BAB III: "HEI, TIGER!"

21 2 0
                                    

     Kedua mata Tara terus dipaksa untuk fokus pada jalanan. Sesekali ia akan melirik jam dan menyadari 5 menit miliknya semakin lama semakin berkurang. Sedangkan Galang masih terus melaju didepannya, tanpa memberi kesempatan bagi Tara untuk setidaknya menyamakan posisi. Sekitar beberapa meter lagi akan ada tikungan terakhir, setelah itu garis finish. Tara berdecak kesal. Ia harus memikirkan cara agar jangan sampai kalah dari tua bangka yang sangat sombong ini.

     Tara langsung menarik gas motornya dan mendekati Galang dari sisi kanan, berpura-pura ingin menyalip pria itu. Seperti ikan yang memakan umpan, Galang kembali menghalanginya, tapi dengan cepat Tara langsung menaikkan kecepatan dan melambungkan motornya ke sisi kiri Galang. Merasa berhasil mempermainkan lawannya, senyuman sinis terukir di bibir Tara. Gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan dan dengan cepat melajukan motornya, meninggalkan Galang yang mengumpat marah.

     Ketika mendekati tikungan kanan tersebut, Tara menurunkan grip gas dan menarik rem. Kemudian, ia mengambil ancang-ancang dengan mengarahkan motornya keluar sedikit ke pinggir jalan sebelum akhirnya menyesuaikan posisi tubuh agar mendapatkan cornering yang ia inginkan.

     Garis finish sudah didepan mata. Tara melirik jam yang menunjukkan waktunya tersisa 1 menit lagi. Tanpa pikir panjang, Tara langsung menaikkan kecepatan motornya menuju garis finish. Tapi dari arah belakang, Galang tiba-tiba muncul dan membuat posisi motor keduanya sejajar. Tara sudah menduga pria itu akan berbuat curang. Jadi, ketika Galang hendak menendang motor miliknya, Tara langsung menarik rem, sehingga keseimbangan Galang terganggu dan pria itu pun jatuh tersungkur di jalan. Tara menoleh sebentar pada lawannya itu, kemudian mengacungkan jari tengahnya sebelum menarik gas dan memenangkan balapan malam ini.

***

     "Indomie lima bungkus, pepsi tiga botol, snacks, hmm.. kayaknya udah lengkap. Semuanya berapa Mbak?" Tanya Tama didepan kasir. Satu tangannya merogoh dompet dikantong celana.

     Tapi pertugas kasir tersebut hanya menatap Tama dengan mata yang berbinar-binar. Sebagai wanita normal, ia tentu terpesona pada ketampanan dan karisma milik Tama. Untuk sesaat, ia bersyukur pada Tuhan, bahwa pemuda didepannya ini lahir ke dunia. Dan untuk sesaat juga, ia melamun menatap Tama, tanpa memperdulikan antrian panjang dibelakang pemuda itu.

     "Mbak?" suara berat milik Tama membuat petugas kasir itu langsung sadar dan salah tingkah mengutuk kebodohannya.

     "Eh.. em.. semuanya tiga puluh lima ribu, Mas." Jawab petugas kasir tersebut. Wajahnya mulai memanas melihat Tama yang tersenyum geli. Setelah menyerahkan uang pas, Tama mengucapkan terima kasih dan keluar dari minimarket tersebut.

     Jarak antara minimarket dan rumah Tama tidak terlalu jauh, tapi juga tidak terlalu dekat. Cukup melewati 20 blok dan ia akan sampai dirumah. Sebenarnya, pemuda itu bisa saja memakai sepeda untuk mengurangi energi yang akan terpakai, tapi entah kenapa, untuk malam ini, ia ingin berjalan kaki dan menghirup udara segar lebih lama.

     Meskipun jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00 malam, tapi suasana disekitar jalan masih ramai. Bahkan masih ada beberapa warung makanan yang disesaki oleh orang-orang, terutama para muda-mudi yang dimabuk cinta. Maklum, sekarang malam minggu. Malam sakral yang dinobatkan sebagai malam orang pacaran dan malam jomblo berhalusinasi di rumah.

     Tama termasuk dalam kategori jomblo yang mengutuk adanya malam minggu. Lihatlah dirinya sekarang, terlihat menyedihkan berjalan sendirian diantara laki-laki dan perempuan yang beradu mesra. Sebenarnya, tidak sedikit kaum hawa yang menunjukkan ketertarikan padanya. Tapi, tidak ada yang berhasil menarik hati pemuda itu. Bukan berarti ia tidak normal. Hanya saja, dia memiliki alasan tersendiri kenapa harus menolak dan mematahkan hati setiap perempuan. Tama menggelengkan kepalanya berulang kali. Memikirkan alasannya saja, membuat sesuatu yang tajam menusuk dirinya dan Tama akui, ia sangat membenci hal tersebut.

STONEWhere stories live. Discover now