510 52 15
                                    

"Likiya-san, maaf aku terlambat!" seru seorang perempuan yang jauh lebih muda darinya. "Aku salah halte."

Elliot Likiya, pemuda blassian itu memutar bola matanya kesal karena ini bukan pertama kalinya dalam dua bulan partner barunya itu bersikap tidak profesional. "Kita berangkat!"

Gadis bernama Yuzuna itu baru mendudukkan diri di kursi tinggi pantry tempat Likiya menunggunya tadi. "Eh? Kemana?"

"Penyelidikan," jawab Likiya singkat.

"Memangnya kas—"

"Tidak membaca pesanku? Aku tidak heran lagi, Yuzu."

Yuzuna berlari ke hadapan Likiya dan membuat pemuda 28 tahun itu menghentikan langkahnya mendadak. "Kumohon maafkan aku, aku akan... akan—"

Jari Likiya menyentil dahi gadis itu. "Simpan saja untuk motivasi dirimu sendiri." Bunyi beep dua kali terdengar, setelahnya Likiya memasuki mobil sedan milik departemen kepolisian. "Ayo!"

Yuzuna membaca ulang pesan yang dikirimkan Likiya pukul 6 pagi tadi. "Eh... kasus bunuh diri?!"

"Dugaan sementara. Tapi kurasa tidak, ini kasus pembunuhan. Aku mengamati rekaman CCTV dan berpikir bahwa saksi melihat seseorang di rooftop sebelum korban jatuh di hadapannya," jelas Likiya. "Kita ke keluarga korban terlebih dulu lalu meninjau ulang TKP. Ngomong-ngomong, kau kenal Hori Natsuki?"

"EH? Kenapa Likiya-san bertanya padaku?"

"Siapa lagi yang tahu semua penjahat tampan yang pernah berurusan dengan kita?"

Yuzuna menggaruk tengkuknya kikuk. "Kupikir aku masih menyimpan kontak LINE-nya."

"Tanyakan, apa dia semalam berada di Explotion. Kalau iya, suruh dia datang ke kantor polisi biro satu, jam dua siang," perintah Likiya. Gadis yang diperintah hanya mengerjapkan matanya beberapa kali. "Bagian mana yang tidak kau mengerti?"

"Baik, aku mengerti. Kurasa." Yuzuna membuka aplikasi LINE untuk mengirim pesan pada laki-laki tampan yang mereka tangkap karena percobaan perampokan di sebuah minimarket. "Nacchan langsung membalas!"

"Apa katanya?"

"Aku tidak mau keluar. Aku diteror." Yuzuna membacakan. "Kita harus ke apartemennya, Likiya-san! Nacchan pasti belum makan."

"Kau pikir itu penting?" Yuzuna terdiam, sudah berapa kali ia membuat seniornya itu kesal dalam satu hari? "Paksa dia datang ke kantor. Aku tidak peduli bagaimana caramu memaksanya."

"Umm, sepertinya aku diblokir," gumam Yuzuna pelan.

Likiya menghela napas beratnya. "Kalau dia masih di sekitaran Umeda, kita tanya Rui nanti."

"Likiya-san." Panggilan dari Yuzuna membuat Likiya menoleh dan menunggu gadis itu melanjutkan perkataannya. "Laki-laki kemarin malam itu, siapa namanya?"

"Itsuki. Kenapa?"

"Dia tampan—maksudku, tentu saja! Eh tidak! Bukan begitu!" Likiya tersenyum tipis melihat Yuzuna tergagap. "Kenapa dia sudah bebas? Kupikir baru sehari dia di kantor."

Agar suasana sedikit mencair, Likiya mencoba menggoda juniornya. "Jadi, kau suka si Horinatsu itu atau Itsuki?"

Wajah Yuzuna bersemu—tipikal Yuzuna yang mudah jatuh cinta atau tertarik dengan lawan jenis—"TOLONG JAWAB SAJA LIKIYA-SAN!"

"Dia salah satu saksi transaksi narkotika. Awalnya aku menduga dia adalah pengedar atau setidaknya pemakai tapi kami tidak menemukan bukti apapun, termasuk hasil tes urine-nya pun negatif. Dia juga tidak berbohong atas kesaksiannya," jelas Likiya.

Dark Side [The Rampage from Exile Tribe/AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang