teacher

104 4 1
                                    

Hening, goresan kapur di papan tulis mengisi kekosongan suara siswi SMA yang berada dalam kelas. Mereka terlalu larut mencatat pelajaran Fisika yang begitu membingungkan, terlebih lagi guru tersebut juga terlalu disiplin. Menit demi menit berlalu, goresan tinta di atas kertas menambah suasana sepi di kelas. Pelajaran Fisika tambah menyulitkan, memaksa otak untuk mendapatkan jawaban yang eksak.

Goresan kapur di papan tulis berhenti, guru yang mencatat tersebut melihat jam di pergelangan tangan kirinya, ia mengangguk sedikit. Berbalik memandang siswinya yang sibuk mencatat. Guru itu berjalan mendekati kursi yang tersedia untuknya, duduk melihat absensi siswi di kelasnya.

Ada suara tawa, seorang perempuan, nyaring memecah kesunyian kelas, guru tersebut kaget.

"DIAM," bentak Sang guru yang tetap duduk di kursinya, memandang siswinya yang berhenti mencatat, mereka tidak mengerti kenapa gurunya berteriak tanpa ada sebab.

"Siapa barusan yang tertawa dalam kelas,?" tanya Sang guru mencari asal sumber suara tawa di kelasnya.

Siswi yang ada di kelas merasa bingung, menoleh ke kiri, ke kanan, serta memandang teman di sampingnya, berharap menemukan jawaban.

"Maaf pak, kami semua sedang mencatat, tidak ada yang bersuara apalagi tertawa. Mungkin bapak salah dengar," kata ketua kelas memandang gurunya.

Guru tersebut melihati ketua kelas, ia yakin tadi mendengar tawa tapi entah siapa, ia merasa aneh.

"Teruskan pekerjaan kalian," kata guru itu kembali melihat dan mengawasi siswinya yang tengah meneruskan mencatat yang tadi sempat tertunda. Guru itu melihat di ujung tempat duduk paling belakang, duduk sesosok perempuan, tidak mencatat, menunduk, kaku, dengan rambut menutupi wajahnya.

Kebingungan melanda diri Sang guru, ia melihat denah tempat duduk yang tertempel di atas mejanya, tapi tidak ada nama, hanya ada kursi dan meja kosong di tempat itu.

Sang guru kembali menatap siswi tersebut, sekarang siswi itu menyisir rambutnya dengan jari jari tangannya sendiri. Sang guru bangkit berdiri.

"Kamu yang di ujung, maju ke depan kelas," kata Sang guru berdiri tegas menunjuk tempat siswi tersebut berada. Beberapa siswi menoleh ke tempat asal tunjukkan gurunya, tapi mereka merasa aneh siapa yang dimaksud gurunya.

Siswi tersebut terus menyisir rambutnya, ia tertawa tawa. Suara tawa yang aneh, kengerian melanda diri Sang guru. Betapa mengejutkan, setelah suara tawa perempuan itu berhenti, siswi tersebut memperlihatkan wajahnya, muka si siswi nyaris hancur, darah segar menghiasi wajah si siswi yang rusak berlumuran darah. Sorot mata hitam dan tajam menatap langsung ke mata Sang guru yang berada di depan kelas. Sang guru terduduk kaget, ngeri, nafasnya tidak beraturan. Entah kenapa ada sesosok makhluk yang menakutkan di kelasnya.

Siswi yang lain bingung, merasa heran dengan keadaan gurunya.

"Kenapa pak, kenapa bapak ketakutan,?" tanya ketua kelas heran duduk memperhatikan gurunya. Guru itu panik tidak menjawab, segera membereskan semua buku dan alat tulis di mejanya, secepatnya memasukkan dalam tasnya. Guru itu hanya mau meninggalkan kelasnya secepat ia bisa.

"Ka, kalian, te,tetap, kerjakan, tu,tugas, kalian. Bapak, ma, mau, ke, ke, kantor, se, sebentar," kata Sang guru kepada siswinya, dengan langkah gemetaran Sang guru menuju pintu kelas. Namun, pintu kelas terkunci, guru tersebut tidak bisa keluar, panik menggerogoti sekujur tubuhnya. Berkali kali mencoba membuka pintu tapi tidak bisa terbuka, padahal tidak dikunci.

"Percuma saja pak, pintunya tidak akan terbuka sebelum bapak mati," kata ketua kelas serius, guru itu berbalik kebelakang melihat ketua kelas. Jerit ketakutan melanda Sang guru, semua siswi yang berada di depannya adalah mayat, darah segar belepotan menghiasi seragam sekolah siswi di kelasnya. Semua siswinya mulai berjalan perlahan lahan mendekati Sang guru. Guru itu berteriak minta tolong tapi tidak ada yang mendengar, berkali kali membuka paksa pintu di depannya tapi tetap tidak mau terbuka. Semua siswi mulai mendekatinya, siswi yang wajahnya rusak mencoba mendekati Sang guru, menunjukkan wajahnya yang dulu sewaktu masih hidup.

"Ri, Risa," kata Sang guru kaget melihat siswi didepannya.

"Ya, aku Risa," kata siswi itu tersenyum dingin, Sang guru menelan ludah ngeri mengingat apa yang dulu pernah dilakukannya pada Risa, melecehkannya, memukulinya, bahkan membunuhnya secara keji.

"Maaf, bapak minta maaf," kata Sang guru memelas.

"Aku ingin bapak jadi bagian dari kami," kata Risa.

Obrolan berhenti, jeritan dan tangisan, mengisi kelas tersebut.

Hening, sunyi, tidak ada suara dalam kelas. Hembusan angin membuka pintu kelas. Sang guru tergeletak duduk di kursinya, wajahnya hancur berlumuran darah segar.

Ini hanya sekedar cerita buatanku, jika ada kesamaan tempat nama dan juga cerita adalah hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

...Good Night...

cerita misteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang