[ Tunggu ya, sebentar lagi aku sampai. ]
Wataru menyimpan ponselnya di atas meja setelah mengunci layar tanpa membalas pesan yang baru saja ia terima beberapa detik lalu. Ia menghela napas pendek. Jarum pada jam yang terpajang di dinding samping kiri menunjukkan pukul setengah sepuluh—pagi.
Hari ini adalah jadwal pemotretan untuk majalah bulanan. Wataru tengah duduk sendirian di sofa yang telah disediakan sebelumnya, menghitung detak sekon jam seakan-akan dengan hal tersebut maka waktu akan berjalan lebih cepat dua atau tiga kali lipat. Namun Wataru merasa itu tidak berguna, maka pada akhirnya ia hanya bisa menggigiti pelan bibir bawahnya sendiri sembari melirik-lirik ke arah pintu, berharap seseorang dari kawan-kawannya datang segera.
Siapa pun.
Sesekali—ah, seringkali dengan frekuensi nyaris tiap detiknya Wataru mengutuki diri sendiri. Bisa-bisanya Wataru lupa kalau mereka sebelumnya diberi janji jam sepuluh, dan ia malah datang beberapa menit menuju jam sembilan. Untung saja para staf sudah ada di sini barangkali sejak dua sampai tiga jam yang lalu untuk mempersiapkan banyak hal, jadi Wataru tidak harus menunggu di luar karena ruangannya masih terkunci.
Ah. Ngomong-ngomong, pesan yang tadi itu dari—
"Selamat pagi."
—Koki.
Saat itu juga Wataru dapat melihat pintu yang awalnya cuma setengah terbuka itu sekarang telah benar-benar terbuka sepenuhnya oleh seseorang yang memang ia tunggu sejak tadi. Sebetulnya waktu pertama tiba di sini dan tidak menemukan satu pun dari kawannya hingga sadar kalau ia salah jadwal, Wataru entah kenapa tiba-tiba kepikiran segera mengirim pesan pada Koki agar mau datang cepat untuk menemaninya sampai yang lain datang; Wataru pikir mungkin karena rumah Koki yang paling dekat dari sini dibanding kawan lain, atau mungkin ... entahlah. Ia bahkan tidak tahu alasan yang tepat dari pemikirannya sendiri.
Dan berkebalikan dengan dugaannya, ternyata Koki benar-benar datang sesuai balasannya yang sampai begitu cepat sejak ia mengirim pesan. Walaupun harus menunggu sekitar lima belas menit, entah kenapa Wataru merasa terkesan. Koki selalu baik dan ... ah, tapi dia memang orang yang sangat baik—
"Maaf. Lama, ya?"
"Eh?" Wataru berkedip. Kesadarannya baru saja pulih oleh sebuah kalimat, dan ia sendiri tidak tahu kenapa malah melamun sampai-sampai tidak sadar bahwa Koki sudah berada di hadapannya setelah selesai menyapa sambil memberi salam satu-satu pada staf yang masih sibuk di belakang mereka. "Lumayan sih ... tapi terima kasih sudah mau datang lebih awal."
Koki tertawa ringan. "Tidak apa-apa, kok. Aku lebih kasihan kalau kau sendirian di sini karena salah ingat jadwal, tahu," katanya, masih di sana tanpa berinisiatif mengambil tempat di samping Wataru sebagai tempat duduk seolah kakinya tidak pegal terus berdiri.
"Aku tidak tahu harus kesal atau senang karena kau bilang begitu."
"Heh. Lain kali ingatlah yang benar." Koki sedikit mengacak-acak rambut Wataru dengan tangan kanannya sambil terkekeh. "Ngomong-ngomong," katanya lagi ketika Wataru belum kembali bicara atau bahkan mengemukakan protes karena rambutnya diberantaki sembarangan, "aku mau ganti baju sekarang, deh."
Tapi sebelum Koki sempat berbalik hendak berjalan menuju ruang ganti, Wataru menahan tangannya.
"Hm?"
"Aku ikut."
Koki tidak perlu berpikir dua kali untuk memberi anggukan kecil sebagai jawaban.
.
.
.
"Kenapa kau tidak meminta Rikuto atau Uchimura saja? Padahal kalau mereka yang datang mungkin kalian bisa lebih asyik bermain game atau mengobrol sambil menunggu yang lain datang termasuk—"
KAMU SEDANG MEMBACA
did we get wrong? | kokiwata [✅]
Fanfiction⚠WARNING: bxb⚠ . . . "Aku takut. Koki, aku takut." Wataru mendorong dada Koki dengan spontan ketika sadar bahwa yang ia rasakan dan pikirkan sedari tadi benar-benar salah. Perasaan yang tadi itu jelas salah. Ia pasti sedang berhalusinasi tentang pan...