Navila melangkah pelan mengikuti gadis berambut bob didepannya, ditangannya dia membawa tas jinjing besar yang ia genggam dibelakang tubuhnya. Navila hari ini dipaksa untuk kerumah Marinka untuk menemui bunda Alena, ibu Marinka, Navila sendiri hanya mengikuti kemauan sahabatnya meninggalkan Zelia sendiri yang juga mengajaknya untuk menonton bioskop terbaru hari ini.
"Dirumah ada kak Gio," Marinka mengungkapkan apa yang sejak tadi dipikirkan gadis itu.
Navila mengernyitkan dahinya tanda bingung sekaligus heran, "memang kenapa?, kan itu rumah kamu sama dia," polos Navila menjawab pernyataan Marinka.
Mereka berhenti dipersimpangan jalan lalu memberhentikan angkot dan segera naik. Navila duduk dekat jendela terbuka untuk mengehentikan keringat yang terus mengalir deras akibat cuaca panas sedangkan Marinka lebih memilih duduk dekat pintu angkot yang terbuka bebas disebelah Navila, lalu angkot melesat cepat meninggalkan persimpangan jalan.
"Lo itu lupa atau gak peka Avi," Marinka menatap sahabatnya melanjutkan protesnya didalam kendaraan umum yang ia naiki saat ini.
Lagi-lagi Navila mengernyitkan dahinya, "Gak peka bagaimana sih?"
"Kak Gio itu suka sama lo N A V I L A, kan gua udah ngomong he loved you!!"
"Tapi kan Avi gak ada perasaan sama kak Gio," Navila tidak tahu harus menjawab apa soal itu, dia bener-benar buntu soal pria apalagi soal kak Gio yang notebene-nya adalah kakak dari sahabatnya, membuat Navila merasa tidak enak dengan Marinka.
"Itulah yang harus lo jawab saat kakak nyatain perasaannya nanti,"
Navila berpikir 'apa yang dikatakan Marinka, apa dia tidak berharap aku menerima kak Gio'.
Marinka mengerti apa yang dipikirkan Navila ini, "Jangan sungkan cuma karena dia kakak sahabat lo Avi, perasaan lo jauh lebih penting diatas segalanya." seakan menjawab kebingungan Navila, Marinka mengelus lembut tangan Navila yang sudah dia anggap seperti saudarinya sendiri.
Navila mengangguk mengerti lalu mengeluarkan nafas lega, dia berterima kasih Marinka mau mengerti dirinya. Marinka mengatakan hal itu padanya hanya ingin membuat Navila tegas dengan perasaannya karena rasa itu tak akan pernah bisa dipaksa.
Setelah mereka menyelesaikan pembicaraan dan kesalahpahaman, Navila dan Marinka segera turun tepat setelah mereka sampai. Mereka berdua pun segera berjalan meninggalkan angkot yang berhenti sekedar mangkal mencari penumpang.
Marinka berjalan mendahului Navila menuntunnya menuju kediaman Marinka. Saat pintu besar rumah Navila terbuka gadis itu sudah berada didekapan bunda Alena, wanita paruh baya itu memeluknya erat menyalurkan rindu dan kasih sayangnya pada Navila.
Marinka hanya memutar bola matanya, "Jadi Inka ini tamunya atau tuan rumahnya?" Marinka bertanya dengan sang bunda sambil mengeluarkan nada sindiran, yang disindir hanya tertawa cengengesan.
"Kalian mending ganti baju, bunda hari ini masak banyak karena ada Avi," ucap bunda.
Navila dan Marinka hanya mengangguk dan segera menuju tangga lantai dua tempat kamar Marinka berada. Tapi Navila tiba-tiba menghentikan langkahnya lalu berteriak, "Bunda, apa kak Gio ada dirumah!?" tanya Navila sambil berteriak.
Teriakan itu dapat didengar jelas oleh bunda dan juga Marinka yang sudah berada tepat didepan pintu kamarnya, gadis itu membelalak kaget tangannya memeggang knop pintu tanpa memutarnya. Marinka lalu berlari hendak menuruni tangga gadis itu menyipitkan matanya lalu menepuk dahinya.
"Aduh Avi lo tu polos apa gimana sih."
Marinka melihat Navila bergelayut manja di tiang tangga menunggu bunda menghampirinya.
"Kak Gio lagi tidur Avi, kenapa emang?" tanya bunda, dengan santainya Navila ber-oh ria membuat Marinka lagi-lagi menepuk dahinya.
Marinka pun segera menarik tangan Navila cepat, "Duhh Avi lu tu bodoh banged deh, teriak gtu kalau kak Gio denger bahaya."
Navila menatap Marinka polos, "Eh Avi gak tau hehehehe,"
"Dasar."
Navila dan Marinka pun segera melangkah dan masuk kekamar Marinka. Saat memasuki kamar Marinka terlihat jelas sisi feminim yang ditempa dikamar ini, dinding dengan cat pink tua dengan lantai marmer bewarna coklat, disamping ranjang Queen sizenya ada Karpet berwarna coklat tua dengan bintik pulkadot bewarna putih jangan lupa dengan seluruh perabotan yang rata-rata bewarna putih dan pink.
Navila melempar bokongnya ke ranjang empuk Marinka, meminta tolong pada gadis itu untuk meminjamkannya pakaian ganti. Marinka melempar cepat pakaian daster putih polos dengan bahan flanel tebal ditengahnya ada gambar mata kelinci dan giginya sebagai kantong.
"Lu mau mandi gak?" tanya Marinka pada gadis yang memberengut sebal karena ia lempari pakaian.
Navila mengangguk.
"Dikamar mandi ujung luar aja ya, jangan dikamar gua lagi rusak." Marinka memberi tahu Navila sedangkan gadis itu mengangkat tanganya meminta sesuatu.
"Apaan?" tanya Marinka kebingungan.
Navila mengerucutkan bibirnya imut, "Anduk Inka.", Marinka menggelengkan kepalanya 'tinggal to the point aja pake sok imut begitu' makinya dalam hati.
"Ada dikamar mandi Avi."
Navila pun mengerti lalu berjalan keluar dari kamar Marinka menuju kamar mandi ujung. Tapi ketika dia sudah sampai di kamar mandi ujung telinganya mendengar suara piano yang begitu merdu dan nyaring, suara itu mengalun indah dalam telinganya.
Kaki Navila pun melangkah masuk kedalam ruangan disamping kamar mandi saat memasuki ruangan itu Navila disambut sebuah ruangan kosong dengan banyak rak buku dan jendela-jendela besar bertirai putih yang berterbangan karena angin. Sosok pria dan piano besar terhalang tirai yang dengan ringannya berterbangan, Navila yang penasaran menghampiri pria itu sambil memegang erat baju daster Marinka.
Tangan gadis itu tergerak menghentikan gerakan tirai yang terus bergerak dengan senangnya. Gadis itu membelalak kaget saat dilihatnya pria tampan dengan kaca mata yang kini menghentikan tekanan tuts pianonya adalah Algiogino.
"Kak Gio!!" kaget Navila
"Navila!!" berbarengan dengan Navila, Gio juga kaget tapi seketika raut wajah pria itu terganti dengan senyum hangat terpatri diwajahnya.
*//*//*
KAMU SEDANG MEMBACA
AnkaNavila (Jatuh Cinta)
Teen FictionPagi itu Navila tak menyangka akan bertemu Anka, pria yang menurutnya seperti pria biasa lainnya. Tapi teman-temannya begitu mengangguminya sampai mengatakan Navila beruntung dapat melihatnya. Hingga suatu keadaan mebuat Navila mengubah pandangannya...