Chapter 1

5.3K 355 13
                                    

"Olivia Sherin!"

Si pemilik rambut hitam bergelombang, kontras dengan warna kulit cerahnya langsung menoleh saat seseorang memanggil. Joy, pemilik tubuh bongsor itu datang dengan napas menderu karena habis berlari demi menyampaikan berita penting pada sahabatnya.

"Berisik, Joy!" protes Sherin dari bangkunya. Sherin belum lama datang dan duduk di kelas, tapi ketenangannya harus langsung direnggut akibat kehebohan yang Joy buat pagi ini.

"Gawat, Sherin, gawat!" Joy mengguncang bahu Sherin berlebihan dan membuat gadis itu risih. "Lo tahu gak?" Mata Joy melotot, sedangkan Sherin hanya menatap malas pada teman satu kelasnya itu.

"Gak, gue gak tahu!" balas Sherin cepat.

"Kak Victor boncengan sama Kak Sarah lagi!"

Perkataan Joy barusan berhasil membuat mata Sherin membelalak. "Joy, jangan bercanda. Gak lucu tahu!"

Joy memutar kedua mata dan mendesah pelan. "Gue gak bohong. Gue tuh datangnya barengan sama Kak Victor. Malahan ya, Kak Sarah tadi sampe nyender ke punggung Kak Victor, terus meluknya kenceng banget."

Ekspresi Sherin langsung muram dan menendang kaki meja kuat-kuat untuk melampiaskan rasa kesal pada laki-laki yang sejak tadi jadi bahan obrolannya dengan Joy. "Ah, capek kalau gini terus," keluh Sherin dengan air mata tertahan dan hidung merah.

"Sabar ya Sher," hibur Joy sambil menepuk pelan bahu Sherin. Ikut prihatin karena lagi-lagi sahabatnya bersedih akibat ulah Victor.

"Lo juga, sih pagi-pagi udah kasih kabar jelek gini. Kan jadi gak mood ngapa-ngapain guenya!" Bibir Sherin mengerucut, menatap Joy yang shock karena jadi disalahkan, ya walau memang benar dia salah dan berperan dalam membuat gadis itu sedih. Harusny Joy diam saja, tapi dia tidak bisa menahan diri saat melihat Victor yang lagi-lagi berboncengan dengan gadis lain, padahal pacarannya dengan Sherin.

"Maaf, deh. Gue reflek tadi, pengen lo cepet-cepet tahu kelakuan Victor."

Sherin masih diam, Joy langsung menoel pipi bakpao sahabatnya. "Sher, maafin gue," katanya dengan muka memelas, "niat gue tuh baik tadi."

"Traktir makan, baru gue maafin. Jawaban Sherin berhasil membuat Joy mendengus sebal.

"Gak papa deh kita musuhan dulu, daripada duit jajan gue habis." Joy menjulurkan lidah pada Sherin, kemudian gadis itu melengos, meninggalkan Sherin ke deretan bangku belakang, tempat dia biasa duduk. Mendapat respon seperti itu, Sherin menggerutu karena trik untuk dapat makanan gratisnya gagal.

"Coba lagi lain kali, siapa tahu berhasil," gumam Sherin.

***

Sudah ada semangkuk bakso di hadapan Sherin. Makanan favoritnya itu hanya mampu ia pandangi, tak berminat untuk segera menelannya agar pesta keroncong di perut segera berakhir. Sherin tidak nafsu makan setelah melihat Victor yang terlalu dekat dengan Sindi, murid kelas satu, rekan Victor di OSIS.

"Kalau mau nyamperin, samperin aja!" hasut Joy sembari melirik Victor bersama Sindi yang duduk tak jauh dari posisi mereka, "Anak itu juga genit amat. Udah tahu Kak Victor punya pacar, masih aja mau deket-deket.

"Atau lo mau labrak dia? Adek kelas ini, gampanglah nakutinnya," sambung Joy santai.

Sherin menatap Joy, gadis berambut sebahu berponi selamat datang ala Dora itu adalah definisi sebenarnya dari manusia kompor. "Gak, gak! Tobat gue, gak mau labrak-labrak lagi. Karma is real!"

Joy nyengir, dia baru ingat kalau Sherin sudah pensiun dari kegiatan seperti itu. Dia pernah coba melabrak kakak kelasnya, Sarah agar tidak terus mendekati Victor, tapi ujung-ujungnya malah Sherin yang dilabrak balik oleh teman-teman si kakak kelas.

"Terus, sekarang mau ngapain, nih? Kalau didiemin aja, apa gak panas itu hati?" goda Joy.

