Guys. Kalo kalian tukang ngebayangin hal-halㅡuwu imajiner maksudnyaㅡterus parnoan sama darah, hati-hati bacanya ya! Big love from me, mwa. Happy readings!♡
***
Hari mulai siang. Terik matahari juga tampaknya bergembira ria melihat awan sedang berlibur entah ke mana. Tapi kesenangan sang permata bumi justru berkebalikan dengan tujuh murid yang mengeluh berbarengan sambil mengangkat sebelah kakinya. Formatur DKS mengelilingi ketujuhnya, kecuali sang ketua yang menghadap langsung Irene.
"Jelasin." Ketus Daniel.
"What? You kok pake nanya?" Baru saja mengelilingi lapangan sambil jalan jongkok lima putaran ternyata tidak mampu mengikis semangat Irene melawan DKS mati-matian. Namun, suara batuk tiba-tiba menggendang bersautan di telinganya. Anjeng, lupa ada dia.
"Oh, kalo you-you biarin Darae caw, you guys have my deal." Irene mengedipkan sebelah matanya.
[Caw:cabut]
Formatur DKS yang melihat seketika mengernyit. Heran. Datang dari mana makhluk di hadapan mereka itu? Tampaknya di tahun mendekati lengser jabatan, mereka akan bekerja non-stop. Ya, betul-betul tepat ketika mereka masuk sekolah sampai pulang sekolah, atau bisa disingkat; ketika ada Irene di lingkungan sekolah, seluruh DKS harus turun lapangan.
"Hei, mulut ada, otak ada. Pikir kalo kita bakal selesain di sini dengan cara jelasin 'kenapa'." Minhyun melangkah membantu Daniel yang sepertinya kesulitan.
Semua terjadi begitu saja, entah berapa lama Darae dan enam laki-laki di sana berdiri misuh-misuh. Darae tidak tahan. Tidak lagi. Ia maju, menyisipkan badan kecilnya di antara Irene dan Daniel.
Hening. Pertengkaran mereka berdua terhenti.
Dengan wajah pucat dan tubuh yang gemetar, Darae melangkah mundur hingga membuat Irene juga ikut-ikutan mundur.
Buram. Semua bisik-bisik siswa di sekeliling lapangan, jepretan kamera handphone dan kamera profesional tak lagi dapat didengarnya. Darae terus melangkah mundur, sampai jarak dengan Daniel terpisah enam langkah. Setelah itu, Darae mengisyaratkan Irene agar diam di tempat kemudian menghampiri Daniel kembali.
"Kalo dia babu gue, yang gue suruh rencanain gimana caranya kabur, apa yang salah?" Wajah Daniel kian samar, tapi Darae memaki diri agar dirinya kuat barang menumpu berat tubuhnya.
Daniel terdiam. Menatap wakil beberapa saat. "Ikut."
Tanpa menoleh, Daniel meninggalkan lapangan. Wakil DKS menggiring Darae perlahan. Minhyun sedikit iba sebetulnya melihat Darae seperti mayat hidup; wajah pucat dan mata dayu. Ia terus berusaha jalan perlahan agar bisa sejajar dengan anak baru ini. Diliriknya Darae. Wajahnya datar, tanpa ekspresi. Kosong, seperti seseorang pengidap depresi. Kecemasan Minhyun meningkat pesat melihat Daniel sedang berdiri tegap di depan ruang DKS.
"Dek, Daniel masih pegang amanah. Untuk sementara, bisa turutin apa yang dia mau?" Terkutuklah Minhyun yang ikut campur urusan eksekusi. Memang dia sedikit menyesal mengatakannya, tapi dari pada ia jauh menyesal jika Darae membencinya karena diam di atas ketidak-adilan? Tidak, tidak bisa. Itu adalah salah satu ketakukan Minhyun sejak dulu.
Setelah berhadap-hadapan, Darae diberi kesempatan masuk lebih dulu. Daniel memperingati Minhyun untuk berjaga sekaligus menjaga jarak dari lokasi.
"Duduk." Titah Daniel. Dia berjalan menuju meja Bendahara I. Setelah memastikan Darae duduk manis di sofa, Daniel memainkan handphone-nya dengan tenang. "Kalo aus, minum air di meja."
Darae menuruti. Bukan karena takut atau perihal perkataan Minhyun, tapi untuk memulihkan kesadarannya. Setelah minum, Darae menatap Daniel yang asik menarikan jari-jarinya di benda rongsokan yang dibencinya pakai banget.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fe [Kang Daniel]
Fanfiction"People life for changes." Suatu hari, di bulan Desember. Dulu, tidak ada yang spesial dari angka 1 sampai 31 yang tertera di kalender penuh coretan itu. Hidupnya datar, meskipun tidak datar-datar amat alias sering bergejolak, hanya sebanding dengan...