Bagian 3 : -Hipnosis-

6.3K 847 22
                                    


Hal pertama yang ingin Kara lakukan sejak pria asing itu berani menyentuhnya adalah menampar wajah bak model celana dalam itu bolak-balik, menonjoknya tanpa ampun sampai babak belur dan hancur sehancur-hancurnya sehingga operasi plastik sekalipun tak akan mampu memperbaikinya. Namun apa daya, jika sentuhan biasa saja bisa membuat Kara tersiksa dan menderita. Itu sama saja artinya dengan bunuh diri!

Tapi pembiaran malah membuat pria asing itu semakin berani menyentuh bagian pribadinya. Apa yang dipikirkan pria itu saat menyentuh payudaranya?

Jika saja Kara tak memiliki phobia, sudah pasti ia telah membelah perut si pria cabul itu, mengeluarkan isinya, memutilasinya, kemudian melemparkan potongan dagingnya agar dimakan burung pemakan bangkai yang kelaparan. Sementara tulang belulangnya akan ia hancurkan sampai bubuk sebelum menghanyutkannya ke dalam saluran septic tank.

Pokoknya apapun akan Kara lakukan untuk menghilangkan eksistensi pria nista itu dari muka bumi. Terdengar mengerikan memang, tapi isi pikiran Kara memang sesadis itu. Mungkin karena ia yakin tak bisa merealisasikannya.

Kara juga yakin dirinya sempat tersadar saat tubuhnya didudukkan di kursi penumpang, sebelum pria cabul itu tiba-tiba menjentikkan jarinya dan kembali membuatnya tak sadarkan diri.

Sekarang, entah beberapa lama kemudian, Kara mengerang saat merasakan kaki dan punggungnya terasa kaku karena terlalu lama berada dalam posisi yang sama.

"Pegal ya?"

Astaga! Suara itu lagi! Alarm peringatan di benak Kara langsung siaga. Sontak ia terperanjat lantas menaikkan kakinya ke atas jok agar bisa memeluk lututnya kemudian menatap nyalang ke sekelilingnya. Kara menghela nafas lega begitu mengetahui mereka masih berada di area tempat parkir kelab.

"Aku janji antar kamu pulang, tapi kamu belum bilang alamatnya." Ujar si pria cabul lengkap dengan senyuman khasnya.

Kara melirik pria cabul itu sekilas. "Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri!" Tolaknya ketus sembari menggapai handle pintu.

"Oh.. oke.." respons pria cabul itu santai namun entah mengapa terkesan menjengkelkan.

Seolah teringat sesuatu, Kara kembali menoleh dan menghunuskan tatapan tajamnya pada pria cabul itu. "Apa kau melakukan sesuatu padaku tanpa sepengetahuanku? Kau membuatku tertidur!" Cecarnya menuntut.

"Selain menghipnotismu? Tidak.." jawab si pria cabul tanpa merasa bersalah.

"Kau menghipnotisku?" Tanya Kara berang.

Pria cabul itu mengangguk. "Maaf. Tadi aku masih menggendongmu saat kau tersadar. Jadi.. sebelum kau terserang panik.."

"Tetap saja itu bukan alasan yang benar untuk menghipnotisku!" Protes Kara. "Aku bisa mengatasi phobiaku sendiri!"

"Forgive me, Baby.. Okay?" Kara mendelik sebal dan langsung menyesal. Senyum pria cabul itu seperti memiliki kekuatan mistis untuk membuat siapapun melupakan kekurangan ajarannya.

Ah.. Tentu saja. Bukankah tadi dia mengaku telah menghipnotisnya. Kalau begitu, pria cabul itu pasti penyihir atau tukang sulap.

"Kau tidak bertanya macam-macam kan?" Tanya Kara curiga.

"Tidak" jawabnya. Namun kilat geli di mata si cabul, jelas menunjukkan hal berbeda.

"Jangan bohong!" Tuduh Kara.

Pria cabul itu memiringkan kepalanya. Tangan kanannya bersandar nyaman pada jendela mobil yang terbuka. "Aku tidak bertanya macam-macam.. kau sendiri yang bilang kalau aku cukup seksi untuk jadi model celana dalam.. Terus terang.. Aku jadi tersanjung.." selorohnya sembari menarik turunkan alisnya.

Touched by Love (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang