6. Tangan di Lubang Wastafel

235 26 22
                                    

Bel berbunyi nyaring di antero sekolah. Seluruh murid SMA Kairo Sakakibara keluar dari kelas, berbondong-bondong menuju ke kantin untuk mengisi perutnya. Seorang pria tampan yang tidak diketahui identitasnya muncul dari sebuah ruang kelas. Netra semua siswi kini hanya tertuju pada dirinya seorang. Semua terpesona dengan ketampanannya. Banyak siswi yang berteriak histeris tak terkecuali Cleo dan gengnya.

“Wah, tampan banget. Gue mau jadi pacarnya deh.” Seorang siswi tergila-gila dengan cowok itu.

“Nggak boleh. Lo mana cocok sama dia. Orang lebih cocok gue sama dia, kok” ucap seorang siswi yang memperebutkan pria tampan itu.

“Pokoknya dia itu milik gue,” tegas salah satu siswi.

“Nggak. Dia nggak bakal mau sama lo.”

Dasar cewek-cewek gila. Emang dasarnya cewek selalu menilai cowok dari penampilan bukan dari hati. Pria itu berbicara di dalam hati.

Pria tampan itu terlihat memasukkan kedua tangan ke dalam koceknya. Tanpa menunggu lama, dia langsung pergi dari tempat itu. Semua siswi kini hanya bisa menatap kepergian pria itu. Terpukau oleh ketampanan pria itu.

👻👻👻

Seorang gadis terlihat sedang membolak-balikkan bukunya. Satu persatu dibukanya, hingga gadis itu berdecak beberapa kali. Entah apa yang sedang dicari oleh gadis itu. Dari jauh kelihatan seorang pria tengah memperhatikan dirinya. Sebuah cekungan tercetak di wajahnya. Pria itu adalah Gavin, ketua OSIS SMA Kairo Sakakibara. Gavin diam-diam mulai menyimpan rasa kepada Lia. Entah sejak kapan rasa itu muncul, yang pastinya gadis tersebut selalu membuatnya penasaran. 

“Dia lagi ngapain ya?” gumam Gavin.

Pria itu diam-diam menghampiri Lia yang sedang sibuk membolak-balikkan bukunya. Pria itu telah berada di sampingnya. Namun, tetap saja Lia tidak menyadari kehadirannya.

“Hem.” Pria itu berdeham memberi kode kepada Lia.

“Ya, Kak?” tanya Lia.

“Lo kenapa duduk sendirian di sini dengan buku sebanyak itu?” tanya Gavin sembari mengernyitkan kening.

“Oh itu. Nggak apa-apa, Kak,” ujarnya singkat.

“Oke. Nanti pulang sekolah, tunggu di parkiran ya!” ucap Gavin menampilkan wajah yang tersenyum.

“Buat apa?” tanya Lia to the point.

“Tunggu aja!” pungkas Gavin. Ia berjalan meninggalkan Lia.

Kak Gavin, kok jadi aneh begini ya? Buat apa suruh aku tunggu di parkiran? Batin Lia. Hm, nggak tahu ah.


👻👻👻

Waktu istirahat telah selesai. Semua murid kembali masuk ke dalam ruang kelas dan melanjutkan pelajaran.

“Selamat siang, Pak.” Semua memberi salam kepada Pak Yudi, guru killer yang mengajar pelajaran matematika.

“Selamat siang. Buka halaman lima puluh enam dan kita lanjutkan materi trigonometri.”

Kairo Sakakibara [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang