-1-

104 12 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Nadia bersekolah di SMA Tunas Cendikia. Tidak seperti orang-orang lain yang sangat senang saat pertama masuk sekolah, Nadia hanya memasang raut wajah datar seakan-akan tidak ada kebahagiaan dalam dirinya. Kini ia sedang melaksanakan upacara khusus murid-murid baru. Ia berbaris sama seperti murid-murid lain namun, disaat orang-orang berebut untuk mendapatkan barisan depan, ia justru ingin mendapatkan barisan terakhir disangat pojok. Mungkin hanya beberapa orang yang bisa melihatnya.

•••

Setelah mendapat penjelasan dari guru, kini murid-murid yang melaksanakan kegiatan MPLS sedang mendengarkan celotehan dari sang ketua osis. Mungkin dari 10 siswi hanya 2 yang mendengarkan secara detail, sisanya hanya memandangi ketampanan yang dimiliki oleh sang ketua osis tersebut. Begitupun Nadia, ia sedang mendengarkan si ketos itu berbicara. Setelah mendapatkan intruksi dari ketos, para murid-murid segera pergi kearah mading untuk melihat kelompok mereka.

Nadia bukan tipe orang yang selalu ingin didepan. Ia selalu bisa mengalah untuk suatu hal, apapun itu. Ia kini tengah duduk di pojokan sambil menunggu para murid-murid yang berdesakan untuk melihat mading. Padahal kalau dipikir-pikir untuk apa berdesakan, nanti juga bisa untuk membacanya.

"Aneh banget ya mereka?" Suara lembut itu langsung menjalar dalam pendengaran Nadia. Ia menoleh kearah kanan kemudian melihat si ketos tengah duduk disebelahnya sambil terkekeh.

Nadia hanya menaikkan satu alisnya, kemudian berkata, "Bisa dibilang begitu. Padahal nanti bisa dibaca. Ck." kata Nadia.

"Lo kenapa gak ikutan?"

Lagi-lagi Nadia hanya menaikkan satu alisnya.

"Kan gue udah bilang, nanti juga bisa dilihat tanpa harus berdesakan gitu. Ga guna banget."

Sang ketos hanya terkekeh mendengar jawaban dari Nadia.

Nadia yang bisa dibilang mungkin hanya satu kali dalam satu tahun itu tersenyum, kali ini ia berhasil membuat lengkungan dibibirnya karena mendengar kekehan kecil dari si ketos itu. Namun, satu detik kemudian raut wajahnya kembali datar.

Setelah menunggu beberapa menit akhirnya para siswa mulai bubar dan Nadia mulai mendekat kearah mading. Ia perlu memakan waktu lima menit untuk menemukan namanya. Sampai pada akhirnya ia menemukan namanya di Kelompok Anggrek. Namanya terletak di atas sekali sebagai ketua kelompok.

"Kenapa harus gue elah?" gumamnya kecil.

"Eh lo yang di mading, cepetan ke kelompok lo, ini udah mau mulai." kata sang ketos dari pinggir lapangan.

Nadia hanya menoleh kemudian mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Jadi cewek dingin amat masyaallah." gumam si ketos itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

•••

"Ehh haii." sapa seorang gadis yang duduk disebelah Nadia.

Nadia hanya menoleh tanpa menjawab sapaan gadis itu.

"Hm. Nama gue Sallma Khairunisa. Nama lo siapa?"

Nadia yang merasa kasihan akhirnya menjawab pertanyaan Sallma.

"Hai juga. Gue Nadia Alvani. Panggil aja Nadia."

NADIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang