Jeritan seorang anak yang kerap ditinggal sang ayah.
Menahan rindu yang kian membara layaknya seperti menahan senja yang akan pulang ke pangkuan sang malam.
Pasrah, ya itulah yang kulakukan setiap rindu yang membakar sekujur tubuh ini.
Entah kapan rindu ini bisa menjadi temu.
Pasrah dan lagi pasrah pada sang pencipta, hanya itu saja yang kulakukan, sambil benar-benar air mata yang terus mengalir tersusun rapi dibalik rindu.
Tersenyum walau keadaan sedang tidak baik-baik saja.**
Ini tentang aku yang belum dewasa sepenuhnya usai kepergian seorang ayah.
Ini tentang aku yang terkadang kalah dalam langkah oleh orang-orang disekitarku.
Disaat teman-teman sibuk dengan studi.
Aku disini terbiasa bangun sedini hari hanya untuk mencari rezeki.
Disaat kulihat temanku sudah dalam satu ikatan kedinasan, aku disini masih saja harus berjuang pasal keuangan.
Hingga membuat batin sering berkata "andai masih ada ayah" , mungkin harapan sukses ku yang belum tercapai kan segera kugapai, mungkin tentang mimpi serta anganku untuk pendidikan yang lebih tinggi kan ia tuntaskan kini.
Terus terbuai dalam kepedihan hingga batin terasa sakit bukanlah kemauanku, mungkin aku bisa tahan dengan perpisahan namun tidak untuk kenangan, itu saja.
**