Haris mengusap-usap kepalanya yang habis ditoyor Atta, "Huh! Atta gak seru! Jo, tinggalin Atta sendiri, gih! Biar dia sendiri yang beresin 'pacarnya', SEN-DI-RI!" Haris merangkul bahu Johan, mengajaknya pergi.
Atta terkekeh. Ia tahu apa yang dimaksud Haris sebagai pacarnya, yang tak lain dan tak bukan adalah sanggar pramuka.
Tak masalah kalau ia membereskan peralatan-peralatan yang digunakan sehabis lomba itu sendirian. Sudah tugasnya sebagai pratama untuk menjadi contoh baik bagi yang lain. Kalau saja ia tidak memulai membereskan, yang lain juga ikut-ikutan kan? Bisa jadi. Lagipula, ia ringan tangan mengerjakannya.
"Lho?! Atta? Kok kamu beresin sendiri? Kenapa enggak bilang-bilang yang lain?"
Atta tidak menoleh. Dari suaranya, Atta sudah bisa menebaknya. Davika, batinnya. Entah mengapa, Atta jadi jengah sendiri.
"Hmm..." gumam Atta. Hanya itu tanggapan yang ia berikan karena ia malas menanggapi Davika.
Atta tahu kalau Davika sengaja ikut pramuka untuk mendekati Atta. Sudah berkali-kali ia menembak Atta, tapi Atta selalu menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Saya tidak cinta kamu." Itu jawaban Atta setiap kali ada siswi yang menembaknya. Entah sudah berapa banyak ia menolak siswi yang menembaknya. Yang jelas, Atta selalu menolak kesemuanya. Membuat sebagian besar yang menembaknya mundur dan berusaha menghapus Atta dari ingatannya.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi salah satu siswi kelas 2-IPS-3 yang bernama Davika Ananditta. Ia bahkan rela meninggalkan kegiatan jurnalistiknya dan ikut pramuka supaya bisa dekat dengan Atta.
"Aku bantu ya?" Tanya Davika, yang kemudian memindahkan boks berisi tali temali tanpa menunggu jawaban dari Atta.
Baru sesaat kemudian, Atta menjawab, "Aku beresin yang diluar, kamu beresin yang di dalam."
"Oke," sahut Davika bersemangat.
Atta memijit pelipisnya. Ia selalu tidak nyaman di dekat Davika.
※※
Asna terdiam tanpa sepatah kata di bangkunya, selain malas bersosialisasi, matanya juga masih asing dengan lingkungan barunya.
Tiba-tiba, ada seseorang yang mengulurkan tangan pada Asna.
"Hai! Aku Maria."
Asna tersentak kecil. Tapi ia masih diam tidak merespons uluran tangan tadi.
"Kamu murid baru kan?" Tanya si empunya lagi.
Asna menatap lekat-lekat Maria, ia berdeham kecil, "Iya. Namaku Asna." Ia membalas uluran tangan tersebut.
Sesaat setelahnya, Asna terdiam lagi, menimbulkan kesan cuek dan dingin bagi beberapa orang.
Tiba-tiba saja, Maria duduk di samping bangku Asna yang kosong.
"Wes to, santai wae. Kayaknya kamu cepet beradaptasi di sini," logat Jawa yang kental keluar dari mulut Maria.
Asna menoleh lagi, tersenyum kikuk, "Hmm... iya."
"Pindahan dari mana?"
"Bekasi," jawab Asna pendek.
Maria mengangguk kecil. Sekilas, ia merasakan ada yang berbeda dari mata Asna, "Pupil mata kamu hijau ya? Cantik!"
Asna tersenyum, "Makasih, kamu juga cantik," katanya merendah.
"Masih cantikan kamu!" Sahut Maria seraya terkekeh.
"Oh iya, kalau ada apa-apa, kamu bisa cari aku! Jangan malu-malu ya! Bangkuku di situ!" Maria menunjuk bangku yang ia maksud.
"Oke."
Hmm, not bad.
※※
Tanpa Asna sadari, waktu di hari pertama ia di sekolah barunya berlalu begitu cepat.
Ia juga cepat berbaur dengan yang lain walau masih sedikit canggung. Yang jelas, Asna menjadi lega.
"Asna, kemari," panggil Bu Lina saat istirahat
"Iya bu."
Asna bergegas menghampiri meja wali kelasnya yang sudah berumur paruh baya.
"Nanti, ada seleksi olimpiade biologi pukul 14.30 di laboratorium IPA. Kamu ikut ya? Laboratoriumnya ada di sebelah ruang guru."
"Iya bu, terimakasih," Asna membungkuk undur diri.
※※
Asna menggigit ujung bolpoinnya. Kebiasaan yang buruk memang. Tapi Asna tidak peduli. Ia merasa bosan.
KBM normal telah berakhir dari jam 1 siang tadi. Sebagian besar teman-temannya sudah pulang. Entah yang lain dimana, yang jelas Asna sendirian di kelasnya. Tak tahu tempat lain selain kelasnya.
Asna menyalakan handphone nya. Masih jam 13.25. Aku harus ngapain lagi? Batinnya dalam hati. Asna menghembuskan nafasnya keras-keras.
Pandangannya menghambur, Asna tak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya.
※※
Aloha!
Jgn lupa untuk voment yapz!
Ingetin kalo ada typo :3
IG : za.araaz
Bumi, 1 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Attarasna
Teen FictionSemua berawal ketika gue datang terlambat waktu seleksi olimpiade biologi. Satu-satunya kursi yang tersisa ada di samping, "Attara. Panggil Atta aja," katanya sok akrab. Seharusnya, gue jawab, "Gak tanya!" Tapi, tanpa sadar gue tersenyum, "Gue Asna...