Sherin menggembungkan pipi, menatap Joy dengan mata berkaca-kaca. "Apa gue putusin aja?"

"Ide bagus!" Joy menjentikkan jari, seratus persen setuju dengan apa yang barusan diucapkan Sherin. Sudah lama dia gemas dengan temannya yang terlalu bodoh mempertahankan hubungan dengan Victor, lelaki paling tidak peka dan tidak pedulian yang pernah Joy kenal.

"Ih, kok lo malah dukung gue, sih?" rengek Sherin, "harusnya lo cegah gue. Gimana, sih?"

Joy memutar kedua mata lantaran jengkel. "Sebagai sahabat yang baik, gue pasti dukung segala keputusan lo selama itu baik. Menurut gue, putus dengan Kak Victor adalah jalan terbaik yang wajib lo pilih dan rencana lo putus sama dia itu perfect!"

"Dapetinnya susah, loh." Sherin mencebik dan memasang ekspresi sendu. Kalau diingat-ingat, PDKT sejak kelas satu saat masa orientasi dan baru bisa pacaran pada tahun kedua Sherin di SMA itu merupakan suatu perjuangan yang tidak patut untuk disia-siakan. Sherin terus mengingat hal itu setiap kali dia ingin putus dengan Victor hingga membuatnya urung memutuskan hubungan karena takut menyesal di kemudian hari.

"Oke, sekarang Kak Victor statusnya emang pacar lo, tapi apa hatinya buat lo? Lo yakin, Kak Victor nerima lo sebagai pacar bukan karena dia kasihan?"

Perkataan Joy memang pedas, lebih pedas dari mi samyang yang Sherin makan kemarin malam. Namun, setelah dipikir-pikir perkataan nyelekit itu ada benarnya. Selama ini hanya Sherin yang berjuang mempertahankan hubungannya dengan Victor, sedangkan lelaki itu sibuk bercanda ria dengan gadis lain tanpa merasa bersalah sedikit pun pada sang kekasih. Paling-paling, kalau Sherin marah, Victor tinggal minta maaf dan setelah Sherin memaafkannya, dia mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Tuk. Di tengah lamunan Sherin, seseorang mengetuk pelan kepalanya menggunakan sendok. Sherin mendesis kesal sambil mengusap kepala, sementara pelakunya malah cengengesan. Sedangkan Joy, jantungnya nyaris copot karena tiba-tiba saja manusia yang jadi objek gibah sejak tadi sudah ada di hadapannya.

"Ngobrol apa, sih? Serius amat," cibir Victor. Laki-laki berwajah persegi dan alis tebal itu lantas mengambil posisi duduk di samping Sherin.

"Gibahin lo, Kak!" jawab Joy lantang, sedangkan Victor malah tertawa.

"Iya, tahu gue ganteng," kata lelaki itu tanpa peduli kalau jawabannya sama sekali tidak nyambung dengan perkataan Joy. Selanjutnya Victor mengalihkan pandangan pada Sherin, lalu berkata, "Sherin sayang, nanti aku pulangnya bareng Sarah, ya. Soalnya dari sekolah mau langsung kerja kelompok."

"Dih, gak boleh!" sergah Joy sewot. Victor melirik gadis itu sekilas, lalu kembali menatap Sherin yang bergeming sambil mengerucutkan bibir.

"Gak boleh!"

Jawaban Sherin membuat Victor mendecak. "Aku cuma kasih tahu kamu, Sayang, bukannya minta izin," kata Victor santai.

"Eh, itu baksonya masih utuh, kamu belum makan sama sekali?" lanjutnya tanpa merasa bersalah atau tidak enak hati sedikit pun.

"Gak nafsu!" sembur Sherin. Gadis itu lantas berdiri dan mengambil langkah seribu meninggalkan Victor.

"Loh, kok?" Victor langsung mengerutkan dahi setelah mendapat respon buruk dari Sherin. "Sherin PMS?" tanya lelaki itu pada Joy yang menatap kesal pada Victor.

"Dasar cowok gak peka!" hardik Joy jengkel. Kening Victor otomatis mengernyit akibat sikap aneh dua gadis yang baru saja meninggalkannya. Lelaki itu menggeleng prihatin menatap kepergian Joy. Kemudian matanya beralih pada mangkok bakso di meja, lalu menusuk satu bakso dengan garpu dan langsung melahapnya.

"Omong-omong, ini udah dibayar belum, ya?" gumam Victor sembari mengunyah bakso Sherin.

*** 


Dipublikasi 18 Mei 2019

Revisi 5 Januari 2021

Escape With My XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang