Pukul 05.10,
Gadis itu menyibak gorden kamarnya. Tampaknya, cuaca pagi ini cukup mendung untuk mengawali hari.
Tak lama-lama, gadis itu berjingkat pergi dari kamarnya. Ia menyampirkan handuk di pundaknya, bersiap untuk mandi.
Usai mandi, gadis itu malah semakin lesu. Ia masih asing dengan pemandangan yang disuguhkan untuk kedua mata belo-nya. Entahlah. Padahal sudah hampir seminggu ia berada disini. Ah! Apa peduliku? Batin gadis itu seraya terus mengunyah sarapannya.
Ting.
Suara lirih dari handphone nya membuat gadis itu terburu-buru membuka lockscreen handphone nya.
Bunda
Jangan lupa Asna! Sekolah mulai jam 06.30! :)Ah! Terserahlah! Gadis itu menghembuskan nafasnya keras-keras. Ia ingin mengawali hari pertama di sekolah barunya berjalan dengan baik, tapi sepertinya takdir masih belum mengizinkannya.
Ia menggigit bibir bawahnya karena menahan kesal. Selalu saja begini, bunda selalu mengabaikanku. Ia sudah dimabuk cinta dengan pekerjaannya. Ah! Dasar aku yang diduakan! Ia menarik nafas kuat-kuat, lalu menghembuskan nafasnya kasar.
Ibundanya menganggap sepele dirinya, itu yang selalu ia camkan dalam pikirannya. Aku sudah jadi anak tirinya, pekerjaannya jadi anak kandungnya. Benar. Tidak salah lagi, gadis itu mendengus.
Ia menggelung rambutnya yang berantakan, bersiap untuk segera berangkat sekolah.
※※
Kabut tipis terus berarak meninggalkan langit. Terdesak. Matahari mulai percaya diri menampakkan pesona sinarnya, bersiap menyinari semesta.
Asna tersenyum miring menatap matahari. Tiba-tiba, muncul bait-bait di benaknya.
Aih. Surya. Mentari. Matahari. Apa peduliku orang-orang menyebutmu apa!
Aku iri.
Seharusnya aku tak boleh iri padamu.
Ck, aku yang payah. Aku yang tumpul.
Eksistensiku tak sebanding denganmu.
Mereka ramai membicarakanmu, kau tahu?
Dari rasa benci saat kau terlalu tinggi menaikkan suhumu, sampai terobsesi mengejar dirimu yang hendak lenyap, terganti candra, rembulan.
Hahaha! Berdua kita menertawakan kepalsuan hidup. Kokoh menjulang diatas itu semua.
Tapi, apabila diagram venn di buat untuk mendeskripsikan kita berdua, nampak jumlah perbedaan dan persamaan yang 'terlihat'.
Persamaannya, kita punya ideologi yang sama.
Perbedaannya, aku bagai buih sedangkan kau ombaknya.
Tidak, tidak. Ralat. Aku ralat perumpamaannya.
Perbedaannya, aku adalah ceres yang dibatalkan masuk sistem tata surya, sedangkan semuanya menghamba padamu, bahkan kau pondasi dari mereka semua kalau kau itu bangunan.
Ah! Aku...
Asna menghentikan langkahnya. Ia tidak melanjutkan puisi spontannya. Rasa-rasanya, puisi itu malah semakin membuatnya nestapa.
Asna mengurut dada kirinya, yang tiba-tiba saja semakin tidak berirama.
Aih! Hati kecil Asna kembali meraung-raung.
※※
"Anak itu cantik, euy!" Bisik Johan.
"Dia anak baru, Jo! Lihat seragamnya!" seru Haris.
"Atta! Ada murid baru, cantik euy! Yang ini pasti kamu suka!" Johan menowel-nowel pundak Atta.
Atta tidak menggubris sama sekali. Masih sibuk membereskan peralatan untuk lomba pramuka yang telah digunakan kemarin lusa.
"Ya ampun, Atta! Pasti yang satu ini kamu suka deh! Cantiknya gak ketulungan! Adududuh!" seru Johan lagi, membuat Atta sedikit terusik.
"Ck! Berisik! Mending kamu bantu aku aja daripada khilaf di pagi buta! Nih! Beresin tongkatnya!" Omel Atta pada Johan.
Johan mencebikkan bibirnya, "Huu! Kamu itu yang harusnya diruqyah!"
Lalu, Johan membuat kode kepada Haris. Ia melirik-lirikkan matanya ke arah Atta lalu melirik lagi ke arah siswi yang menurutnya cantik itu.
"Ah..." Haris mengangguk paham lalu mengacungkan jempolnya.
Sementara Atta acuh saja terhadap kedua temannya. Ia masih bingung menata boks yang sudah tak muat lagi dimasukkan ke lemari penyimpanan.
Haris menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba saja, tangannya memegang leher Atta dan memutar kepala Atta menghadap siswa baru yang katanya cantik itu.
Jelas Atta yang kelabakan, "Apa-apaan, sih, kamu ini?"
"Lihat anugerah Tuhan, Ta. Buka mata batin...eh, mata hatimu," bisik Haris tepat di kuping Atta, membuat Atta geli.
Kontan, Atta menoyor kepala Haris, "Aku heran, kalian ini kenapa sih? Terus, urusanku sama murid baru itu apa, hah?!"
※※
Hai!
Atta gak peka, aihihihi!
Ya dah, gitu aja ya?
Jangan lupa vomentnya! 😆😆😆😅😆😆😆😆😆😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😅😆
Bumi, 29 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Attarasna
Teen FictionSemua berawal ketika gue datang terlambat waktu seleksi olimpiade biologi. Satu-satunya kursi yang tersisa ada di samping, "Attara. Panggil Atta aja," katanya sok akrab. Seharusnya, gue jawab, "Gak tanya!" Tapi, tanpa sadar gue tersenyum, "Gue Asna...