya memang belum pernah di sentuh siapapun kecuali Nick, berarti Nick adalah pencuri yang mencuri ciuman pertamanya. Nick harus bertanggung jawab.

“Pantas saja kau agak lama membalas ciumanku, ternyata kau tidak tahu caranya.” Nick mencibir pelan, meski begitu Thalia tetap bisa mendengar dengan jelas kata-kata Nick yang membuatnya semakin malu. Nick menyadari itu, awan hitam yang tengah menutupi sinar rembulan tak menghalanginya untuk bisa melihat Thalia yang semakin merona.

Untuk sesaat, ia membiarkan dirinya tersenyum.

“Tapi mengapa kau menciumku? Kau cari kesempatan ya?” Thalia menuduh, tatapan matanya mengarah pada Nick dengan jenis tatapan yang bisa membuat anjing lari terbirit-birit.

“Enak saja,” jawab Nick tidak terima, “Aku hanya ingin mencari kehangatan, tapi ciuman tadi tidak berpengaruh apa-apa.”

“Kok tidak berpengaruh?” Thalia bertanya bingung, kini tatapan mata coklatnya berubah jadi sangat konyol jika di lihat oleh Nick.

Buku Ramalan SintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang