"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang," suara bariton itu menyambut kedatangan Dhira.
Dhira mengambil nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan dari seseorang itu.
"Maaf pa, Tadi Dhira nunggu bus ngga ada yang lewat jadi pulangnya telat. Dan itu pun karena ada teman Dhira yang menawarkan bantuan," jawab Dhira jujur.
"Alasan, pasti kamu pergi keluyuran ngga jelaskan! Pakai alasan ngga ada bus segala," ucap Papa Dhira sarkas.
"Benar pa, Dhira ngga bohong," ucap Dhira.
"Dasar anak ngga tau diri, untung mama mu itu masih sayang padamu kalau tidak sudah ku buang, kamu dari dulu. Pergi ke kamar sana dan jangan pernah mengulang kasalahan yang sama lagi," kata papa Dhira.
"Iy- iya pa, maafkan Dhira," ucap Dhira dengan suara tercekat menahan tangis.
Dan untuk kesekian kalinya ini terulang. Sebegitu bencinya kah papanya, sampai tega mengucapkan kalimat seperti itu. Sejak lahir ia tak pernah merasakan kasih sayang papanya. Sejak kecil hanya Lexa yang disayang oleh ayahnya.
Oh ayolah mengapa ia harus iri pada Lexa, memang benarkan ia tak diharapkan oleh ayah kandungnya sendiri. Sejak lahir dia memang ditakdirkan untuk itu.
Dhira pov
Dan seperti yang aku kira, hal ini akan terulang kembali. Aku tak tau ini yang ke berapa, tapi yang jelas ini sudah berulang kali.
Aku tak pernah marah, aku tak pernah menyalahkan takdir. Sebab aku tahu, dan aku yakin semua ini akan berakhir cepat atau lambat.