13. Tugas Kelompok

515 62 9
                                    

"Jadi kita sekelompok ya, Jagung!" Hafeez berbisik kepada Zea yang masih sibuk mencatat materi Seni Budaya yang diberikan oleh gurunya.

Sepertinya sekelompok dengan manusia pemalas seperti Hafeez adalah sebuah kesalahan. Dia tidak begitu yakin teman yang duduk di belakangnya itu bakal mengerjakan tugas menggambar itu dengan serius. Lagipula dia juga heran dengan gurunya, padahal menggambar sepertinitu bisa dilakukan individu mengapa musti kelompok dua orang. Sialnya Zea sekelompok dengan Hafeez.

"Ayo nanti pulang sekolah langsung mengerjakan saja," bisik Zea karena Ibu Weni, guru mata pelajaran Sejarah masih di depan kelasnya.

"Kenapa tidak besok saja? Aku butuh tidur paling tidak sehari 10 jam." Lelaki di belakangnya menguap kemudian menepuk jidatnya sendiri beberapa kali.

"Aku malas mengerjakan kalau besok." Kali ini Zea meletakkan pulpennya cukup kasar hingga membuat Hafeez mendengus sebal.

Rencana tidurnya hanyalah sekedar rencana. Padahal nanti pulang lebih awal dan dia sungguh ingin bermesraan dengan kasur dan guling di kamarnya. Kemarin setelah berkumpul dengan dua temannya dia pulang larut malam sehingga sekarang masih mengantuk. Ayolah mengapa Nona Jagung ini tidak pengertian sekali dengannya.

"Baiklah baiklah nanti mau mengerjakan di mana?"

Karena Bu Weni telah meninggalkan kelas mereka, Zea bisa leluasa menghadap ke belakangnya. "Aku tidak membawa peralatan menggambar."

Perempuan itu langsung memukulkan kepalanya beberapa kali di meja hingga membuat Hafeez mendengus kesal dan menendang bangkunya. "Dahimu nanti sakit. Bagaimana kalau mengerjakan di rumah temanku. Kebetulan dia punya alat gambar lengkap."

Mata Zea langsung berbinar namun beberapa detik kemudian wajah perempuan itu jadi datar. "Ah, itu kalau temanmu membolehkan. Jika tidak bagaimana?"

"Tenang, dia pasti mau. Kau tidak membawa kendaraan kan ke sekolah?" Hafeez mengucek matamya kemudian menguap lagi. Jika satu kali menguap mendapatkam uang, Zea jamin sekarang di meja Hafeez penuh dengan uang.

"Tidak. Flashdisknya mana?" Zea mengulurkan tangannya meminta benda yang semalam Hafeez janjikan.

Lelaki itu mengambil flashdisk berwarna biru dari saku baju seragamnya kemudian meletakkan benda tersebut di telapak tangan Zea. "Nanti aku akan mengantarmu pulang. Kau minta ijin dulu dengan orangtuamu. Atau perlu aku yang memintakan mereka izin?"

Zea melotot kemudian menjitak kepala Hafeez. "Aku bisa minta izin sendiri."

Perempuan itu kemudian mengeluarkan ponselnya dari tas kemudian menelfon ibunya. Ketika diangkat, Zea tersenyum kecil. "Ibu, nanti aku akan belajar kelompok dengan temanku. Mungkin aku pulang agak sore."

"Temanmu siapa? Yang mana?"

"Hafeez. Teman sekelasku," jawab Zea dengan tenang. Dia tahu ibunya pasti akan menanyakan ini seperti biasanya.

"Hafeez yang mana? Mana temanmu itu? Aku ingin memberinya ceramah dahulu." Perempuan berambut kecokelatan itu memutar bola matanya malas. Inilah yang membuat dia kadang malas keluar rumah.

Hafeez yang menerima ponsel milik perempuan itu langsung tersenyum miring. Ia berbicara dengan sangat ramah kepada Ibu Zea, sesekali lelaki itu tertawa membuat Zea mendengus sebal. Astaga apakah Hafeez memiliki kepribadian ganda atau bagaimana? Beberapa saat kemudian Hafeez mengembalikan ponsel Zea dengan keadaan sudah dimatikan panggilannya.

"Tenanglah ibumu mengizinkan." Hafeez menepuk kepala Zea beberapa kali kemudian melenggang keluar kelas bersama dengan beberapa teman lelaki.

"Zea! Aku dan Gian sekarang sering chattingan hehe. Terima kasih ya mau membantuku dekat dengan dia." Dea memberikan Zea sebuah kotak bekal yang Zea tahu isinya adalah roti bakar dilihat dari wadahnya yang transparan.

Aku Bisa Melihat MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang