Part 4

18 4 0
                                    

•••

Berbulan-bulan gue dan Bintang bersaing. Bintang yang tadinya suka main game yang lagi viral bakal diharamin, tiba-tiba jadi rajin belajar. Setiap akhir minggu dia nyamperin gue minjem catetan. Bukan minjem, sih, lebih ke ngambil paksa dia mah.

Jelas kami nggak pernah belajar bareng, Mami ngelarang gue. So, gue nurut aja sama Mami. Lagian, lebih enak belajar sendiri.

Hari ini hari sabtu, dan nggak terasa senin lusa udah ulangan semester lagi. Gue sudah nggak sabar untuk bertarung yang sesungguhnya sama Bintang.

Tapi hari ini, Bintang mau ngajak gue main dulu. Katanya, supaya hari senin rileks.

Gue membuka pintu walking closet di kamar gue. Semua baju, gue susun berdasarkan warna sama halnya tas, sepatu, dan aksesoris. Gue susun berdasarkan dari warna gelap sampai ke yang terang.

"Pake baju apa ya?"

Akhirnya gue memutuskan untuk mengambil hoodie berwarna maroon, celana jeans hitam, sepatu dan aksesoris dengan warna senada.

"Dandan nggak, ya?" monolog gue seorang diri. "Nggak deh, cuma main sama Bintang doang. Ngapain dandan." Lanjut gue.

Rambut hitam gue, gue ikat menjadi satu. Setelah bener-bener siap, gue langsung ke rumah Bintang. Mami lagi pergi, jadi gue nggak perlu pamitan.

"Woy, mau ke mana lo?"

Ternyata Bintang udah ada di depan gerbang rumah gue dengan motor gede andalannya.

"Lo ngajak gue main serius nggak, sih? Kalau enggak, gue mau lanjut belajar. Buang-buang waktu. Ini aja gue nyuri waktu karena Mami nggak ada—"

Bintang nempelin jari telunjuknya di bibir gue sebelum gue rampung berbicara. Emang dasar nggak sopan!

"Diem. Lo makin cantik kalau lagi misuh begitu. Gue ngeri ada something di hati gue," kata Bintang sambil ketawa.

"Najis!" sungut gue.

Bintang malah ketawa nggak tau malu. Abis itu, gue sama Bintang pergi ke rumah makan cepat saji. Ternyata dia cuma ngajakin gue makan. Nyesel gue ikut si Bintang.

"Bi, senin lusa kita ulangan semester. Lo udah siap?" tanya gue sambil ngegigit burger milik gue.

Bintang yang lagi ngunyah makanannya dengan mulut penuh cuma ngangguk-ngangguk. Mulutnya belepotan sama saus, jangan lupain mejanya yang juga ada remahan makanan. Gue bergidik ngeri jadinya.

"Makan nya pelan-pelan dong, Bi. Berantakan tuh, udah gede juga tapi kelakuan masih kayak anak kecil."

"Laper Val, makanya gue makan begini. Maklum, lah," jawab Bintang.

"Laper nggak laper, lo selalu begini makannya. Berantakan, belepotan." Gue lanjut ceramahin Bintang, tapi yang diceramahin malah asik makan.

"Eh, bentar, di bibir lo ada saus, tuh," gue pun langsung mengambil tissue di depan dan mengelap sudut bibir Bintang yang terkena saus.

Guer perhatiin, Bintang pura-pura terkejut sama perhatian gue. Ya ampun, nggak banget, deh!

"Kenapa lo, Bi?" tanya gue.

"Jangan terlalu sweet gini, dong, Val ... nanti gue ngarepin sesuatu gimana?" tanya Bintang.

Gue memutar bola mata malas, "In your wildest dream, Boy!" sahut gue sambil menatap jijik Bintang.

Bintang cuma ngakak melihat reaksi gue. Gue udah nggak ngerti lagi sama ini anak satu.

•••

WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang