8. Perempuan Pojok Toilet

518 53 16
                                    

Gian, si tersangka yang memutar lagu berjudul Lingsir Wengi justru terkekeh pelan ketika beberapa teman perempuannya memintanya untuk menghentikan lagu itu. Suasanya yang tadinya ceria mendadak menjadi agak menyeramkan karena setelah itu salah seorang dari enam orang yang duduk melingkar di teras menjerit kemudian tertawa terbahak-bahak. Dea setelah menjerit dan terbahak lantas berlari meninggalkan kelima temannya.

Perempuan berambut hitam pendek itu kemudian melepas sepatunya lantas menali keduanya. Sesudah itu Dea mengantungkan kedua sepatu itu di lehernya. Ia juga mengeluarkan bajunya serta membuang ikat pinggangnya asal, dasinya pun dia ikatkan di kepala.

"Astaga anak itu kenapa?" tanya Manda sembari mengusap tengkuknya yang meremang. Beberapa kawan lainnya justru tertawa terbahak melihat tingkah Dea tersebut.

Dea berlari sembari berteriak menyerukan berbagai umpatan serta kata-kata kotor. "Lihatlah aku akan membunuhmu bajingan!" Perempuan itu berlari memutari sekolahan sehingga membuat orang yang berpapasan dengan dia langsung berlari menjauh.

Akhirnya perempuan itu tiba lagi di kelasnya sambil masih tertawa dan menatap teman-temannya tajam. Ia berlari sembari mengayun-ayunkan sepatunya yang tadinya dia kalungkan di leher. Murid X IPA 1 yang tadinya berada di luar kelas begitu melihat Dea seperti itu langsung memasuki kelas dan menutup pintu kelas.

"HAHAHAA SIALAN SEMUA KALIAN SIALAN!" seru Dea sembari terduduk di teras kelas. Perempuan itu menatap kosong ke depan sembari masih tertawa cekikikan. Tangannya sibuk memainkan rambutnya sendiri.

Kakinya tidak berhenti bergerak. Sementara itu, kelas X IPA 1 mendadak hening. "Sst, kalian diam. Jangan membuat suara dulu." Riki berbisik pelan di depan kelas. Syukurlah semua penghuni kelasnya mengetahui tentang yang dia sampaikan.

Sialnya, Manda yang bersembunyi di bawah meja tidak sengaja membuat suara dengan menggeser kursi agar duduknya nyaman. Beberapa siswa sudah was-was dan menahan pintu saat mendengar tawa cekikikan Dea.

"Buka!" Dea menggedor pintu sambil tertawa terbahak-bahak. Perempuan itu membuang sepatunya asal. Rambutnya sudah acak-acakan begitupun seragamnya.

Siswi yang sangat ketakutan memilih duduk di pojokan kelas. Zea menatap Hafeez yang malah asyik memainkan ponsel. Perempuan itu mengambil ponsel hitam milik lelaki itu, membuat pemiliknya menggeram marah.

"Kembalikan."

"Apa kau tidak melihat di kelas ini makin banyak hantu?" bisik Zea sangat lirih. Perempuan itu meletakkan ponsel Hafeez di mejanya, berharap lelaki itu bisa diajak bekerja sama untuk mengusir penambahan penghuni kelas mereka.

Zea sungguh merasa sesak di kelas ini. Dia ingin keluar namun suara tawa Dea mengurungkannya keluar.

Hafeez menghela napas kesal kemudian berdiri dari bangkunya dan melangkah ke pintu kelasnya. Dia menyuruh kawan-kawannya yang tadinya menahan pintu untuk tidak lagi menahan pintu. Suara tawa ataupun gedoran sudah tidak ada lagi sejak beberapa detik yang lalu.

Lelaki itu keluar dan langsung disuguhi pemandangan Dea sedang menari di depan kelas, tanpa suara. Entah tarian apa dia juga tidak tahu dan tidak begitu peduli. Beberapa langkah di belakangnya, Zea mengintip apa yang terjadi.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Hafeez santai kepada Dea. Perempuan berambut pendek itu langsung berhenti menari dan menatap Hafeez.

"Menari, ayo menari denganku." Tidak, yang sekarang Hafeez lihat bukanlah Dea melainkan sosok perempuan yang mojok di toilet lelaki. Perempuan yang tadi menyapanya di toilet.

"Kau kembali saja ke tempatmu." Hafeez menoleh karena merasa ada yang menatapnya dari belakang. Beberapa meter di belakangnya, Zea menggigit bibir sembari mengelus tengkuknya. Bagaimana tidak, beberapa kepala menggantung di dekat perempuan itu.

"Tidak mau." Perempuan itu malah menari lagi kemudian mengelilingi Hafeez. Dia berhenti ketika menangkap Zea sedang berdiri mematung di depan pintu kelas.

Dea menyeringai, matanya yang tajam masih saja menatap Zea. Dia menghampiri gadis yang masih saja menggigit bibir serta mengalihkan pandangan dari kepala yang melayang di depannya.

"Jangan mendekatinya," desis Hafeez seraya mendekati Dea yang sekarang menatapnya.

"Kembali ke tempatmu dan jangan mengganggu lagi. Lagipula bukankah kami tidak mengganggumu?" bisik Hafeez tepat di telinga kiri Dea hingga membuat perempuan itu tersenyum sebentar kemudian tertawa terbahak-bahak kembali seperti tadi.

"Aku mendengar lagu itu diputar jadi aku ke sini saja. Ah lihatlah banyak temanku yang ke mari." Dea menunjuk-nunjuk langit membuat teman sekelasnya selain Hafeez dan Zea kebingungan.

"Okey maafkan kami. Bisakah kau tidak mengganggu lagi?" tanya Hafeez lagi. Perempuan itu nampak berpikir kemudian dia mengangguk antusias.

"Antarkan aku ke toilet ya. Aku takut sendiri kembali ke sana." Dia menarik-narik lengan Hafeez agar menyetujui permintaannya.

"Baiklah." Lelaki itu mengikuti Dea yang berjalan di depannya sambil menari-nari tidak jelas dan tertawa cekikikan. Sungguh jika dia bisa mencekik hantu perempuan itu dia akan melakukannya.

Sesampainya di toilet, Hafeez menyandarkan tubuhnya di tembok dan menatap perempuan yang mulai keluar dari tubuh Dea. Perempuan penjaga pojokan toilet utu tersenyum tipis kepadanya lantas duduk lagi di pojok toilet, diam, tidak seperti tadi. Dia baru tahu ada hantu gila macam itu.

Sadar bahwa Dea yang benar-benar Dea pingsan, Hafeez mengangkat perempuan itu dan berjalan menuju UKS. Lelaki tersebut membaringkan tubuh Dea di ranjang UKS lantas memanggil seorang perempuan yang sering dia lihat sedang latihan PMR.

"Tolong jaga dia ya. Aku akan kembali lagi." Hafeez berjalan menuju kantin untuk membeli air mineral untuk Dea lantaran sangat yakin perempuan itu sungguh haus saat sudah bangun. Bayangkan, mengelilingi sekolahan siang hari ditambah menari tidak jelas.

Hafeez memasuki UKS dengan air mineral di tangan kanannya. "Hai, Jagung," sapanya kepada Zea yang duduk di bangku yang terdapat di dekat ranjang UKS.

Sebenarnya ada beberapa kawan lainnya di sana. Mereka sedang sibuk membicarakan apa yang baru saja terjadi. Hafeez meletakkan air mineral di meja kemudian mengulurkan tangannya ke Zea.

"Mana ponselku?" tanyanya.

Zea meletakkan ponsel hitam milik Hafeez di telapak tangan lelaki itu sambil nyengir. "Hehe maaf. Ternyata kau suka anime ya."

"Halo Zea," bisik seseorang tepat di telinga kiri Zea. Ah dia sangat ingat suara ini. Fred si penyanyi lagu Cicak-cicak di Dinding.

Perempuan itu mengendikkan bahunya tidak peduli. Dia malah menatap seorang nenek tua yang berdiri di depan pintu UKS. Nenek itu melambaikan tangan kepada dia. Membuat Zea mau tak mau ikut melambaikan tangan karena tadi baru saja berbicara dengan nenek itu.

"Jangan dekat-dekat dengan nenek itu, Jagung." Hafeez mengacak rambut Zea kemudian meninggalkan UKS yang mulai ramai karena banyak yang penasaran dengan yang terjadi pada Dea.

"Memangnya kenapa sih?" Zea menatap pintu UKS lagi namun nenek itu sudah tidak ada. Dia merasa ada yang aneh, apakah Hafeez tahu sesuatu?

•••

MWEHEHEHEHEEE kok aku ngakak ya nulis part ini 😂 Semoga suka yaa, makasih sudah meluangkan waktunya buat baca cerita ini.

Doakan aku ga males lagi nulis cerita ini huehuehuee:')

Nih bonus, si Hafeez huehee 😂

Nih bonus, si Hafeez huehee 😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku Bisa Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang